Ketika
membaca buku Karen A. Barta, yang berjudul Warta
Rohani Injil Markus, pada bagian akhir bab kelima, Karen mengajak kita untuk merefleksikan peristiwa Yesus memberi makan kepada orang banyak. Peristiwa
tersebut dapat dibaca dalam Markus 6: 30 – 44 dan 8: 1 – 10. Sekalipun ceritanya berbeda,
kedua kisah tersebut mempunyai kemiripan atau kesamaan, yaitu:
1. Ada banyak
orang lapar (lima ribu dalam bab 6; empat ribu dalam bab 8)
2. Ada kebutuhan
akan makanan (6: 36; 8: 2)
3. Ada usaha
menghindar dari tanggung jawab (6: 35 – 36; 8: 4)
4. Sumber
makanan terbatas (dalam bab 6 ada 5 roti dan 2 ikan; dalam bab 8 ada 7 roti dan
beberapa ikan)
5. Ada ucapan
syukur (8: 6) dan/atau berkat (6: 41) atas makanan oleh Yesus
6. Para
murid membagi-bagi (6: 41; 8: 6 – 7)
7. Orang
banyak kenyang (6: 42; 8: 8)
8. Ada kelimpahan
(dalam bab 6 ada sisa 12 bakul penuh; dalam bab 8 ada sisa 7 bakul)
Dari
kesamaan di atas, kita melihat adanya “pergerakan mukjizat” untuk menjawab
kebutuhan orang banyak akan makanan. Sumber makanan ada pada para murid. Karena
itu, Yesus mempertanyakan sumber makanan itu pada para murid (6: 38; 8: 5). Mungkin
karena terbatas, para murid merasa apa yang ada padanya tidak cukup untuk orang
banyak; malah dirinya pun akan teracam kelaparan. Karena itulah, awalnya
murid-murid menahan sumber makanan itu. Hanya untuk mereka sendiri. Tapi,
karena Yesus berkata, “Kamu harus memberi mereka makan.” (6: 37; bdk. 8: 2 – 3),
para murid mengeluarkan makanan yang ada pada mereka, yang jumlahnya terbatas. Semuanya
diserahkan kepada Yesus untuk diberkati, lalu dikembalikan kepada para murid
untuk dibagi-bagikan kepada orang banyak. Terjadilah mukjizat!
Tak dapat
dipungkiri, sekarang ini masih ada realitas kelaparan. Sebagaimana kritik Karen
dalam bukunya soal kecenderungan merohanikan topik kelaparan ini (hlm. 65), karena itu kami pun melihat warta ini tidak dari sudut pandang rohani. Teks ini dipakai
untuk menjawab realitas kelaparan. Akan tetapi tidak hanya sebatas urusan perut,
melainkan juga untuk kebutuhan lainnya.
Sama
seperti situasi para murid, sebenarnya sumber makanan dan kebutuhan orang lain ada
pada diri kita. Namun kita selalu merasa yang ada pada kita tidak cukup untuk
memuaskan kebutuhan orang lain. Mungkin kita juga berpikir bahwa jika dibagikan
kepada orang lain, kebutuhan kita sendiri akan terancam.
Akan
tetapi, sebagai murid Yesus, kita disadarkan bahwa kita bertanggung jawab juga
akan kesejahteraan sesama. Tuhan tidak mau kita hanya bahagia sendiri tanpa
peduli akan derita orang lain. Kerajaaan Allah diperuntukkan kepada semua
orang, bukan untuk segelintir orang saja. Tuhan Yesus tidak meminta kelebihan
kita, tetapi apa yang ada pada diri kita, termasuk kekurangan kita.
Yang
melakukan mukjizat bukan para murid; bukan kita, tetapi Tuhan Yesus. Yang penting
kita ikhlas menyerahkan yang ada pada kita, termasuk kekurangan kita, pada
Tuhan. Ketika menyerahkan makanan kepada Yesus, para murid tidak lagi bertanya,
“Bagaimana nasib kami?” Para murid berserah kepada Yesus: terjadilah padaku
menurut kehendak-Mu. Demikianlah pula dengan kita. Biarkanlah nasib kita Tuhan
yang mikirkan, sedangkan kita diajak untuk peduli pada sesama yang membutuhkan
bantuan kita.
Bersama
Yesus kita mohonkan berkat dan syukur atas apa yang telah kita serahkan, dan
kita bagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Yakinlah, mukjizat itu nyata!
Toboali, 3 April 2018
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar