Iman
adalah urusan hati nurani setiap pribadi manusia. Karena dia merupakan soal
hati, maka menentukan agama apa yang diimani merupakan sebuah pilihan, bukan
paksaan. Karena itu, Gereja Katolik, lewat dokumen konsili Vatikan II, melarang
umat katolik memaksa orang lain memeluk iman katolik dengan iming-iming
tertentu (bdk. Dignitatis Humanae: 2,
4). Akal budi membantu hati nurani dalam menetapkan pilihan itu.
Akan
tetapi, masih ada juga terjadi bahwa iman merupakan juga urusan perut. Hanya dengan modal lembaran
rupiah, orang dapat membeli iman seseorang. Hal inilah yang diangkat blog budak-bangka
dua tahun lalu, persisnya hari ini, 10 Juni 2017, lewat judul tulisan “Ketika Iman Dijual Demi Lembaran Rupiah”. Tulisan
tersebut bukan lahir dari pemikiran kosong, melainkan berangkat dari fakta
situasi kehidupan. Fakta kehidupan itu kemudian direfleksikan, dan hasilnya
ditawarkan kepada para pembaca sebagai sebuah pencerahan.
Dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan, tulisan 2 tahun lalu
itu diurai dengan tidak terlalu panjang membuat pembaca hanya membutuhkan waktu
singkat untuk membacanya. Karena berangkat dari fakta kehidupan, tulisan
tersebut juga memakai gaya bahasa narasi dengan alur yang mengalir. Penulis memaparkan
gagasannya dengan ringkas, padat dan bernas supaya pembaca langsung menemukan
intisarinya.
Apa
dan bagaimana isi tulisan tersebut? Langsung saja temukan jawabannya dengan
klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar