Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata, “Allah mempunyai anak.” Mahasuci Dia, Dialah Yang Mahakaya; milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kamu tidak mempunyai alasan kuat tentang itu. Pantaskah kamu mengatakan tentang Allah apa yang kamu tidak ketahui? (QS 10: 68)
Ada banyak paham tentang
Al-Qur’an ini, yang semuanya berasal dari perkataan Allah sendiri. Ada wahyu
yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah keterangan yang jelas (QS Ali Imran:
138) ada juga yang mengatakannya sebagai penjelasan yang sempurna (QS Ibrahim:
52). Terkait dua wahyu ini, tak sedikit ulama islam memaknai Al-Qur’an sebagai
kitab yang sudah terang benderang, sehingga tak perlu lagi penafsiran. Arti dan
makna wahyu Allah seperti apa yang tertulis. Allah sendiri sudah menegaskan
dalam wahyu-Nya bahwa Ia memudahkan Al-Qur’an. Kemudahan itu pertama-tama terlihat dari bahasa yang
digunakan, yaitu bahasa Arab (QS 19: 97 dan QS 44: 58). Umumnya para ulama
menafsirkan kemudahan itu dengan kesederhanaan bahasa yang tidak membutuhkan
banyak tafsir, yang bisa berdampak pada perbedaan pendapat.
Berangkat dari premis di atas, haruslah dikatakan bahwa kutipan wahyu di atas merupakan perkataan Allah. Dilihat dari surahnya, bisa dikatakan bahwa wahyu Allah tersebut turun di Mekkah. Satu hal yang menarik dari kutipan ayat Al-Qur’an di atas adalah pernyataan orang bahwa Allah mempunyai anak. Pernyataan ini menjadi fokus telaah tulisan ini.
Sekalipun
dikatakan merupakan kata-kata Allah, namun apa yang tertulis dalam kutipan di
atas tidaklah sepenuhnya dari mulut Allah. Apa yang tertulis di dalam kurung,
yakni “orang-orang Yahudi dan Nasrani” haruslah dikatakan bukan asli dari Allah
tetapi tambahan kemudian dari manusia. Siapa manusia yang menambahkan itu tidak
jelas. Tampak jelas bahwa tambahan tersebut hendak menerangkan kata ganti
“mereka” pada awal kalimat. Dengan kata lain, yang dimaksud oleh mereka dalam
kutipan itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dengan demikian, kalimat
pertama dari kutipan wahyu di atas lengkapnya berbunyi: orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, “Allah mempunyai anak.” Dapat
dikatakan bahwa wahyu Allah ini hendak mengkritik pandangan orang Yahudi dan
Nasrani tentang Allah yang memiliki anak.
Dalam
kaitan ini, kutipan wahyu Allah ini seakan hendak menegaskan salah satu
karakter Allahnya umat islam, yaitu sibuk mencampuri orang lain; dan sayangnya
apa yang dipersoalkan itu pun keliru. Ada banyak wahyu Allah seperti ini, sibuk
mempersoalkan pandangan dan perkataan umat agama lain, yang belum tentu
kebenarannya (QS al-Baqarah: 111; QS al-Ankabut: 12; QS al-Maidah: 14 dan 18;
QS Ali Imran: 24). Dari semuanya terlihat jelas bahwa apa yang dikutip Allah
keliru sehingga penyampaiannya pun menjadi salah.
Terhadap
kutipan wahyu Allah tersebut, khususnya kalimat pertama dengan maknanya,
dapatlah diajukan satu pertanyaan dasar: benarkah
umat Yahudi dan Nasrani berpikiran bahwa Allah mempunyai anak? Dapat
dipastikan bahwa orang Yahudi sama sekali tidak punya pemikiran bahwa Allah
memiliki anak. Bagi mereka itu adalah dosa berat. Karena itu, pada masa Yesus,
para pemuka agama Yahudi marah ketika Yesus menyebut diri-Nya Anak Allah. Salah
satu alasan kenapa Yesus disalib juga adalah karena istilah tersebut. Jadi,
sama sekali tidak benar kalau dikatakan bahwa umat Yahudi berpikiran bahwa
Allah mempunyai anak. Karena itu, wahyu Allah di atas termasuk fitnah terhadap
kaum Yahudi. Kenapa Allah memfitnah orang Yahudi?
Bagaimana
dengan umat Nasrani? Sebenarnya sama saja. Orang Nasrani juga berpendapat bahwa
Allah tidak mempunyai anak. Memang umat Nasrani mengakui Yesus itu Anak Allah,
namun bukan dalam pemahaman seperti seseorang punya anak. Istilah “Anak Allah”
tidak membuat pemahaman bahwa Allah itu ada DUA. Umat Nasrani tetap percaya
bahwa Allah itu SATU. Karena itu, dapat dipastikan bahwa Allah umat islam ini
salah memahami istilah “anak Allah” yang biasa dipakai oleh orang Nasrani untuk
menyebut Yesus. Menjadi persoalan, sudah salah memahami, Allah justru
menghakimi orang Nasrani memiliki pemikiran bahwa Allah punya anak. Hal ini
sama saja dengan fitnah. Jadi, sama seperti terhadap umat Yahudi, wahyu Allah
di atas termasuk fitnah terhadap kaum Nasrani. Kenapa Allah memfitnah orang
Nasrani?
Sampai
di sini dapatlah dikatakan bahwa Allah umat islam adalah tukang fitnah. Dia
mengatakan yang tidak benar tentang pemikiran atau pandangan orang lain.
Bagaimana mungkin Allah yang maha benar bisa keliru dalam memahami pandangan
dan pemikiran orang lain? Bagaimana mungkin Allah yang maha baik itu adalah
tukang fitnah?
Berhadapan
dengan tudingan ini mungkin sebagian umat islam akan berkelit bahwa sebenarnya
Allah tidak pernah memaksudkan wahyu-Nya ini dengan orang Yahudi dan Nasrani.
Dengan kata lain, kata ganti “mereka” pada awal kalimat di atas sama sekali
tidak merujuk pada orang Yahudi dan Nasrani. Jika demikian, menjadi pertanyaan,
siapa yang dimaksud dengan “mereka” itu? Siapa yang dimaksud dengan orang yang
berkata, “Allah mempunyai anak.”? Kenapa Al-Qur’an sekarang memaksudkannya
dengan orang Yahudi dan Nasrani? Tentulah upaya ini membuat wahyu Allah menjadi
tidak jelas.
DEMIKIANLAH
telaah singkat atas surah Yunus ayat 68 ini. Dari apa yang sudah disampaikan,
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sederhana.
1. Allah
umat islam sibuk mempersoalkan pemikiran, perkataan atau pandangan umat agama
lain, yang belum tentu benar adanya. Sayangnya apa yang dipersoalkan itu salah.
Artinya, Allah mempersoalkan pandangan tentang Allah yang mempunyai anak,
padahal baik orang Yahudi maupun Nasrani tidak punyai pemikiran tersebut. Akan
tetapi, seolah-olah pemikiran itu ada pada pandangan orang Yahudi dan Nasrani.
2. Allah
umat islam tukang fitnah. Allah mendengar ada pandangan tentang Allah yang
mempunyai anak, lalu menempatkan pandangan tersebut pada umat Yahudi dan
Nasrani. Kemudian Allah mempermasalahkannya. Sementara orang Yahudi dan Nasrani
sama sekali tidak punya pandangan tersebut. Kenapa Allah yang maha baik itu tampil
sebagai pemfitnah?
3. Allah
umat islam tampil bodoh. Bukankah Allah itu maha bijaksana, maha benar dan maha
sempurna? Dengan sifat-sifat tadi, sudah seharusnya Allah terlebih dahulu
mencermati pernyataan bahwa Allah mempunyai anak, benarkah pemikiran itu ada
pada orang Yahudi dan Nasrani? Benarkah istilah “anak Allah” yang ada pada
pandangan Nasrani sama seperti yang dimaksud oleh Allah? Yang terjadi di sini
adalah tanpa pikir panjang Allah langsung menuding dan memfitnah orang Yahudi
dan Nasrani. Di sinilah Allah terlihat seperti orang bodoh.
Tanjung Pinang, 14 Januari 2022
by: adrian
Selamat datang di situs Agen126, situs permainan online terlengkap dan terpercaya. Bagi anda yang belum memiliki akun, silahkan membuat akun dengan mengklik “Daftar” dan dapatkan bonus sabung ayam online pada pemain baru di situs kami. Rasakan keseruan yang telah dirasakan oleh pemain lainnya. Jangan ketinggalan permainan terbaru yang seru di situs kami. Kami hanya memiliki permainan-permainan terbaik agar anda tidak bingung saat memilih permainan.
BalasHapusAGEN126
AGEN126 SLOT GACOR
SABUNG AYAM ONLINE AGEN126
#AGEN126SLOTGACOR