Adalah
seorang anak bernama Toni. Dia baru pulang dari mengikuti Sekolah Minggu di
aula pastoran. Hari itu pelajaran Sekolah Minggu membahas kisah penyeberangan
Laut Merah, yang diambil dari Kitab Keluaran.
Setibanya
di rumah, sang Ibu menyambut dan memeluk Toni. Dia bertanya kepada anaknya apa
yang baru dipelajari dalam Sekolah Minggu. Tanpa ada nada antusias, Toni
mengatakan, “Kisah bangsa Israel menyeberangi Laut Merah.”
“Gimana
kisahnya? Tolong ceritakan, mama pengen dengar,” pinta sang Ibu sedikit
antusias.
Toni
menatap wajah ibunya. Setelah itu barulah dia bercerita. “Bangsa Israel
meninggalkan tanah Mesir, namun Firaun bersama balatentaranya memburu mereka. Mereka
akhirnya sampai ke Laut Merah dan tak dapat menyeberanginya. Sementara itu
balatentara Mesir semakin dekat. Maka Musa segera mengeluarkan walkie-talkienya, dan tak lama kemudian
angkatan udara Israel membomi tentara Mesir, angkatan laut Israel membangun
jembatan ponton sehingga orang-orang Israel itu dapat menyeberang.”
Sang
Ibu terkejut setengah mati. “Begitukah guru agamamu menceritakan kisah itu
kepadamu?”
“Memang
tidak,” aku Toni dengan santai. “Tetapi kalau kuulangi kisah itu kepada mama
dengan cara seperti yang mereka pakai waktu menceritakannya kepada kami, pasti
mama tidak akan mempercayainya.”
Diolah kembali dari Harold
S. Kushner, Derita, Kutuk atau Rahmat: Manakala Kemalangan Menimpa Orang Saleh.
Yogyakarta: Kanisius, hlm 73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar