Dalam
situs hello sehat, fobia dimaknai
sebagai ketakutan yang terus menerus, berlebihan, tidak realistis terhadap
suatu objek, orang, hewan, aktivitas atau situasi. Tidak seperti ketakutan pada
umumnya yang bersifat sementara, fobia adalah kondisi permanen, yang
menyebabkan reaksi fisik dan stres psikologis. Sedangkan dalam situs alo dokter, fobia dipahami sebagai rasa
takut berlebihan terhadap sesuatu yang biasanya tidak membahayakan. Penderita
fobia biasanya akan berusaha untuk menghindari situasi dan objek yang dapat
memicu ketakutan, atau berusaha menghadapinya sambil menahan rasa takut dan
cemas. Sementara dalam situs psikologi hore, fobia itu adalah rasa takut berlebihan terhadap sesuatu. Pada
penderita fobia, ketakutan jauh lebih besar dibandingkan bahaya yang mungkin
muncul. Pemilik fobia tidak hanya mengalami takut, namun bereaksi berlebihan.
Ada satu
kesamaan dari tiga pengertian fobia di
atas, yaitu ketakutan yang berlebihan. Apa yang dimaksud dengan diksi kata “berlebihan”
dalam pengertian itu? Hello sehat memahaminya
dengan “tidak realistis”, sedangkan 2 situs lainnya sama-sama memahaminya
tingkat bahaya lebih kecil dibandingkan dengan ketakutannya. Sekalipun berbeda
dalam uraiannya, namun maknanya sama. Orang yang menderita fobia mengalami
ketakutan, yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Dengan kata lain, secara
normal tidak ada dasar untuk merasa takut, namun bagi orang yang fobia
situasinya menjadi tidak normal.
Terkait
dengan islam, kita mengenal ada 2 istilah fobia, yaitu islamfobia dan
fobiaislam. Akan tetapi, istilah fobiaislam sepertinya kurang populer sehingga
jarang sekali kedengaran. Istilah ini tertutup oleh istilah islamfobia. Istilah
islamfobia dikenakan kepada orang non-muslim yang mempunyai ketakutan terhadap
islam. Ada satu hal yang ditakutkan tentang islam ini, yaitu teror. Tak sedikit
orang non-muslim mengaitkan islam dengan terorisme. Teror ini bisa berbentuk
kekerasan umat islam, ancaman, bom hingga pembunuhan. Semuanya menimbulkan
ketakutan. Orang yang takut inilah kemudian dicap sebagai islamfobia.
Bagaimana
dengan fobiaislam? Jika islamfobia dikhususkan untuk orang non-muslim, istilah
fobiaislam dikenakan untuk orang islam sendiri. Di sini yang mengalami
ketakutan adalah umat islam, dan yang ditakutkan bukan bersumber dari islam
melainkan dari luar islam. Yang ditakutkan itu adalah ancaman terhadap islam;
bahwa islam dimusuhi dan hendak dibinasakan. Orang yang mengalami ketakutan ini
kemudian dicap sebagai fobiaislam. Namun sayang, mereka-mereka ini tenggelam
oleh arus kampanye islamfobia.
Baik
islamfobia maupun fobiaislam sama-sama ada dalam kehidupan ini. Orang non-muslim
yang mempunyai ketakutan terhadap islam itu ada, namun orang islam yang punya
ketakutan akan ancaman terhadap islam juga ada. Seperti yang sudah dikatakan di
atas, islamfobia itu dapat ditemui pada orang-orang yang trauma karena
mengalami, melihat atau bahkan mendengar kekejaman umat islam dalam aksi
terorisme. Namun sayangnya, mereka ini oleh segelintir umat islam, yang mengaku
sebagai islam moderat, mencap mereka sebagai islamfobia. Sepertinya terorisme selalu dikaitkan dengan islamfobia. Para
islam moderat ini selalu mengatakan bahwa islam itu agama damai, rahmatan lil alamin.
Jika
diperhatikan dan dicermati baik-baik, ketakutan orang-orang yang dicap
islamfobia sebenarnya punya dasar. Bagi mereka omongan para islam moderat itu
hanyalah bualan semata, karena tidak sejalan dengan ajaran islam. Artinya,
mereka yang dicap islamfobia sebenarnya bukanlah orang bodoh. Mereka bukan saja
melihat, mendengar dan bahkan mengalami, tetapi mereka juga sudah membaca
sumber utama islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Di sana mereka menemukan ajaran
teror, sehingga tak salah jika dalam benak mereka islam itu adalah agama teror.
Salahkah jika mereka akhirnya takut? Kenapa orang sudah menjadi korban kebiadaban para
teroris islam, masih juga dicap islamfobia? Bisakah islam moderat menghidupkan
kembali sanak keluarga mereka yang mati karena kekejaman islam?
Jadi, ketakutan yang dialami oleh orang yang dicap sebagai islamfobia tidak
berlebihan atau cukup realistis. Mereka takut pada umat islam, karena mereka
meyakini bahwa setiap umat beragama terpanggil untuk melaksanakan perintah
Allahnya, atau menjalankan ajaran agamanya. Demikian pula halnya dengan umat
islam. Pastilah setiap umat islam dipanggil untuk melakukan perintah Allahnya. Nah,
dalam Al-Qur’an ada perintah Allah untuk membuat orang-orang non-muslim
ketakutan. Karena itu, ketakutan pada islamfobia adalah realistis.
Bagaimana dengan ketakutan pada fobiaislam? Seperti yang sudah dijelaskan
di atas, fobiaislam ini diderita oleh umat islam. Mereka mengalami ketakutan
karena ada ancaman terhadap islam. Misalnya, dalam sebuah ceramah keagamaan,
seorang ustad mengatakan bahwa ada usaha-usaha untuk menghancurkan islam. Usaha
itu sudah dimulai sejak anak-anak. Ustad ini kemudian memberi contoh lagu “Balonku
Ada 5”. Meletusnya balon hijau dimaknai sebagai penghancuran islam.
Ustad lain lagi, dalam ceramah keagamaannya, menjelaskan tentang adanya
kristenisasi terhadap anak-anak islam. Dia mengatakan bahwa sejak kecil
anak-anak islam sudah diajarkan lagu “Naik-naik ke puncak gunung”. Bagi sang
ustad, syair lagu tersebut (# naik, naik .... kiri, kanan #) merupakan simbol
salib, yang berarti juga ada unsur kristenisasi. Unsur kristensisasi juga
tampak pada frase “pohon cemara”. Tentang pohon cemara ini sudah lazim
diketahui adanya nasehat orangtua terhadap anaknya untuk tidak mendekati pohon
cemara yang ada di mall-mall menjelang natal.
Contoh lain dapat kita temui pada ketakutan terhadap tanda yang mengarah ke
bentuk salib. Karena itu, di beberapa negara islam dan rumah-rumah sakit islam,
ambulans tidak lagi memakai tanda palang merah (simbol umum), di beberapa
tempat di Riau, umat kristen boleh mendirikan gereja tapi tak boleh pasang
salib, pernah pengusaha Arab yang membeli salah satu klub sepakbola di Eropa,
ingin menggantikan logo klub lantaran ada tanda seperti salib. Masih banyak contoh
lainnya. Intinya adalah adanya ketakutan terhadap simbol kristen ini,
seolah-olah simbol itu akan menghancurkan islam.
Pertanyaan kita adalah apakah ketakutan mereka yang dicap fobiaislam itu mempunyai
dasar? Dapat dipastikan bahwa ketakutan pada fobiaislam adalam berlebihan dan
tidak realistis. Apa yang mereka takutkan sebenarnya tidaklah menakutkan. Ketakutan
terhadap lagu “Balonku Ada 5” sebagai suatu ancaman terhadap islam, atau lagu “Naik-naik
ke puncak gunung” sebagai bentuk kristenisasi, atau ketakutan terhadap tanda
yang mirip seperti salib adalah ketakutan yang mengada-ngada. Dengan kata lain sebenarnya
tidak perlu ditakuti. Apa hubungan pecahnya balon hijau dengan pembinasaan
islam, dan apakah lagu itu dibuat untuk menghancurkan islam? Apakah peristiwa
naik dan melihat kiri dan kanan benar-benar dimaksudkan untuk membuat tanda
salib? Apakah benar salib itu akan menghancurkan islam? Sangat jelas semuanya
tidak terbukti.
Karena itu, antara islamfobia dan fobiaislam, yang mana sebenarnya
menderita fobia? Silahkan Anda jawab sendiri.
Dabo Singkep, 20 Juli 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar