Gerakan
radikalisme, fanatisme dan/atau bahkan ekstremisme seringkali diidentikkan
dengan intoleransi. Tidak ada semangat toleransi dalam setiap gerakan
radikalisme (ekstremisme). Gerakan ini selalu melihat kelompoknya yang baik dan
benar sedangkan kelompok lain salah dan tidak baik sehingga harus disingkirkan
bahkan dimusnahkan. Dengan kata lain, semangat yang diusung oleh gerakan
radikal adalah semangat menghapus keragaman sehingga muncul keseragaman.
Hingga
saat ini islam selalu dikaitkan dengan kelompok radikal. Ada begitu banyak
kelompok islam yang terkenal fanatik, radikal dan ekstrem bahkan cenderung
menjadi teroris. Dan semua itu dilandaskan pada ajaran agamanya, yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan Hadis. Karena dikaitkan dengan kelompok atau gerakan ini
maka islam dikatakan juga sebagai agama yang intoleran. Tidak ada semangat
toleransi dalam islam.
Tidak
sedikit umat islam menolak klaim tersebut. Mereka selalu mengatakan bahwa islam
adalah agama toleran, yang menghargai perbedaan. Sering islam moderat
menyangkal kalau Allah SWT hanya menghendaki islam saja. Biasanya mereka
mendasarkan argumennya pada QS asy-Syura: 8, yang sayangnya hanya dikutip sebagian
saja, alias tidak utuh. Mereka mengatakan, “Sekiranya Allah menghendaki,
niscaya Dia jadikan mereka satu umat.” Dengan dasar ini umat islam menyatakan
bahwa mereka mengakui adanya perbedaan, dan terhadap perbedaan itu islam selalu
mengedepankan toleransi.
Argumentasi di atas sangatlah lemah, karena seperti yang telah dikatakan tadi, kalimat di atas tidak utuh dikutip. Kalimat tersebut belum diakhiri dengan titik, tetapi masih koma. Artinya, masih ada kelanjutannya. Kalimat utuhnya, sebagai wahyu Allah SWT, adalah sebagai berikut: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia jadikan mereka satu umat, tetapi Dia memasukkan orang-orang yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya.” Dalam kalimat utuh ini terlihat jelas bahwa Allah SWT masih mempunyai sikap pilih kasih, yang semua itu berdasarkan kehendak-Nya. Dapat dikatakan bahwa ada kelompok orang yang tidak dimasukkan ke dalam rahmat Allah karena tidak dikehendaki-Nya. Inilah yang terbaca pada kalimat kedua dari ayat 8 ini.
Sebagai
sebuah ayat, dengan 2 kalimat, terlihat jelas bahwa Allah memang menghendaki
perbedaan, akan tetapi Allah juga yang menentukan mana yang disesatkan dan mana
yang diselamatkan. Perbedaan diadakan agar Allah dapat menunjukkan
kemahakuasaan-Nya dengan menentukan orang-orang yang diselamatkan dan yang
dibinasakan. Hal ini kemudian ditafsirkan bahwa yang disesatkan adalah golongan
zalim, dan yang diberi petunjuk adalah umat islam. Karena itulah, sejalan
dengan surah al-Anam ayat 45, orang zalim
akan dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. dan tempat mereka adalah neraka (bdk.
QS al-Baqarah: 24 dan QS al-Jin: 15).
Tak
bisa disangkal kalau umat islam memang selalu memandang hitam – putih kehidupan
ini. Mereka putih, sedangkan lainnya adalah hitam. Putih selalu dikonotasikan
dengan baik, dan hitam dimaknai dengan buruk. Karena itu, hitam harus
disingkirkan, atau bila perlu dimusnahkan. Putih tidak bisa bercampur dengan
hitam. Al-Qur’an sudah mengatakan bahwa orang kafir itulah orang zalim (bdk.
QS al-Baqarah: 254), dan mereka merupakan musuh yang nyata bagi umat islam, yang membawa
umat islam ke neraka. Dengan kata lain, umat islam sudah diajarkan untuk tidak
bisa menerima perbedaan. Karena itu, tidak ada sikap toleransi, sikap saling
menghargai dan menghormati perbedaan.
Surah
asy-Syura yang biasa dikutip untuk menunjukkan semangat toleransi dalam islam
ternyata hanyalah kamuflase belaka. Teks yang dikutip hanya sebagian,
sebenarnya berfungsi menutupi bagian lain, yang justru menampilkan identitas
islam sebenarnya. Karena itu, gelar-gelar seperti radikalisme, fanatisme, ekstremisme
dan intoleran yang disematkan kepada agama islam adalah sebuah kebenaran.
Memang islam adalah agama intoleran.
Ada
banyak ayat Al-Qur’an yang menampilkan semangat intoleransi. Dan semangat itu
juga yang mewarnai kehidupan umat islam. Usaha umat islam dengan menampilkan
surah asy-Syura seakan mengajak orang untuk hanya fokus pada satu titik putih
di tembok hitam dan memaksakan orang untuk mengatakan bahwa tembok itu putih. Sayangnya,
satu titik putih itu sendiri ternyata tidaklah sungguh-sungguh putih, sehingga
bagaimana mungkin orang harus mengatakan bahwa tembok itu benar-benar putih.
Dengan
perkataan lain, surah asy-Syura ini hendak dipakai untuk menutupi begitu banyak
ayat dalam Al-Qur’an yang menampilkan wajah islam yang radikal dan intoleran.
Dan sayangnya, surah asy-Syura yang dipakai ini juga ternyata tidak sepenuhnya
berwajah kontra radika dan intoleran. Justru ia juga mengandung bibit
intoleransi. Sungguh menyedihkan.
Lingga,
15 Februari 2021
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar