Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak nomor 2 yang diderita kaum
perempuan di Indonesia, setelah kanker payudara. Penyabab utama kanker serviks
adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Umumnya penyakit kanker serviks ini
sedikit sulit dideteksi, karena tidak ada gejala pada pra-kanker serviks.
Pada umumnya perempuan yang terkena kanker serviks menunjukkan sejumlah
tanda seperti berdarah saat berhubungan seks dan keputihan yang tidak
sembuh-sembuh. Jika dua tanda ini sudah ada, atau setidaknya bila penyakit
keputihan sudah mengeluarkan bau tak sedap, adalah sangat baik segera
dilakukan screening.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam British Journal of Cancer menyatakan perempuan yang melakukan hubungan seks di usia muda beresiko dua
kali lebih besar terserang penyakit kanker serviks. Hubungan seksual pada
usia di bawah 17 tahun merangsang tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan
perempuan, karena pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, perubahan sel dalam
mulut rahim sedang aktif sekali. Saat sel sedang membelah secra aktif
(metaplasi) idealnya tidak terjadi kontaks atau rangsangan apa pun dari luar,
termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan. Adanya benda
asing, termasuk penis dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke
arah abnormal. Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan kanker
mulut rahim (serviks). Kanker serviks menyerang alat kandungan perempuan,
berawal dari mulut rahim dan beresiko menyebar ke vagina hingga keluar di
permukaan.
Dr. Silvia Francheschi, orang yang memimpin studi tersebut, mengatakan
perempuan yang melakukan hubungan seks di awal usia 20 tahun beresiko terserang
kanker serviks dibanding dengan mereka yang melakukannya di usia 25 tahun.
Di Inggris, perempuan berusia 25 tahun hingga 40 tahun melakukan sedikitnya
3 kali pengecekan untuk mengetahui ada tidaknya kanker atau virus lain yang
hinggap di tubuhnya. Sementara perempuan berusia 50 hingga 64 tahun melakukan
pengecekan sebanyak 5 kali dalam satu tahun.
Di sisi lain, Dr.Lesley Walker mengatakan bahwa hasil penelitian Dr.
Francheschi itu seharusnya menyadarkan banyak pihak akan pentingnya vaksinasi.
Vaksinasi untuk mencegah HPV itu seharusnya diberikan sejak usia dini. “Bahkan
jauh sebelum para perempuan melakukan hubungan seks, terutama bagi perempuan
yang tinggal di daerah rawan,” ungkap Lesley. Ini tentu saja untuk mencegah
munculnya kanker serviks.
Akan tetapi, vaksinasi akan berdampak pada persoalan moralitas. Vaksinasi
seakan melegalkan anak-anak muda untuk tetap melakukan hubungan seks pra-nikah.
Seharusnya, hasil penelitian ini menumbuhkan kesadaran di kalangan kaum muda,
khususnya perempuan, untuk tidak melakukan hubungan seks di usia muda serta
tidak menikah di usia muda.
sumber:
TEMPO Gaya & PKBI Yogyakarta
baca juga tulisan
lain:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar