Pernah terjadi di media sosial seseorang menulis di akun facebook-nya: “Islam itu agama penipu.” Sontak saja status tersebut mendapat komentar atau tanggapan negatif, yang umumnya berasal dari umat islam. Ada yang mengumpat dengan menggunakan kata-kata babi dan anjing (meski 2 binatang itu termasuk haram/najis dalam agama islam. Tentang hal ini silahkan baca “Babi dalam Islam” dan “Anjing dalam Islam”). Ada yang mengutuk. Ada juga yang menanggapi dengan menulis, “Semoga kamu segera mendapat hidayah”, atau “Semoga azab Allah swt ditimpakan padamu”, dan kalimat-kalimat lain yang senada. Ada pula yang mengaitkan dengan orang Kristen dan/atau zionis Yahudi yang dianggap selalu memusuhi islam. Namun ada juga yang berusaha menyadarkan bahwa status tersebut bertujuan mengadu-domba.
Yang jelas tidak ada satu orang pun yang berusaha menanyakan kepada pemilik akun facebook itu soal dasar dari pernyataannya. Kenapa dia mengatakan bahwa islam itu agama penipu atau pembohong. Karena tidak ada yang bertanya, maka kami mencoba berusaha menggalinya sendiri.
Penelusuran pertama kami lakukan pada umat awam. Kami mencoba memperhatikan akun-akun umat islam (identifikasi dari nama pemilik akun). Jamak ditemui status-status dari akun-akun tersebut yang bernuansa kebohongan dan pembohongan. Misalnya, pernah ditampilkan foto tapak kaki ukuran besar atau helaian rambut panjang atau baju putih ukuran super, lalu dikatakan bahwa semua itu milik Nabi Muhammad saw. Kemudian dikatakan, ketik kata ‘amin’, maka anda mendapatkan anugerah. Menanggapi status ini, ada begitu banyak orang mengetik kata “amin”.
Ada beberapa akun facebook menampilkan aksi seorang pemuda berjalan di atas sungai yang disaksikan puluhan orang, tetapi dalam statusnya ditulis, “Subahana, pemuda Palestina bisa berjalan di atas air”, atau “Luar biasa, seorang pemuda muslim mampu berjalan di atas sungai.” Kemudian dia meminta orang untuk mengetik kata “amin” atau menekan tombol “like”. Menanggapi status tersebut, ada begitu banyak orang mengetik kata “amin” atau menekan tombol “like”. Namun ada juga yang berusaha membuka mata dan otak orang lain dengan mengatakan bahwa tayangan itu adalah aksi pesulap, yang sama sekali bukan orang Palestina dan bukan pula orang islam.
Contoh
lain lagi dapat diperhatikan dua gambar di samping ini. Yang atas gambar masjid
di tengah laut, lalu dikatakan itu dari peristiwa tsunami Palu 28 September
lalu, satunya lagi ada dua kategori gambar: di atas gambar ka’bah dan di bawah
gambar wajah orang yang kena penyakit aneh. Kedua gambar ini sama-sama mengajak
orang untuk mengetik kata “amin” dan membagikan gambar tersebut agar
mendapatkan rezeki; gambar wajah orang yang kena penyakit aneh merupakan bentuk
ancaman jika tidak bantu menyebarkan.
Masih
banyak lagi kebohongan dan pembohongan yang dapat dijumpai di media sosial facebook ini. Kebohongan dan pembohongan
itu dilakukan dengan kesadaran dan kesengajaan, tapi mungkin yang melakukan itu
tidak tahu kalau yang dibuatnya adalah kebohongan; mereka mungkin menyadari
bahwa apa yang dilakukannya merupakan sebuah kebaikan dan kebenaran. Kebohongan
ini berbeda dengan kebohongan yang jamak juga dijumpai di facebook, misalnya seperti kebohongan Ratna Sarumpaet. Kebohongan yang dibuat oleh
saudara-saudari islam ini dilakukan dengan menggunakan atribut agama islam.
Di
media massa juga banyak dijumpai kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh umat
islam. Ada beberapa mualaf terkenal yang melakukan kebohongan publik, baik di media
massa maupun pada kesempatan-kesempatan seminar atau ceramah. Kita kenal Hj
Irene, Ustadz Samudra, Felix, Yahya, dan masih banyak lagi. Hj Irene mengaku
dirinya mantan suster dan ahli kristologi. Ustadz Samudra dan Yahya (sebelumnya
mengaku bernama Yohanes Pembaptis) mengaku mantan pastor, sedangkan Felix
mengaku sebagai frater, anak mantan petinggi PGI yang kuliah di Vatikan.
Kebohongan-kebohongan yang mereka buat bukan hanya sebatas pengakuan identitas
dirinya saja, melainkan juga apa yang mereka sampaikan kepada siapa saja,
khususnya kepada umat islam. (lebih lanjut mengenai mualaf yang berbohong
silahkan klik di sini).
Salah
satu kebohongan terbesar yang dilakukan umat islam di media massa adalah soal
Paus Benediktus XVI yang masuk islam (jadi mualaf). Berita tokoh besar masuk
islam kerap dijumpai di media-media islam, yang biasanya diteruskan di media
sosial. Misalnya Christian Ronaldo. Bahkan ada media online memberi judul berita yang cukup sensasional: “Ternyata Yesus
Itu Islam. Banyak Orang Kristen Kecewa.”
Melihat
begitu banyaknya umat islam yang suka berbohong dengan menggunakan atribut
agama islam, dapat mengindikasikan bahwa kebohongan menjadi bagian dari hidup
umat islam. Namun, menjadi pertanyaan dari mana kebiasaan berbohong itu
diperoleh? Ibarat pepatah “buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, kebiasaan
berbohong umat islam ini tentulah tak lepas dari peran mereka yang ada di
atasnya, yakni para ulama. Akan tetapi, apakah benar para ulama itu punya
kebiasaan berbohong? Apakah ada dasar untuk membenarkan pernyataan ini?
Tentulah
untuk menjawab pertanyaan di atas diperlukan sebuah penelitian mendalam. Namun
kita dapat memakai pengakuan seorang muslim tentang ulama. Adalah DR Nader
Poerhassan, yang pada tahun 2002 menulis sebuah buku dengan judul The Corruption of Moslem Minds. Buku ini
berisi refleksi Nader yang sangat mendalam, jujur dan apa adanya tentang islam,
terutama para ulama. Dalam bukunya itu, ada satu pernyataan yang merupakan sebuah
kesimpulan, bahwa selama ini ulama telah berbohong kepada umat muslim.
Jadi,
kebohongan yang dilakukan oleh orang islam tidak hanya terjadi pada kalangan
bawah (awam) saja, melainkan juga di kalangan atas (ulama). Mark A Gabriel,
pada bab 12 dari bukunya Islam and Terrorism, membuat kesimpulan bahwa kebohongan dan penipuan adalah bagian
dari pola pikir islami. Menjadi pertanyaan adalah dari mana teladan kebohongan
itu mereka peroleh. Siapakah yang telah memberikan contoh atau mengajarkan hal
demikian? Dalam islam Muhammad adalah teladan tingkah laku yang sempurna (bdk
QS Al-Ahzab: 21), sosok sempurna yang harus diikuti dan dicontohi; bukan cuma
ajarannya yang musti diikuti, tapi juga perbuatan-perbuatannya. Adakah indikasi
kebohongan pada diri Muhammad sehingga umat islam mengikutinya?
Menilik
sejarah hidup Muhammad, ada begitu banyak kasus kebohongan yang terjadi. Karena
hidup Muhammad tak lepas dari peperangan, maka satu pernyataannya yang menarik
adalah “Perang adalah penipuan” (ini menjadi judul bab dari buku Robert Spencer
dengan judul The Truth about Muhammad).
Ketika Maslama dan 3 orang temannya hendak membunuh Ka’b bin al-Ashraf, karena
selalu mengkritik Muhammad, mereka minta izin untuk berbohong pada Ka’b, dan
Muhammad mengizinkan mereka. Hal yang sama terjadi pada peristiwa pembunuhan
Sufyan bin Khalid, ketua bani Lihyan di Urana. Abdullah bin Unays, orang yang
dipercaya untuk melakukan tugas tersebut, meminta izin dari Muhammad untuk
melakukan kebohongan dan penipuan dalam melaksanakan tugasnya, dan Muhammad
memberinya izin.
Sangat
menarik juga jika mengetahui kisah Amar bin Yasser, salah satu sahabat Nabi Muhammad.
Dia pernah ditangkap dan disiksa oleh suku Quraish. Dia dapat dibebaskan jika
dia menyangkal Muhammad dan islam, dan hal itu dilakukannya. Setelah dia
kembali ke kelompok Muhammad, dia menceritakan peristiwa itu, termasuk telah
menyangkal Muhammad dan islam. Bukan mendapat amarah, Yasser malah mendapat
peneguhan. Muhammad mengatakan jika hal itu terjadi lagi padanya ia harus
melakukan hal yang sama tanpa perlu malu. Peristiwa serupa terjadi juga pada Abdullah
bin Anis Aljohani ketika diutus untuk membunuh salah satu musuh Muhammad, yakni
Sha’ban bin Khalid al-Hindi. Untuk memudahkan misinya, di hadapan al-Hindi,
Aljohani melakukan kebohongan dengan mengutuki Muhammad dan pengikutnya (baca Islam and Terrorism, 79).
Menilik
riwayat hidupnya, dapat disimpulkan bahwa Muhammad adalah sosok pembohong.
Sebenarnya hal ini bukan merupakan hal yang baru. Tabari mengungkapkan bahwa
Umar bin Khattab pernah menyebut Muhammad sebagai pembohong. Dan orang-orang
kafir pada masanya (mungkin orang Arab pra-islam, Nasrani atau juga Yahudi)
mengatakan Muhammad sebagai pembohong dengan menggunakan al-quran; dengan kata
lain, al-quran adalah kebohongan yang dilakukan Muhammad (bdk. QS Al-Furqan: 4
– 6). Peristiwa peracunan terhadap Muhammad, yang dilakukan oleh istrinya yang
Yahudi, juga terkait dengan kebohongan. Sang istri ingin membuktikan apakah
Muhammad itu sungguh seorang utusan Allah atau hanya sekedar pembohong. Orang
Yahudi dan Kristen menolak kenabian Muhammad karena kebohongan-kebohongan dalam
wartanya. Standar penilaian mereka adalah alkitab, dan ternyata warta Muhammad
tidak sama dengan apa yang tertulis dalam alkitab.
Jadi,
kebohongan yang terjadi pada umat islam, baik di kalangan awam maupun ulama,
mungkin diturunkan dari Nabi Muhammad, sebagai teladan sempurna. Umat islam,
baik itu kaum ulama maupun awam, tidak hanya mengikuti cara berpakaian atau
janggut nabi, tetapi juga pengajaran dan perbuatannya. Karena itu, seandainya
Muhammad mengajarkan soal penipuan atau mengizinkan pembohongan, maka umat
islam pun akan mengikutinya.
Hingga
di sini kita dapat menemukan bahwa kebohongan dalam dunia islam begitu
mengakar. Kebohongan itu tidak hanya ada pada umatnya saja, melainkan juga pada
nabi yang paling disanjung dan diagungkan. Karena itu benar apa yang dikatakan Mark
Gabriel bahwa kebohongan dan penipuan adalah bagian dari pola pikir islami. Menjadi
pertanyaan, apakah Allahnya juga demikian?
Bukan
tidak mustahil kalau Allah islam ini adalah pembohong, suka menipu. Surah
An-Nisa ayat 142 berisi pengakuan Allah sendiri, “Sesungguhnya orang munafik
itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah
yang menipu mereka.” Allah bukannya menegur umat yang hendak menipu-Nya
atau memperbaiki kesalahan mereka, tetapi malah membalas menipu atau berbohong.
Hal ini bisa terjadi kalau karakter pembohong itu ada pada Allah. Kata-kata
Allah swt dalam surah An-Nisa itu mirip dengan pernyataan yang lazim, “Masak pembohong dibohongi.” Dari sini
dapat dikatakan bahwa Allah swt adalah penipu atau pembohong. Kita dapat
mengajukan beberapa bukti kebohongan Allah, yang terdapat dalam al-quran (kita
pakai asumsi bahwa al-quran itu kitab yang berasal dari Allah).
Pertama, soal
teori geosentris. Dalam al-quran Allah mengatakan bahwa matahari beredar pada
orbitnya (dan mungkin mengelilingi bumi). Hal ini dapat dibaca di QS Ibrahim:
33, QS Al-Anbiyas: 33, QS Ar-Rahman: 5 dan QS Yasin: 38, 40. Tentulah hal ini
suatu kebohongan, karena ternyata matahari tetap (tidak bergerak) pada
titiknya, sedangkan bumi beredar pada orbitnya. Kedua, soal kematian Yesus. Dalam al-quran Allah mengatakan bahwa
yang mati di kayu salib itu bukan Yesus (Isa putera Maryam), melainkan orang
yang menyerupainya (QS An-Nisa 157). Padahal catatan sejarah dari para
sejarahwan Yahudi dan Romawi (mereka bukan orang Kristen) juga para murid Yesus
menegaskan bahwa Yesus sungguh mati di kayu salib. Jadi, di sini tampak nyata
Allah swt telah berbohong.
Demikianlah
rentetan kebohongan atau penipuan yang terjadi dalam dunia islam, dimulai dari
umat awam hingga Allah swt. Dari sini patutlah diambil satu kesimpulan bahwa
agama islam itu penipu atau pembohong; atau kalau mau lebih halus lagi, meminjam
kata-kata Mark Gabriel, bahwa kebohongan dan penipuan adalah bagian dari pola
pikir islami. Dan mungkin inilah yang menjadi dasar pernyataan islam itu agama
pembohong yang ada pada akun fecebook yang
menjadi topik bahasan ini.
Lingga,
15 Juli 2019
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar