Salah
satu tujuan orang menikah adalah mendapatkan keturunan. Ketika menciptakan
manusia pertama, Allah memberkati mereka dan bersabda, “Beranakcuculah dan
bertambah banyak; …” (Kej 1: 28). Ini mau memperlihatkan kehendak Allah, yaitu
keluarga yang diberkati dan kehadiran anak dalam keluarga. Dengan kata lain,
kelahiran atau kehadiran anak dalam hidup rumah tangga adalah kehendak Allah.
Perkawinan
merupakan ikatan perjanjian antara dua pribadi manusia, yaitu pria dan wanita. Perjanjian
nikah mencerminkan kuasa kasih yang luar biasa yang memberi kehidupan dalam
perjanjian dengan cara yang khas. Semua perjanjian yang lain menunjukkan kasih
Allah dan meneruskan kasih Allah, tetapi hanya dalam perjanjian nikah, kasih
itu begitu nyata dan penuh kuasa karena ia menyampaikan suatu bentuk kehidupan.
Kehidupan itu, yang diawali dari pertemuan sel telur dan sperma, bernama anak. Jadi,
anak merupakan perwujudan dan keutuhan perjanjian itu.
Secara
sederhana bisa dikatakan demikian. Setelah menciptakan manusia – Adam dan Hawa –
Allah memberkati mereka. Lalu Allah membuat perjanjian di antara mereka agar
manusia itu melanjutkan karya penciptaan Allah dengan beranakcucu dan bertambah banyak.
Dengan menikah, orang membaharui perjanjian yang pernah Allah sampaikan kepada
manusia pertama. Dengan menikah Allah menggunakannya untuk memberi sesuatu
kehidupan baru.
Alat
kontrasepsi, dari fungsi asalinya saja sudah bertujuan menghalangi tumbuhnya
kehidupan baru. Dengan perkataan lain, alat kontrasepsi bertentangan dengan
kehendak Allah, yang menghendaki kehidupan baru melalui ikatan perjanjian
nikah. John Kippley, dalam bukunya Sex
dan Perjanjian Nikah, mengatakan membaharui perjanjian nikah dan
menggunakan alat kontrasepsi untuk menghancurkan kemungkinan tumbuhnya suatu
kehidupan baru adalah sebanding dengan menerima komuni dalam Perayaan Ekaristi
dan kemudian meludahkannya ke tanah.
Oleh
karena itu, suami isteri kristiani hendaknya melaksanakan kehendak Allah ini
dalam hidup keluarga mereka. Para suami isteri harus menerima setiap kehamilan
dan kelahiran sebagai sebuah pembaharuan janji nikah dan berkat dari Allah. Agar
tidak terbebani secara ekonomi karena banyaknya anak, maka Gereja Katolik
menawarkan solusi Keluarga Berencana Alamiah. Solusi ini sama sekali tidak
seperti alat kontrasepsi. Ia menuntut kerja sama dan sikap saling menghormati
antar suami isteri dalam rencana menghadirkan kehidupan baru. Dengan kata lain,
mereka menjadi tuan atas diri dan keadaan.
Diolah dari Scott
& Kimberly Hahn, Roma Rumahku, hlm 45 - 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar