Sakramen
inisiasi merupakan dasar hidup kristen. Ada tiga sakramen inisiasi, yakni
Baptis, Krisma dan Ekaristi. Kita dilahirkan kembali menjadi manusia baru dalam
Sakramen Baptis, dikuatkan dengan Sakramen Krisma dan diberi makanan dengan
Sakramen Ekaristi. Dari tiga sakramen inisiasi ini hanya Sakramen Baptis dan
Krisma saja yang penerimaannya cuma sekali.
A. Sakramen
Baptis
Sakramen
Baptis merupakan pintu gerbang bagi sakramen-sakramen lainnya (bdk. Kan 849).
Karena itu, “Orang yang belum dibaptis tidak dapat diizinkan menerima
sakramen-sakramen lain dengan sah” (Kan. 842,§1). Melalui Sakramen Baptis orang
menerima keselamatan, karena ia dibebaskan dari dosa, dilahirkan kembali
sebagai anak-anak Allah serta digabungkan dengan Gereja dan menjadi serupa
dengan Kristus. Membaptis artinya “menenggelamkan” ke dalam air. Seseorang yang
dibaptis ditenggelamkan ke dalam kematian Kristus dan bangkit bersama-Nya
sebagai “ciptaan baru” (2Kor 5: 17). Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa
Sakramen Baptis adalah tawaran keselamatan Allah kepada manusia, yang
melaluinya kita mendapatkan penebusan dosa, menjadi anak Allah dan anggota
Gereja serta bersatu dalam Kristus Yesus.
Apa
efek atau buah dari Sakramen Baptis? Kompendium Katekismus Gereja Katolik (no.
263) menyebut beberapa buah dari Sakramen Baptis, di antaranya adalah:
penghapusan dosa, baik dosa asal, dosa pribadi maupun hukuman karena dosa; ikut
ambil bagian dalam kehidupan ilahi Tritunggal melalui rahmat pengudusan, rahmat
pembenaran yang mempersatukan seseorang dengan Kristus dan Gereja-Nya; ikut
ambil bagian dalam imamat Kristus dan menjadi anggota Gereja; menerima
keutamaan teologal dan anugerah-anugerah Roh Kudus; menjadi milik Kristus
selamanya.
Dari uraian efek atau buah Sakramen Baptis di atas, kita dapat melihat dua sifat efek tersebut, yaitu pasif dan aktif. Penghapusan dosa dan menjadi milik Kristus merupakan kategori pasif, karena kita menerimanya secara otomatis setelah baptisan, meski kita tetap dituntut untuk tetap menjaga kesucian diri kita, hidup sesuai dengan rahmat yang telah kita terima. Untuk kategori aktif dapat terlihat seperti ambil bagian dalam imamat Kristus dan menjadi anggota Gereja. Tentu kita masih ingat akan materi pertemuan yang ketiga, tugas-tugas Gereja. Itu merupakan perwujudan dari buah Sakramen Baptis. Keutamaan teologal dan juga anugerah Roh Kudus yang diterima harus dihidupi. Jika tidak dihidupi, kita tak beda seperti hamba yang menerima satu telenta dalam perumpamaan tentang talenta (Mat 25: 14 – 30).
Yang
dimaksud dengan keutamaan teologal adalah iman, harapan dan kasih (1Kor 13:
13). Iman adalah keutamaan yang dengannya kita percaya kepada Allah dan semua
yang sudah diwahyukan dan disampaikan oleh Gereja. Rasul Paulus berkata, “Iman
bekerja melalui kasih” (Gal 5: 6). Harapan adalah keutamaan yang dengannya kita
merindukan dan menantikan kehidupan abadi yang berasal dari Allah sebagai
kebahagiaan kita, mempercayakan diri kita kepada janji Kristus, dan bersandar
pada bantuan rahmat Roh Kudus agar pantas menerimanya dan tetap bertahan sampai
akhir hidup kita. Kasih adalah keutamaan yang dengannya kita mengasihi Allah
dan sesama kita. (Lih. Kompendium KGK no. 386 – 388).
Ada
7 anugerah Roh Kudus, yang biasa dikenal dengan tujuh karunia Roh Kudus. Ketujuh
anugerah ini harus kita hidupkan dalam keseharian kita. Ketujuh karunia Roh
Kudus itu adalah,
a.
Karunia takut akan Allah
Pemazmur
berkata, “Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, semua orang yang
melakukannya berakal budi yang baik.” (Maz 111: 10). Takut akan Tuhan adalah
takut akan penghukuman Tuhan, takut bahwa dirinya akan terpisah dari kasih
Tuhan untuk selamnya di neraka. Karena itu, St. Teresa mengatakan bahwa takut
akan Tuhan merupakan obat bagi manusia untuk menghindari dosa. Ketakutan ini
membuat kita berusaha menghindari dosa dan mengajak kita kepada pertobatan.
b.
Karunia keperkasaan
Karunia
ini menuntun kita untuk berani mengejar yang baik dan tidak takut dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghalangi tercapainya kebaikan tersebut. Misalnya,
ketika hendak hidup jujur, menolak narkoba dan pornografi, dll, orang menemukan
tantangan karena malu diejek orang lain, takut rugi, dll. Orang yang dipenuhi
karunia ini bukannya tidak pernah merasa takut, tetapi mereka dapat mengatasi
ketakutannya karena percaya Allah dapat melakukan segalanya.
c.
Karunia Kesalehan
Karunia
ini membentuk relasi kita dengan Allah seperti relasi anak dengan bapanya, dan
pada saat yang sama membentuk relasi persaudaraan yang baik dengan sesama.
Dengan menerima karunia ini kita akan selalu memberi penghormatan kepada Bunda
Maria, para kudus dan malaikat, Gereja, sakramen, rajin membaca Kitab Suci
karena semuanya berkaitan dengan Allah. Dalam relasi dengan sesama, orang yang
menerima karunia ini akan lebih bermurah hati dan menempatkan sesama sebagai
saudara.
d.
Karunia Nasehat
Karunia
ini membantu kita untuk mengetahui mana yang baik, yang harus dijalankan dalam
hidup.
e.
Karunia Pengenalan
Karunia
ini memberi kemampuan kepada kita untuk menilai ciptaan dengan semestinya dan
melihat kaitannya dengan Sang Pencipta. Dengan kata lain, kita dapat memberi
makna akan hal-hal sederhana yang dilakukan setiap hari, dengan mengangkatnya
ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu sebagai jalan pengudusan.
f.
Karunia Pengertian
Dengan
karunia ini kita mampu mengerti kedalaman misteri iman. Karunia ini memberikan
kedalaman pengertian akan Kitab Suci, kehidupan rahmat, pertumbuhan dalam
sakramen-sakramen dan juga kejelasan akan tujuan akhir kita, yakni surga.
g.
Karunia Kebijaksanaan
Karunia
ini memungkinkan kita untuk mengalami pengetahuan akan Allah dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan-Nya. Dengan kata lain, kita bisa melihat segala sesuatu
dari kacamata Allah, sehingga kita akan menimbang setiap perkara dengan tepat,
memiliki perspektif yang jelas akan kehidupan, melihat segala yang terjadi
dengan baik tanpa adanya kepahitan, dan bisa bersukacita dalam penderitaan.
1. Beberapa Hal Penting dalam
Sakramen Baptis
Pertama-tama
perlu diketahui bahwa setiap orang yang belum dibaptis bisa dibaptis. Yang
penting dia percaya akan Allah Tritunggal Mahakudus, akan Yesus yang adalah
Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia melalui sengsara, wafat
dan kebangkitan, akan rahmat keselamatan dalam Sakramen Baptis itu sendiri.
Kepercayaan itu diungkapkan dengan mengucapkan pengakuan iman. Demi sahnya
Sakramen Baptis, orang ini akan dibenamkan ke dalam air atau dituangkan air ke
atas kepalanya sambil pelayan mengucapkan, “aku membaptis engkau, dalam nama
Bapa dan Putera dan Roh Kudus.”
Yang
dimaksud dengan “pelayan” di atas adalah uskup, imam dan juga diakon. Ini untuk
pembaptisan biasa. Untuk situasi darurat, setiap orang dapat membaptis asalkan
dia memiliki intensi melakukan apa yang dilakukan Gereja. Jadi, sebagai contoh,
saat melahirkan bayi dalam kondisi sekarat. Menghubungi imam sulit dan belum
tentu bisa datang tepat waktu. Dalam situasi ini, siapa pun yang ada di sana,
termasuk orangtua bayi itu, bisa membaptis bayi tersebut.
Setiap
orang yang dibaptis, entah itu baptis bayi/anak maupun baptis dewasa, berhak
mendapatkan wali baptis. Wali baptis adalah orangtua iman bagi yang dibaptis.
Dia bertanggung jawab atas perkembangan dan penjaga iman dan rahmat yang
diberikan saat penerimaan Sakramen Baptis. Wali baptis tidak harus dua dan/atau
sepasang. Satu orang saja bisa menjadi wali baptis (bdk. Kan. 873), yang
penting dia katolik yang sudah genap 16 tahun dan telah menerima komuni dan
krisma serta tidak dikenai hukuman Gereja.
Ada
3 jenis baptisan, yaitu baptisan air, darah dan baptisan kerinduan. Jenis
pertama adalah baptisan yang biasa kita lihat. Dua jenis lainnya hendak
menunjukkan bahwa setiap orang masih berpeluang mendapatkan keselamatan
sekalipun mereka belum menerima Sakramen Baptis (baptisan air). Mereka keburu
meninggal sebelum dibaptis.
Setiap
orang yang dibaptis akan menerima “nama baptis”. Hukum Gereja menetapkan bahwa
yang dimaksud dengan “nama baptis” ini adalah nama yang tak asing dari citarasa
kristiani (bdk. Kan. 855). Ada 3 kategori dari citarasa kristiani ini. Pertama, menggunakan nama tokoh atau
tempat yang ada dalam Alkitab. Misalnya seperti Abraham, Yeremia, Musa,
Sadrakh, Tesalonika, Bethania, dll. Kedua,
memakai nama orang kudus, seperti Yohanes, Paulus, Agnes, Monika, dll. Ketiga, memakai istilah yang populer
dalam Gereja. Misalnya seperti Imanuel, Adven, Natal, Angelus, Gloria, dll.
2. Kasus Baptis Bayi
Baik
orang katolik maupun protestan sama-sama mengakui adanya Sakramen Baptis. Namun
orang protestan membaptis jemaatnya saat mereka sudah dewasa. Orang protestan mengkritik
Gereja Katolik yang membaptis bayi atau anak-anak. Mereka mengatakan bahwa
baptis bayi tidak punya dasar kitab suci, bayi belum bisa berdosa dan lagi bayi
belum paham soal peristiwa dan makna dari Sakramen Baptis. Benarkah kritikan
tersebut?
Tradisi
membaptis bayi/anak dalam Gereja Katolik sudah ada sejak jaman Gereja awal.
Memang bayi belum bisa berbuat dosa, namun seorang bayi sudah memiliki dosa asal. Dosa inilah yang dihapus
lewat Sakramen Baptis, bukan dosa melanggar 10 perintah Allah. Selain itu
Gereja Katolik melihat Sakramen Baptis itu penting untuk keselamatan. Karena
itu, Gereja menghimbau dan orangtua menyerahkan bayinya untuk dibaptis. Hal ini
bisa dibandingkan dengan imunisasi. Bayi beberapa minggu sudah diberi imunisasi
sekalipun bayi tidak paham soal imunisasi dan bisa juga dia tidak ada penyakit.
Namun karena imunisasi itu penting untuk kesehatan, maka pemerintah menghimbau
dan orangtua menyerahkan anaknya untuk dimunisasi. Dasar Alkitab untuk Sakramen
Baptis dapat ditemui dalam Kis 16: 15, 33; 18: 8 dan 1Kor 1: 16. Dalam
kutipan-kutipan ini dikatakan adanya peristiwa pembaptisan terhadap seisi
rumah/keluarga. Jika di dalam rumah itu ada bayi, maka ia juga pasti dibaptis. Scott Hahn mengatakan bahwa kunci ke arah pengertian Alkitab adalah gagasan
perjanjian dengan Allah. Sejak jaman Abraham hingga Kristus, Allah menunjukkan
bahwa Ia menghendaki bayi-bayi berada dalam ikatan perjanjian dengan-Nya.
Caranya sederhana saja: beri mereka tanda perjanjian. Dalam Perjanjian Lama,
tanda perjanjian itu adalah sunat, sedangkan
Kristus mengubahnya menjadi baptis
dalam Perjanjian Baru. Tidak ada dalam Alkitab bahwa Kristus mengumumkan
bayi-bayi dikecualikan dari ikatan perjanjian.
B. Sakramen Krisma
Dalam
Perjanjian Lama, para nabi mewartakan bahwa Roh Allah akan turun ke atas Mesias
yang dinantikan dan ke seluruh umat mesianis. Seluruh hidup Yesus dijalani
dalam persatuan total dengan Roh Kudus. Para Rasul menerima Roh Kudus pada hari
Pentakosta dan mewartakan karya agung Allah (Kis 2: 1 – 13). Mereka memberikan
anugerah Roh yang sama kepada orang yang baru dibaptis dengan penumpangan
tangan. Selama berabad-abad Gereja terus menjalani hidup dalam Roh dan
menurunkan-Nya kepada kita.
Ada
2 istilah untuk sakramen ini, yaitu krisma dan penguatan. Disebut krisma karena
ritus pokok sakramen ini adalah pengurapan dengan minyak suci (krisma). Disebut
penguatan karena sakramen ini bertujuan untuk menguatkan dan memperkokoh rahmat
Sakramen Baptis (Lih. Kompendium KGK no. 266).
Sama
seperti Sakramen Baptis, sakramen ini juga memiliki buah atau efek. Buah
Sakramen Krisma adalah pencurahan Roh Kudus secara khusus seperti pada hari
Pentakosta. Pencurahan ini memberi meterai yang tak terhapuskan dan
menumbuh-kembangkan rahmat Sakramen Baptis. Orang yang menerima sakramen ini
masuk lebih dalam menjadi anak-anak Allah, mempererat relasinya dengan Kristus
dan Gereja, serta memperkuat anugerah Roh Kudus di dalam jiwanya. Sakramen ini
memberikan kekuatan khusus dalam memberikan kesaksian iman kristen.
Untuk
lebih mengetahui efek dari sakramen ini, kita dapat berkaca pada peristiwa
Pentakosta. Sebelumnya para murid diliputi ketakutan. Namun setelah menerima
Roh Kudus, mereka berani tampil memberi kesaksian tentang Yesus. Mereka juga
menjadi kuat sehingga mampu menerima penderitaan akibat dari pewartaan dan
kesaksian mereka.
C. Sakramen Ekaristi
Sakramen
Ekaristi adalah kurban Tubuh dan Darah Yesus yang ditetapkan-Nya untuk
mengabadikan kurban salib selama perjalanan waktu sampai Yesus kembali dalam
kemuliaan. Sakramen Ekaristi merupakan tanda kesatuan, ikatan cinta kasih,
perjamuan paskah, saat Kristus diterima sehingga jiwa dipenuhi rahmat dan
jaminan kemuliaan yang akan datang diberikan kepada kita. Melalui Sakramen
Ekaristi kita dipersatukan dengan liturgi surgawi dan dapat mencicipi kehidupan
kekal.
Sakramen
Ekaristi terkait erat dengan peristiwa perjamuan malam terakhir bersama para
rasul. Kita mengenalnya sebagai Kamis Putih. Saat itulah Yesus menetapkan
Sakramen Ekaristi. Perjamuan malam terakhir sendiri merupakan perwujudan awal
dari kurban salib (Jumat Agung). Dalam Sakramen Ekaristi dan kurban salib
terlihat jelas Yesus menyerahkan diri-Nya demi penebusan dosa dunia. Dalam
perjamuan malam terakhir Yesus menyerahkan diri-Nya dalam wujud roti dan
anggur, karena roti itu adalah Tubuh-Nya dan anggur itu adalah Darah-Nya. Dalam
kurban salib, Yesus menyerahkan diri-Nya secara utuh dengan tergantung di atas
salib.
Ekaristi
sudah dipralambangkan dalam Perjanjian Lama, terutama dalam Perjamuan Paskah
yang dirayakan setiap tahun oleh orang Yahudi dengan roti tak beragi dan juga
anak domba untuk mengenang pembebasan dari Mesir. Jadi, ekaristi tak bisa
dipisahkan dari tradisi perjamuan paskah orang Yahudi. Hanya Yesus membawa
perubahan dan pembaharuan. Kalau perjamuan paskah orang Yahudi dipakai daging
anak domba, dalam ekaristi dipakai tubuh Yesus sendiri, karena Dia adalah
Anakdomba Allah. Jadi, dalam ekaristi Kristus sendiri dihadirkan, dikurbankan
dan disantap, dan melaluinya Gereja selalu hidup dan berkembang.
Pelayan
perayaan ekaristi adalah imam tertahbis (uskup atau pastor), yang bertindak
dalam pribadi Kristus dan atas nama Gereja. Dalam Sakramen Ekaristi, kurban
Kristus juga menjadi kurban kita sebagai anggota tubuh-Nya. Kehidupan kita,
pujian, doa-doa, pekerjaan kita dipersatukan dengan kehidupan Kristus. Sebagai
kurban, Sakramen Ekaristi juga dipersembahkan untuk semua umat beriman, yang
hidup dan yang mati, untuk pengampunan dosa-dosa semua orang dan untuk
mendapatkan anugerah rohani dan jasmani dari Allah.
Jika
Sakramen Baptis dan Krisma diterima sekali saja, Ekaristi bisa diterima
berkali-kali. Sekedar berpartisipasi, Gereja mengharuskan umatnya untuk
terlibat dalam perayaan ekaristi setiap hari Minggu dan pada hari-hari raya
yang diwajibkan serta menganjurkan pada hari-hari lainnya. Untuk menyambutnya,
Gereja menganjurkan agar kita, jika memiliki sikap hati dan budi yang baik,
menerima komuni kudus setiap kali berpartisipasi dalam ekaristi. Syarat agar
bisa menyambut komuni kudus adalah orang harus tergabung penuh dalam Gereja
Katolik (sudah dibaptis secara katolik) dan dalam keadaan rahmat, yaitu tanpa
kesadaran akan dosa yang mendatangkan maut. Orang yang sadar melakukan dosa
berat harus menerima Sakramen Tobat lebih dahulu. Selain itu, orang harus menciptakan
suasana hening dan doa sebelum menyambut komuni kudus serta memperhatikan sikap
tubuh (tata gerak dan pakaian) yang pantas sebagai tanda penghormatan di
hadapan Kristus.
Apa
buah-buah komuni kudus? Komuni kudus mempererat kesatuan kita dengan Kristus
dan dengan Gereja-Nya. Komuni
juga menjaga dan memperbaharui hidup rahmat yang diperoleh pada saat menerima
Sakramen Baptis dan Krisma, serta membuat kita berkembang dalam cinta kepada
sesama, memperkuat kita dalam cinta kasih, menghapus dosa-dosa ringan dan
menjaga kita dari bahaya dosa berat di masa depan.
Gereja
mengajarkan bahwa hosti dan anggur yang dipersembahkan dalam perayaan ekaristi
adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Memang, saat dipersembahkan benda itu
hanyalah roti dan anggur, namun setelah dikonsekrasi mereka berubah menjadi
Tubuh dan Darah Kristus. Secara manusiawi kita merasa itu adalah roti dan
anggur, tapi secara iman itu sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Bagaimana hal itu
bisa terjadi, inilah misteri iman. Karena itu, dengan sikap iman juga hendaklah
kita menaruh rasa hormat terhadap ekaristi mahakudus dengan menyembahnya.
Bagaimana
kita menghayati Sakramen Ekaristi? Pertama-tama perlu disadari bahwa dengan
mengikuti perayaan ekaristi kita telah memenuhi permintaan Yesus pada perjamuan
malam terakhir. Selain itu, kita juga disadarkan akan kurban penebusan dosa.
Karena itu, hendaklah kita menghaturkan rasa syukur dan terima kasih.
Penghayatan Sakramen Ekaristi memiliki 3 dimensi sekaligus, yaitu sebelum, saat
dan sesudah ekaristi. Sebelum ekaristi kita hendaknya mempersiapkan diri dengan
membersihkan hati dari noda dosa dan dengan menjalankan puasa, minimal 1 jam
sebelum ekaristi. Saat ekaristi hendaknya kita mengikuti dengan sikap tenang
dan penuh hikmat. Sesudah ekaristi kita dituntut untuk mengamalkan buah-buah
ekaristi, seperti cinta pada sesama, selalu hidup dalam rahmat, peduli kepada
sesama, berani berkorban untuk sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar