Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, menasehati para istri ”Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan” (Ef 5: 22). Kenapa Paulus menasehati para isteri begitu? Dasarnya adalah suami itu sebagai kepala rumah tangga. Refleksi Paulus ini menjadi dasar refleksinya pada relasi Gereja dan Kristus. Gereja adalah kita, umat Allah. Kita diajak untuk tunduk kepada Kristus, karena Dia adalah kepala Gereja.
Ada kesan, nasehat Paulus ini tidak adil. Kenapa isteri yang harus tunduk kepada suami? Seharusnya suami juga harus tunduk kepada isteri, karena suami isteri itu setara.
Menjadi persoalan lain adalah bagaimana isteri bisa tunduk jika suaminya bertindak yang tidak pantas. Misalnya, suami selingkuh, suka bersikap kasar (KDRT), suka berjudi, dll. Inilah yang sering dipertanyakan banyak isteri. Gimana bisa saya tunduk kepada suami jika dia menyakiti hati saya dengan perselingkuhan, kekerasan, perjudian atau narkoba. Tentulah para isteri sepakat bahwa jika suaminya bersikap atau berlaku seperti itu, mereka tidak pantas harus tunduk.
Ketika Paulus memberikan nasehatnya itu kepada para isteri, Paulus tahu siapa itu kaum pria, yang dikenal sebagai suami. Paulus sadar bahwa tidak ada manusiaa yang sempurna. Para suami juga tak luput dari kelemahan dan kekurangan. Mereka juga mudah jatuh ke dalam dosa, seperti perselingkuhan, kekerasan, perjudian, narkoba atau dosa lainnya. Namun, sekalipun tahu bahwa suami itu punya kelemahan dan kekurangan, tetap para isteri harus tunduk kepada suami.
Sikap tunduk kepada suami ini bukan berarti mengamini prilaku buruk dan jahat yang telah melukai hati-prasaan isteri. Sikap tunduk diberikan saat suami tampil positif. Namun berarti ketika suami tampil negatif, isteri menjadi tanduk. Artinya, di saat suami tampil negatif, seperti perselingkuhan, kekerasan, perjudian atau narkoba, isteri jangan malah menanduk suami, tapi tetap tunduk. Dan dalam sikap tunduk itu, isteri hendaknya melaksanakan perannya yang paling dasar, yaitu penolong.
Kitab Suci menyatakan bahwa manusia mempunyai tiga penolong dalam hidupnya, yaitu Tuhan, Roh Kudus dan wanita. Tuhan sebagai tentulah bukan hal yang baru. Ada banyak kutipan kitab suci yang menyatakan hal tersebut. Roh Kudus sebagai penolong didasarkan pada janji Tuhan Yesus, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh 14: 16). Dan penolong itu adalah Roh Kudus. Bagaimana dengan wanita? Kenapa wanita berperan sebagai penolong? Kita harus merujuk pada kisah penciptaan. Setelah menciptakan Adam, Allah masih merasa ada yang kurang. Karena itu, Allah menjadikan wanita sebagai penolong (Kej 2: 17 - 22).
Kiranya hal ini menjadi dasar kenapa isteri yang harus tunduk kepada suami, sekalipun suaminya tampil menyakitkan hati. Panggilan dasar seorang wanita adalah penolong. Karena itu, sekalipun suami menyakitkan hati dengan perbuatan-perbuatan yang tidak benar, seorang wanita harus menolongnya supaya kembali kepada yang benar. Dengan ini, wanita telah mengembalikan peran suami sebagai kepala rumah tangga, sehingga dengan demikian isteri akan tunduk kepadanya. Isteri menjadi penolong sehingga suami menemukan potensi baik dalam hidupnya.
Villa Pancawati, Sukabumi, 04 Agust 2018
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar