Agama
islam tidak hanya dikenal sebagai agama teror, melainkan juga sebagai agama
yang mengkafir-kafirkan umat agama lain. Harus jujur dikatakan bahwa hanya
islam agama yang mengkafir-kafirkan umat agama lain. Kedua identitas islam ini
mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an, yang diyakini merupakan wahyu Allah SWT
secara langsung kepada nabi Muhammad SAW. Bagi umat islam, umat agama lain
adalah kafir, dan orang kafir harus dimusuhi, dibunuh bahkan dimusnahkan. Ini
merupakan kehendak dan perintah Allah SWT.
Kata
“kafir” dalam Al-Qur’an begitu sangat kuat gaungnya. Sebagaimana diketahui jumlah
ayat Al-Qur’an secara keseluruhan adalah 6.236 ayat dengan pembagian surah
Makkiyyah (87 surah) ada 4.643 ayat, dan surah Madaniyyah (27 surah) ada 1.593
ayat. Dengan demikian prosentasenya adalah surah Makkiyyah sekitar 74,45%, dan
surah Madaniyyah hanya sekitar 25, 54%. Bagaimana komposisi kata “kafir” dalam
kedua surah ini?
Dalam
tulisan “Ayat Kafir dalam Al-Qur’an”
dipaparkan bahwa dari 87 surah Makkiyyah, ada 56 surah yang memuat kata “kafir”
dengan total ayat ada 186
ayat; sedangkan dalam surah Madaniyyah, dari 27 surah ada 22 surah yang memuat
kata “kafir” dengan total ayat ada 220 ayat. Dari 186 ayat dalam surah
Makkiyyah terdapat 208 kali disebutkan kata “kafir” dan dan juga “kekafiran”,
dengan rincian kata “kekafiran” ada 22 kali sedangkan 186 kali menyebut kata
“kafir”. Sementara dalam surah Madaniyyah sebanyak 256 kali disebutkan kata
“kafir” dan dan juga “kekafiran”, dengan rincian kata “kekafiran” ada 31 kali
sedangkan 225 kali menyebut kata “kafir”. Jika ditotal semuanya, sebanyak 464
kali kata “kafir” dan “kekafiran” muncul dalam Al-Qur’an. Untuk memperjelas
perbandingannya, perhatikan tabel di bawah ini.
Kelompok Surah |
Jumlah Surah |
Surah Kafir |
Ayat Kafir |
Sebutan Kafir |
Makkiyyah |
87 |
56 |
186 |
208 X |
Madaniyyah |
27 |
22 |
220 |
256 X |
Akan tetapi, jumlah ini bisa lebih banyak lagi. Ada beberapa alasan untuk membenarkan hal ini. Pertama, jika diperhatikan ayat sebelum dan sesudah ayat yang terdapat kata “kafir”, ada muncul kata ganti orang yang dapat dipastikan merujuk pada kata “kafir”. Artinya, ada ayat, baik sebelum maupun sesudah, yang jelas-jelas berhubungan dengan ayat yang terdapat kata “kafir” meski di sana tidak ditulis kata tersebut. Sebagai contoh, dalam surah al-Baqarah: 7 disebut kata ganti “mereka” dimana kata ganti itu bisa dipastikan merujuk pada orang-orang kafir yang disebut dalam ayat 6. Kedua, jika kaum munafik adalah juga kaum fasik (QS an-Nisa: 67), dan kaum fasik adalah juga kaum kafir (bdk. QS as-Sajdah), maka otomatis jumlah kata “kafir” akan bertambah. Setidaknya ada 50 ayat yang memuat kata “fasik”, sedangkan kata “munafik” ada 55 ayat. Ketiga, jika orang kafir disamakan juga dengan orang zalim (QS al-Baqarah: 254), maka jumlah kata “kafir” juga pasti bertambah. Dalam Al-Qur’an ada 200 ayat yang terdapat kata “zalim”.
Dari
gambaran perbandingan di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa sekalipun
jumlah surah dan ayatnya sedikit, namun justru kata “kafir” jauh lebih banyak
terdapat dalam surah Madaniyyah. Pertanyaannya adalah kenapa? Mengapa ayat
“kafir” lebih banyak dalam surah Madaniyyah daripada surah Makkiyyah?
Jika
dibuatkan kajian historis, kita dapat mengetahui bahwa surah Makkiyyah adalah
surah-surah yang turun di Mekkah, sebelum Muhammad melakukan hijrah. Artinya,
wahyu Allah itu disampaikan ketika Muhammad baru memulai karyanya sebagai nabi
dan utusan Allah. Saat itu, di Mekkah sudah ada agama-agama lain, sementara
suku-suku Arab sendiri belum memiliki agama khas. Wahyu-wahyu Allah ini hendak
dijadikan dasar pembentukan agama islam. Karena itu, surah-surah yang turun di
Mekkah terbilang lebih banyak daripada yang turun di Madinah. Awalnya kata
“kafir” ini tidak ditujukan kepada pemeluk agama lain, seperti orang Yahudi dan
Nasrani, melainkan kepada orang Arab. Awal misi Muhammad adalah menarik orang
Arab. Selain itu, kata “kafir” digunakan juga untuk merujuk kepada orang “yang
melawan Allah” dalam kisah Nuh, Yusuf yang merupakan kisah masa lampau.
Pada
mula perutusannya, Muhammad tampil bak
orang saleh nan berbudi, mengajak sesama Arabnya untuk meninggalkan kepercayaan
lamanya dan beralih mengikuti agamanya. Muhammad menyebut kepercayaan lama itu
sebagai kafir, dan memberikan gambaran nasib buruk yang akan menimpa mereka.
Sangat kental kata “azab”, dan “celaka” yang dikaitkan dengan kekafiran (dalam
“Ayat Kafir dalam Surah Makkiyyah”
kata “azab” muncul sebanyak 16 kali dan 4 kali kata “celaka”). Di sini Muhammad
mau membangun ketakutan dalam diri orang Arab sehingga mereka akhirnya
meninggalkan kepercayaan lamanya dan menjadi islam. Untuk mendukung wartanya
ini, Muhammad menampilkan nasib orang kafir dalam kisah Nuh dan kisah lainnya. Dengan
cara ini secara tidak langsung Muhammad mendapat dukungan dari orang-orang
Yahudi dan Nasrani, ketika orang Arab bertanya soal kisah Nuh, karena kisah Nuh
yang disampaikan Muhammad terinspirasi dari tradisi Yahudi dan Nasrani.
Karena
masih ada penolakan, Muhammad mulai melebarkan wartanya kepada orang Nasrani
dan Yahudi. Muhammad menyapa kedua kelompok ini sebagai Ahli Kitab. Akan
tetapi, penolakan tetap diterima Muhammad. Dalam Al-Qur’an kita mengetahui
alasannya, yaitu tidak adanya mukjizat yang dilakukan Muhammad (QS al-Ankabut:
50) serta tidak ada hal baru yang dibawa Muhammad (QS al-Anam: 25). Terkait
yang terakhir ini, Muhammad hanya terkesan mengulangi kembali apa yang sudah
diketahui oleh orang Yahudi dan Nasrani, dan sayangnya apa yang disampaikan
Muhammad itu tidak seperti yang diketahui orang Yahudi dan Nasrani. Kesalahan
itu menjadi dasar kuat penolakan orang Nasrani dan Yahudi atas kenabian
Muhammad. Penolakan tersebut membuat akhirnya Muhammad kerap menyematkan juga
kata “kafir” kepada kedua kelompok ini. Tidak hanya menyebut mereka kafir,
Muhammad juga menuduh bahwa orang Nasrani dan Yahudi telah memalsukan Injil dan
Taurat.
Sementara
itu surah Madaniyyah adalah surah-surah yang turun ketika Muhammad sudah berada
di Madinah (setelah hijrah). Saat tiba di Madinah, di sana juga sudah ada agama
Yahudi dan Kristen. Mungkin karena sudah terlebih dahulu mendapat informasi
dari Mekkah, bukan tidak mustahil Muhammad langsung mendapat penolakan. Dasar
penolakan masih sama seperti penolakan di Mekkah, dengan penambahan alasan baru,
yaitu kehidupan seks Muhammad yang terlihat dari menikahi anak usia 6 tahun dan
jumlah istri yang sangat banyak. Hal ini bertentangan dengan gambaran nabi atau
utusan Allah dalam agama Yahudi dan Nasrani. Karena itu, dapat dipastikan bahwa
Muhammad tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk menyematkan kata “kafir” kepada
orang Nasrani dan Yahudi.
Kata
“kafir” (dan juga “kekafiran”) dalam Al-Qur’an merujuk pada orang, keadaan dan
juga sifat. Jika diperhatikan baik-baik (silahkan baca “Ayat Kafir dalam Surah Makkiyyah” dan “Ayat Kafir dalam Surah Madaniyyah”) terlihat jelas bahwa kata itu
mempunyai nada kebencian dan permusuhan. Ketika menyebut kata itu, ada rasa
benci dan bermusuhan pada diri orang yang menyebutkannya. Orang kafir tidak
hanya dilihat sebagai musuh Allah, tetapi juga musuh orang islam. Nada
kebencian dan permusuhan itu sangat terasa kentalnya dalam surah Madaniyyah.
Hal ini terlihat dari kata-kata “membinasakan”, “memusnahkan”, “perangi” dan
juga aksi untuk membunuh orang kafir. Jika dalam surah Makkiyyah terdapat 16
kali kata “azab”, dalam surah Madaniyyah ada 21 kali, dan masih ditambah 12
kali kata “neraka’ yang dikaitkan dengan orang kafir.
Berikut
ini beberapa fakta menarik tentang kata “kafir” dan “kekafiran” yang ada dalam
Al-Qur’an, baik surah Makkiyyah maupun Madaniyyah.
1. Orang
kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan ditimpa azab yang pedih dan
berat (ada 37 ayat).
2. Neraka
merupakan tempat tinggal orang kafir (ada 26 ayat)
3. Neraka
sebagai bentuk hukuman bagi orang kafir (ada 17 ayat)
4. Orang
kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan dibinasakan (ada 3 ayat)
5. Orang
kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran akan dimusnahkan (ada 1 ayat)
6. Allah
meminta umat islam untuk bersikap keras terhadap orang kafir (5 ayat) dan
memerangi orang kafir (ada 4 ayat)
7. Orang
kafir atau orang yang hidup dalam kekafiran merupakan orang yang pasti mendapat
celaka ( ada 5 ayat)
DEMIKIANLAH
telaah dan beberapa fakta tentang kata “kafir” yang ada di dalam Al-Qur’an.
Jika diteliti lebih lanjut, mungkin proporsi kata “kafir” ini lebih banyak dari
kata lain, yang memiliki makna. Harus dipahami bahwa Al-Qur’an itu adalah
kata-kata Allah SWT. Karena itu, penyebutan kafir berasal dari Allah sendiri. Umat
islam hanya mengikuti apa yang dilakukan Allahnya. Tidaklah salah kalau
kemudian islam diidentikan sebagai agama yang mengkafir-kafirkan umat agama
lain. Adalah aneh jika ada umat islam yang berusaha untuk menghapus kata
tersebut demi terciptanya toleransi dan sikap saling menghargai. Upaya
menghapus kata “kafir” adalah suatu tindakan yang melawan Allah SWT.
Dabo
Singkep, 20 Nov 2020
by: adrian
tolong di refisi kembali lagi & baca kembali al qur'an
BalasHapusTerima kasih atas tanggapannya. Sampai saat ini, revisi yang dilakukan baru pada jumlah surah makkiyyah (87) dan madaniyyah (27). Kalau ada yang lain mohon disampaikan.
HapusTelaah ini berdasarkan alquran terbitan departemen agama edisi revisi 2006. Jika ada kekeliruan, mohon disampaikan biar diskusi kita terbuka.