Mengikuti
perayaan ekaristi pada hari Minggu merupakan suatu kewajiban bagi umat katolik.
Kewajiban ini tertuang dalam sepuluh perintah Allah (kuduskanlah hari Tuhan)
dan lima perintah Gereja (ikutilah misa pada hari Minggu dan hari raya wajib
lainnya). Memang sebenarnya kata “wajib” kurang tepat dikenakan pada mengikuti
aktivitas ini, karena ekaristi sebenarnya adalah kebutuhan.
Di kebanyakan
gereja di Indonesia, perayaan ekaristi hari Minggu diselenggarakan pada Sabtu
sore. Pelaksanaan misa pada Sabtu sore ini terjadi karena beberapa faktor seperti
keterbatasan tenaga pastoral (imam) dimana jumlah gereja yang dilayani cukup
banyak atau umatnya sangat banyak sehingga gereja tak mampu menampung sekali
untuk satu misa.
Akan
tetapi pelaksanaan misa pada Sabtu sore sering menimbulkan pro – kontra di
tengah umat. Masih ada umat yang berpikir bahwa perayaan ekaristi yang diadakan
pada Sabtu sore tidak sama nilainya dengan ekaristi hari Minggu. Dengan kata
lain, umat yang ikut perayaan ekaristi hari Sabtu sore belum melaksanakan
kewajibannya untuk menguduskan hari Tuhan dan mengindahkan perintah Gereja. Karena
itu, umat yang ikut misa pada Sabtu sore harus mengikuti juga misa atau ibadat
pada Minggu pagi.
Pendasaran Ekaristi Sabtu Sore
Pertama-tama
harus disadari bahwa Gereja Katolik tidak hanya memakai perhitungan penanggalan
berdasarkan pergerakan matahari (solar
system) saja, melainkan juga bulan (lunar
system). Jika solar system menghitung
hari dimulai dari pukul 24.00 atau pukul 00.00, hitungan hari berdasarkan sistem
pergerakan bulan dimulai dari sore hari ketika matahari mulai terbenam.
Adakah
dokumen-dokumen Gereja yang menunjang pendasaran ekaristi pada Sabtu sore ini?
Dokumen
General
Norms of the Liturgical Year and the Calendar mengatakan begini: “Hari
liturgis dihitung dari tengah malam ke tengah malam, tetapi pemenuhan kewajiban
pada Minggu dan Hari Raya dimulai dari
sore hari sebelum hari tersebut.” Kutipan dari dokumen ini sejalan dengan
apa yang diungkapkan dalam Kitab Hukum
Kanonik. Dalam kan 1248 §1 dikatakan, “Perintah untuk ambil bagian dalam
Misa dipenuhi oleh orang yang menghadiri misa dimana pun misa itu dirayakan
menurut ritus katolik, entah pada hari raya itu atau pada sore hari sebelumnya.” Kutipan kanon ini kembali ditegaskan
dalam Katekismus Gereja Katolik no.
2180.
Kanon
di atas hendak melengkapi apa yang telah dinyatakan dalam kanon sebelumnya. Pada
kan. 1247 dikatakan, “Pada hari Minggu dan pada hari-hari raya wajib lain, umat
beriman berkewajiban untuk ambil bagian dalam misa…” Dengan kata lain, dua
kanon di atas mau menegaskan bahwa merayakan ekaristi pada Sabtu sore (sore hari sebelum hari berikutnya) sudah
merupakan pelaksanaan kewajiban perintah Allah dan perintah Gereja.
Paus
Benediktus XVI, pada 22 Februari 2007, mengeluarkan seruan apostoliknya dalam
bentuk sebuah buku yang berjudul Sacramentum Caritatis. Dokumen ini menjelaskan soal sakramen ekaristi. Dalam dokumen
itu Bapa Paus mengatakan, “… mengenali Sabtu sore, dimulai dari doa Vespers
yang pertama, adalah sudah merupakan bagian dari Minggu, dan waktu dimana
kewajiban hari Minggu dapat dilakukan …” (no. 73). Jadi, merayakan ekaristi pada hari
Sabtu sore sama nilainya dengan merayakan ekaristi pada hari Minggu. Apa yang dikatakan Paus Benediktus mirip seperti yang tertulis dalam Norma Koplementer Gereja Partisipatif Keuskupan Pangkalpinang, kutipan dari dokumen Pedoman Tahun Liturgi no. 3: "Hari liturgi dihitung mulai tengah malam sampai tengah malam berikutnya. Kecuali perayaan hari Minggu dan hari raya mulai pada sore hari sebelumnya." (hlm. 119).
Perlu Diwaspadai
Sudah
jelas bahwa mengikuti misa hari Sabtu sore berarti sudah memenuhi kewajiban
menguduskan hari Tuhan. Kebijakan ini dikeluarkan Gereja untuk memberi kesempatan
kepada umat yang karena alasan tertentu tidak dapat memenuhi kewajiban untuk
mengikuti misa pada hari Minggu. Namun perlu diwaspadai agar kemudahan ini
tidak dijadikan alasan melegalkan kemalasan bangun Minggu pagi. Dengan kata
lain, sebenarnya kita bisa merayakan ekaristi pada hari Minggu, namun karena
malas bangun pagi, maka kita memilih misa Sabtu sore.
Jika
itu motivasinya, maka sesungguhnya kita mempunyai sikap batin yang keliru untuk
memenuhi perintah Allah dalam menguduskan hari Tuhan, dan perintah Gereja untuk
mengikuti misa hari Minggu. Untuk menguduskan hari Tuhan, sudah selayaknya kita
mempersembahkan dan mengorbankan waktu dan diri kita seutuhnya kepada Tuhan
dalam kesatuan dengan Gereja-Nya dalam perayaan ekaristi.
Selain
itu, kita juga perlu hati-hati, karena tidak semua misa Sabtu sore dapat
diperhitungkan sebagai misa Minggu. Semua tergantung pada maksud perayaan. Jika
perayaan misa dibuat pada Sabtu sore di rumah keluarga dengan maksud peringatan
arwah 100 hari, tentu tak dimaksudkan sebagai misa hari Minggu. Karena itu,
umat yang hadir tetap terikat kewajiban ikut misa Minggu pada besok harinya.
Dabo,
14 Januari 2019
by:
adrian, diolah dari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar