Tulisan
ini mau memaparkan sikap terhadap kaum perempuan menurut ajaran islam. Jika
dikatakan ajaran islam, maka ada dua sumber pokok, yaitu Alquran, yang memuat wahyu
Allah, dan Hadis, yang memuat pengajaran, sikap dan perbuatan Nabi Muhammad.
Latar belakang tulisan ini adalah kesan bahwa islam selalu dikaitkan dengan
kaum Adam, sementara kaum Hawanya terpinggirkan. Karena itu, tulisan ini
mencoba menggali dan menjawab status kaum wanita dalam dunia islam.
Wanita Lebih Rendah daripada
Pria?
Patut diakui bahwa Nabi Muhammad SAW memberi perhatian
istimewa kepada kaum wanita, khususnya mereka yang miskin dan berstatus janda.
Sang nabi merawat mereka dengan harta rampasan perang dan pajak amal (zakat)
yang dikumpulkan oleh semua orang yang berada di bawah otoritas islam. Selain
itu, satu bentuk perhatian Muhammad terhadap para janda adalah dengan menikahi
mereka. Dari 21 daftar isteri Muhammad, setidaknya hanya dua orang saja yang
tidak berstatus janda, yaitu Aisyah (yang dinikahi Muhammad ketika masih
berusia 6 tahun) dan Zainab (istri anak angkat Muhammad yang masih hidup).
Alquran juga menyebutkan bahwa Allah bersikap adil
terhadap kaum wanita dan pria. Allah memperlakukan sama di antara mereka. Dalam
surah Ali Imran: 195, At-Taubah: 71, Al-Ahzab: 35 dan An-Nahl: 97 terlihat
jelas dikatakan bahwa Allah memberikan rahmat dan pahala kepada pria dan wanita
yang melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan. Tidak ada dikatakan bahwa
pahala pria lebih besar dari wanita. Dan dalam surah Al-Maidah: 38 tampak jelas
perlakuan yang sama dari Allah kepada wanita dan pria yang melakukan kejahatan.
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah”
Akan tetapi, pada bagian lain dari Alquran terlihat
jelas adanya ketimpangan perlakuan terhadap kaum wanita ini. Dalam surah
An-Nisa: 34 dikatakan bahwa laki-laki sedikit lebih unggul dari wanita, karena
Allah telah melebihkan laki-laki atas wanita. Bahkan dalam surah ini seorang
suami boleh memukul isterinya (apakah isteri boleh memukul suami, tidak
tertulis dalam Alquran). Demikian pula dalam surah Al-Baqarah: 228, suami
mempunyai kelebihan di atas isteri.
Dalam Alquran kita bisa menemukan beberapa kelebihan
pria dibandingkan wanita. Beberapa kelebihan itu seperti poligami (QS An-Nisa:
3), warisan dan kesaksian. Dalam hal poligami hanya dikatakan suami boleh
memiliki isteri hingga 4, sementara isteri tidak dikatakan. Dengan kata lain,
poligami itu hanya hak kaum laki-laki.
Dalam urusan warisan, wanita lebih rendah dari pria.
Surah An-Nisa: 11 menegaskan bahwa “Bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan.” Artinya, anak laki-laki mendapat keistimewaan
dalam hal warisan; mereka mendapat lebih banyak dari anak perempuan. Kenapa
dalam hal kebaikan dan kejahatan Allah dapat berlaku sama terhadap laki-laki
dan wanita, tapi terhadap warisan tidak sama?
Selain dalam urusan warisan, dalam urusan persaksian
juga Allah tidak bias berlaku sama terhadap kaum wanita dan pria. Di sini Allah
memberikan perlakukan lebih kepada kaum pria, sehingga terlihat jelas kalau wanita
lebih rendah dari pria. Dalam surah Al Baqarah: 282 dikatakan bahwa jika tidak
ada saksi dua orang laki-laki, maka boleh dipilih seorang laki-laki dan dua
orang wanita. Di sini mau dikatakan bahwa nilai kesaksian dua orang wanita setara
dengan kesaksian seorang pria.
Apa yang ditegaskan oleh Allah soal persaksian
tersebut (sekalipun terlihat jelas ketidak-adilan Allah), kembali ditegaskan
Nabi Muhammad dalam hadis. Dalam Hadis Bukhari, sebagaimana dinarasikan oleh
Abu Said Al-Khudri, dikatakan bahwa nabi berkata, “Bukankah kesaksian seorang
perempuan setengah dari laki-laki?” Wanita menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Ini
adalah karena kurangnya kepandaian seorang perempuan.” Karena itu, pertanyaan
yang sama, kenapa dalam hal kebaikan dan kejahatan Allah dapat berlaku sama
terhadap laki-laki dan wanita, tapi terhadap persaksian tidak sama?
Wanita di Sorga
Rendahnya kedudukan wanita atas laki-laki ternyata
tidak hanya terjadi di dunia ini saja, melainkan juga di dunia akhirat.
Terlihat jelas adanya perlakukan yang tak sama dari Allah terhadap dua jenis
manusia ini. Terhadap kaum pria yang berjuang di jalan Allah disediakan
bidadari cantik yang perawan (QS Ad-Dukhan: 51 – 54; QS Ar-Rahman: 56 dan QS At-Tur: 20; bdk. Hadis Tirmizi), dan kepada kaum pria yang setia
Allah sediakan gadis-gadis montok yang sebaya (QS An-Naba: 33). Tidaklah
demikian dengan kaum wanita yang berjuang di jalan Allah atau pun yang setia.
Di sini tampak jelas bahwa Allah memberi keistimewaan kepada kaum pria.
Adanya perlakukan yang berbeda tersebut
mengindikasikan bahwa ternyata sorga itu lebih diperuntukkan kepada kaum pria.
Hadis Muslim menulis perkataan nabi bahwa “Di antara penghuni sorga, kaum
wanita merupakan kelompok minoritas.” Dan Hadis Bukhari mengutip perkataan nabi
bahwa kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita.
Wanita,
Aurat dan Jilbab
Ada pandangan bahwa wanita biang/sumber dosa. Pangkal
dosa terletak pada auratnya. Yang berdosa di sini adalah kaum prianya. Karena
itulah muncul alasan untuk menutup semua tubuh wanita, sehingga kaum pria tidak
jatuh ke dalam dosa. Dari sini kemudian muncul aturan soal jilbab.
Aturan
jilbab muslimah berbeda-beda, dan para tokoh pendiri empat aliran islam utama
tidak memiliki aturan yang sama. Aliran islam Maliki dan Hanafi mengizinkan
muslimah untuk menunjukkan tangan dan wajah, sedangkan seluruh tubuh
dikerudungi. Aliran islam Shafi’i dan Hanbali menganggap seluruh tubuh wanita
sebagai aurat, dan karenanya wanita wajib menutupi seluruh tubuh, dari ujung
kepala sampai ujung kaki. Sebagian muslim ekstrem pendukung Sunnah Nabi malahan
menganggap suara wanita sebagai aurat sehingga wanita bahkan tidak boleh
berbicara di manapun.
Sekali lagi tampak yang diatur adalah wanitanya,
sedangkan prianya sama sekali tidak. Hal ini terjadi karena pandangan bahwa
wanita itu sumber dosa bagi kaum pria. Konon wanita yang berjalan di hadapan
pria yang sedang shalat dapat menggagalkan shalatnya. Karena itu, tak heran
jika di masjid-masjid letak kaum wanita ada di belakang kaum pria dan dibatasi
dengan kain.
Pemukulan terhadap Wanita
Di atas sudah dikatakan bahwa dalam surah An-Nisa: 34
dinyatakan bahwa seorang suami boleh memukul isterinya. “Perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah
kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah
ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.”
Apa yang diwahyukan Allah ini sudah dipraktekkan Nabi
Muhammad SAW. Salah satu hadis sahih menceritakan pengakuan istri favorit
Muhammad, yakni Aisyah, yang pernah dipukul oleh sang nabi di dadanya. “Dia
memukul dadaku sampai terasa sakit.” (Hadis Bukhari).
Memukul isteri merupakan hal yang dihalalkan dalam
islam apabila termasuk dalam empat kasus berikut ini:
1. Jika isteri tidak mau berdandan atau berhias diri
padahal suaminya menghendaki begitu.
2. Jika isteri tidak mau berhubungan seks dengan suami
tanpa alas an yang diakui islam.
3. Jika isteri disuruh membersihkan diri untuk shalat dan
dia tidak mau.
4. Jika isteri pergi keluar rumah tanpa izin dari suami.
Kesimpulan
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa ada terdapat
dua penilaian terhadap kaum wanita, yang saling bertentangan. Di satu sisi
islam mengangkat harkat martabat wanita, tapi di sisi lain dia juga
merendahkannya. Di satu sisi wanita itu sama kedudukannya di mata Allah, akan
tetapi di lain sisi wanita tak lebih dari obyek kepuasan seks kaum pria, sumber
dosa bagi kaum pria sehingga wanita harus dikekang, dikurung bahkan boleh
dipukul. Semuanya itu berasal dari wahyu Allah (Alquran) dan dipertegas dengan
sikap, perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW.
Semua ini semakin menegaskan kita bahwa islam itu
agama yang berwajah ganda. Berhadapan dengan dunia terorisme, yang
mengatas-namakan islam, kita juga dihadirkan wajah islam yang rahmatan lil alamin. Demikian pula
halnya dengan pandangan terhadap kaum wanita. Ada pandangan yang menyanjung ada
pula yang menghina. Kita tidak bisa menentukan mana yang benar, karena keduanya
adalah benar.
Jadi, pandangan islam bahwa wanita itu setara dengan
pria adalah benar, karena sumbernya adalah Allah sendiri. Allah itu diakui
dengan mahabenar. Akan tetapi, pandangan bahwa wanita itu lebih rendah dan
biang dosa adalah juga benar, karena sumbernya adalah dari Allah dan Rasul-Nya.
Dabo, 01 Februari 2019
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar