Tak lama lagi umat kristiani,
baik katolik maupun protestan, akan merayakan hari raya natal. Secara sederhana
natal dipahami dengan peristiwa kelahiran Yesus Kristus di dunia; dan Yesus itu
diimani sebagai Allah. Karena itu juga, selain sebagai peristiwa kelahiran,
natal juga dimaknai sebagai peristiwa inkarnasi,
Allah menjadi manusia. Pada titik inilah banyak orang, terutama kaum muslim,
tidak menerima hal ini. Mereka bertanya kenapa Allah orang kristen menjadi manusia?
Orang kristen biasanya
mengemukakan alasan biblis dengan mengutip Injil Yohanes, yaitu karena kasih (bdk. Yoh. 2: 16). Allah
mengasihi manusia dan ingin menyelamatkan mereka. Akan tetapi, tetap saja orang
akan bertanya, kenapa harus jadi manusia. Kenapa tidak yang lain? Dan biasanya,
orang kristen akan mengutip penjelasan Rasul Paulus, “Siapakah yang mengetahui
pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasehati Dia?” (1kor 2: 16). Di sini Paulus
mau menyatakan bahwa peristiwa inkarnasi adalah peristiwa iman, bukan peristiwa
akali. Tidak ada manusia di dunia ini yang dapat menyelami misteri Allah yang
mahakuasa. Allah mau jadi apa saja adalah kewenangan mutlak Allah, karena Dia
mahakuasa. Mana mungkin ada manusia yang mengatur-atur Allah: tak boleh jadi
ini, harus begini dan begitu. Jika demikian, siapa yang sebenarnya berkuasa:
Allah atau manusia?
Kenapa Allah menjadi
manusia, kini menjadi pertanyaan yang tak dapat dipahami jawabannya oleh akal
budi kebanyakan orang. Akan tetapi, sangat menarik membaca cerita singkat
berikut ini, yang sekilas menjawab pertanyaan tersebut. Semoga ilustrasi ini bermanfaat.
Pada suatu ketika, ada suatu keluarga petani di negeri 4 musim.
Sang suami tidak percaya kisah tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia. Kalau saya adalah Allah, saya tidak akan mau menjadi merendahkan diri menjadi manusia, demikian pikirnya. Menurutnya itu adalah tindakan konyol.
Sang suami tidak percaya kisah tentang Yesus, Allah yang menjadi manusia. Kalau saya adalah Allah, saya tidak akan mau menjadi merendahkan diri menjadi manusia, demikian pikirnya. Menurutnya itu adalah tindakan konyol.
Oleh karena itu, dia tidak mau pergi bersama istri dan anak-anaknya ke gereja untuk merayakan
natal. Saat itu
musim dingin. Dia sendirian di rumah, duduk menonton televisi sambil
membaca-baca koran dengan ditemani secangkir kopi. Sementara di luar salju turun semakin deras.
Tiba-tiba dia mendengar suatu suara benturan dari arah ruang keluarga. Dan
kembali ada suara benturan beberapa kali. Dengan bergegas dia ke ruang depan untuk mencari tahu sumber benturan itu. Ketika ia membuka pintu,
ia melihat beberapa ekor burung yang
kedinginan dan linglung setelah menabrak kaca jendela. Ternyata mereka
tersesat di tengah hujan salju deras dan berusaha masuk ke rumah melalui
jendela.
“Burung-burung ini tidak akan selamat di tengah badai salju seperti
ini,” demikian pikirnya, “Tetapi ada sesuatu yang bisa aku lakukan.”
Petani itu
mempunyai gudang atau lumbung
tak jauh dari rumahnya, persisnya di samping rumah. Petani itu berpikir, seandainya burung-burung tersebut bermalam di sana, mereka
bisa tetap hangat dan selamat dari badai salju.
Setelah memakai jaket musim dingin, dia keluar rumah, membuka pintu gudang
dan menyalakan lampunya. Petani itu berteriak-teriak agar burung-burung itu datang
kepadanya. Tetapi ternyata burung-burung tersebut tidak masuk ke dalam lumbung
yang hangat seperti harapannya.
Lalu muncul ide
lainnya. Dia mencoba menarik perhatian burung-burung tersebut dengan menaburkan
biji-bijian sampai ke lumbung. “Mungkin dengan umpan makanan, burung-burung
tersebut mau berjalan menuju ke lumbung dan tinggal di sana,” pikirnya.
Tetapi
burung-burung tersebut tetap saja tidak tahu apa yang sedang diusahakannya. Lalu
petani itu berdiri dekat burung-burung itu, mencoba meniru kepak-kepak sayap
burung dan meniru suara burung supaya mereka mau mengikutinya. Lagi-lagi
usahanya tidak membuahkan hasil.
Di tengah rasa
frustrasinya, dia bergumam, “Seandainya aku bisa menjadi burung, sebentar saja,
pasti aku bisa memimpin dan meyakinkan mereka masuk ke dalam lumbung, dan mereka
akan SELAMAT dari badai ini dan tetap HIDUP.”
Tiba-tiba terdengar suara pujian gereja di kejauhan. Sang petani pun
terperangah dan dia lalu berlutut. Dia teringat pada cerita Natal dan sekarang
cerita tentang Allah yang menjadi manusia menjadi lebih masuk akal baginya. Jelas cara
terbaik untuk membawa manusia pada keselamatan yang dijanjikan Allah adalah dengan Allah
merendahkan diri-Nya menjadi manusia betapapun mustahil ini
bagi banyak orang.
Dengan demikian pesan-pesan Allah menjadi lebih jelas dan lebih baik dan
manusia lebih dapat memahaminya. Sehingga dengan demikian manusia memperoleh keselamatan, yang
adalah hidup kekal.
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar