Kalau orang membaca keempat Injil, tentulah
orang langsung menemukan perbedaan mencolok antara Injil-injil sinoptik, di
satu pihak, dengan Injil Yohanes. Ketiga Injil Sinoptik menampilkan kisah Sang
Penebus secara sederhana dengan menggunakan kesaksian para saksi mata. Sementara itu Injil
Yohanes tidak menampilkan kesederhanaan ala
Sinoptik. Kitab ini telah menjalani proses pematangan dengan bertambahnya umur
Yohanes. Pengalamannya sebagai rasul menggerakkan dia untuk terus-menerus
menginterpretasikan kehadiran Yesus yang telah bangkit dalam Gereja.
Yohanes memiliki tujuan dalam menulis Injil-nya, yakni "Supaya kamu
percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah" (Yoh. 20:31). Iman Gereja
mewartakan Yesus sebagai Putra Allah. Sekalipun kebangkitan Yesus telah
menampakkan bahwa Dia adalah pribadi ilahi, orang masih bisa bertanya bagaimana
dan sejak kapan Yesus menjadi Putra Allah dan sejauh mana Ia diidentifikasikan
dengan Allah. Injil Yohanes menegaskan dengan jelas bahwa Yesus selalu ada
bersama Allah sejak keabadian. Penegasan tentang asal usul Yesus membantu kita
untuk memahami keseluruhan karya Yohanes. Putra Allah yang abadi dan yang telah
menjadi manusia tidak datang hanya untuk mengajar kita bagaimana kita dapat
memperbaiki diri kita, tetapi juga untuk mentransformasikan seluruh ciptaan
menjadi ciptaan baru.
Yohanes tidak menyusun Injilnya dari nol. Ada banyak saksi dan juga
keterangan-keterangan yang telah dikonfirmasikan dibanding dengan Injil-Injil
lain. Tetapi, Yohanes tidak membatasi diri pada ingatannya sendiri. Dengan
berlalunya waktu, ia mengungkapkan dan mengembangkan sabda-sabda Yesus dengan
mengarang wejangan-wejangan dimana Yesus "dengan bantuan Yohanes"
berbicara kepada kita secara aktual.
Injil Yohanes itu kontroversial karena semakin murni suatu kebenaran,
semakin sedikit pula orang yang bisa menerimanya. Oleh karena itu, Injil ini
menimbulkan kontroversi-kontroversi di dalam Gereja sendiri tetapi kemudian
Injil ini diakui sebagai sabda Allah dan sebagai kesaksian apostolik.
Maka InjiI Yohanes ditulis, lalu ditulis ulang dan sangat mungkin baru
diterbitkan sesudah kematian penulisnya, sekitar tahun 95 sesudah Masehi,
sebagaimana diisyaratkan oleh satu alinea kecil yang ditambahkan pada akhir
Injil. Dalam karangan terakhir ini, tampaknya Yohanes mengorganisir Injilnya
seputar tiga kali perayaan Paskah yang terjadi semasa hidup Yesus di depan
umum.
Di sini kita menemukan suatu unsur penting untuk memahami pikiran Yohanes.
Ia menyelesaikan Injilnya 20 tahun sesudah jatuhnya Yerusalem dan Bait Allah ke
dalam tangan tentara-tentara Roma. Seperti Paulus, Yohanes mengetahui bahwa
kebangkitan Yesus membuka suatu zaman baru. Wahyu kepada bangsa Yahudi dan
Liturgi besar di dalam Bait Allah adalah bagian dari masa lampau, tetapi dalam
perjanjian pertama, yang sekarang disebut Perjanjian Lama, ditemukan
kunci-kunci untuk memahami prestasi Yesus. Oleh sebab itu, Yohanes mengingatkan
kita akan pesta-pesta Yahudi dan simbol-simbol keagamaan seperti air, daun
palma, anak domba ..., tetapi ia akan menunjukkan bagaimana simbol-simbol ini
diberi arti baru dalam kehidupan dan liturgi Kristen.
Oleh karena itu, sesudah suatu pembukaan yang disebut pekan penemuan
(sampai 2:16) orang bisa melihat tiga bagian:
- Dalam 2: 17 Yesus pergi ke
Bait Allah, untuk perayaan Paskah: bab 2-5 mengembangkan simbol Bait Allah.
- Dalam 6: 4 perayaan Paskah
disebut lagi dan Yohanes mengembangkan simbol roti.
- Dalam 13: 1 ditemukan lagi
perayaan Paskah untuk ketiga kalinya, ketika Yesus disalibkan pada saat semua
anak domba dikurbankan di Bait Allah. Anak domba adalah simbol ketiga.
Umumnya orang memahami bahwa Rasul Yohanes adalah penulis lnjil ini. Akan
tetapi, ada banyak alasan untuk meragukan bahwa Yohanes Rasul sendirilah yang
menulisnya, tetapi ada sama banyak alasan yang bisa ditemukan yang mendukung
tradisi yang mengatakan bahwa Yohanes RasuI adalah pengarang Injil Yohanes.
Ada suatu alasan yang mendorong beberapa orang untuk mencari penulis lain
yang bukan salah satu dari rasul-rasul. Pesan Yohanes jelas dan menyakiti hati.
Haruskah orang menerima bahwa Dia yang sedari kekal sudah menandai Yohanes dan
mungkin mencintai dia lebih daripada rasul-rasul lain adalah Sang Sabda Allah
sendiri, Allah yang lahir dari Allah? Berani sekali pernyataan ini! Mungkin orang
lebih suka hal seperti ini tidak dikatakan langsung oleh Yohanes tetapi
ditambahkan kemudian oleh seorang teolog. Lebih mudah bagi teolog ini untuk
mengangkat tokoh Yesus sebagai tokoh YANG IDEAL karena, dengan melihat dari
jauh, ia tidak mengalami sepenuhnya kehadiran Yesus yang sangat manusiawi: cara
Yesus melihat, makan, mencuci, dan berbau keringat. Tetapi harus diakui bahwa
ada argumen-argumen kuat yang akan mendorong kita untuk meragukan apakah
Yohanes adalah benar-benar penulisnya. Bagi banyak ahli argumen utamanya ialah:
puluhan tahun telah berlalu antara kisah pertama yang masih segar tentang
karya-karya Yesus dan penulisan wejangan-wejangan yang dibuat kemudian
berdasarkan kisah-kisah itu; dan penulisan ini pun tampaknya kadang-kadang
melupakan tradisi asli. Mungkinkah salah satu dari saksi-saksi Yesus yang
pertama telah merenung sejauh itu?
Sangat mungkin orang yang menyusun wejangan-wejangan dalam Injil Yohanes
pada tahun tujuh puluhan adalah seorang teolog yang tinggal dekat Efesus yang,
menurut tradisi yang sangat tua, menjadi tempat Yohanes menyendiri dan mati.
Minatnya pada liturgi dan Bait Allah membuat kita berpikir mungkin ia seorang
imam. Apakah hal ini cocok dengan pribadi Yohanes putra Zebedeus, seorang
nelayan Tiberias? Mungkinkah visi tentang Yesus sebagai Mesias Putra Allah,
Penebus dunia telah mempengaruhi seluruh pikirannya sehingga ia
mengungkapkannya demikian dalam Injil?
Jawaban terhadap pertanyaan seperti itu banyak tergantung pada pengalaman
masing-masing. Kita mungkin telah bertemu dengan orang-orang beriman yang
adalah teolog yang dapat dipercaya sekalipun mereka tidak pernah menginjakkan
kaki di salah satu universitas. Mereka pernah menjumpai seorang pribadi yang
mengagumkan dan perjumpaan itu sudah cukup untuk membangkitkan bakat-bakat
mereka. Kemudian mereka menjadi salah satu dari beberapa rasul yang selalu
merenungkan peristiwa-peristiwa dan penemuan-penemuan dalam karya pelayanan
mereka, selalu bersemangat memahami jalan-jalan Allah. Apakah mereka butuh
beberapa buku, beberapa teman untuk membantu mereka mematangkan pikiran mereka?
Allah yang telah memberikan mereka kebijaksanaan akan menuntun mereka memperoleh
bantuan seperti ini.
Bisa jadi Yohanes adalah orang seperti itu, yang sangat dekat dengan Yesus
dan menjadi rasul selama enam puluh tahun. Ia tidak mengikuti sekolah para rabi
seperti St. Paulus. Oleh karena itu, ia tidak menggunakan argumen-argumen yang
rumit, Bagaimanapun juga, tidakkah ia patut disebut seorang teolog karena dia
sungguh mengenal Allah?
diolah kembali dari tulisan 5 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar