Dalam
waktu kurang lebih satu bulan ini Presiden Joko Widodo sangat gencar mengadakan
kunjungan ke beberapa pihak. Safari politik ini dapat dibagi ke dalam dua
kelompok, yaitu sebelum dan sesudah 4 November. Sebelum 4 November, ada kunjungan
ke tempat mantan rivalnya saat pilpres 2014 lalu, Prabowo Subianto, dan mengundang
dua ormas islam terbesar (NU dan Muhammadyah) dan Majelis Ulama Indonesia ke
istana. Sesudah 4 November, Jokowi berkunjung ke markas komando pasukan khusus
(Kopassus) di Cijantung, dan markas Brimob di Kelapa Dua, ke kantor pusat
Muhammadyah dan PBNU. Tidak hanya itu, dalam satu dua hari, Jokowi menerima
ketua-ketua partai politik di istana, di mana salah satunya adalah Prabowo.
Semua
safari politik ini dilakukan di tengah ramainya masalah penistaan agama yang
dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok. Tidak dibutuhkan
keahlian khusus untuk menemukan kaitan antara safari politik dengan kasus yang
menimpa calon Gubernur DKI itu. Seorang awam sekalipun dapat melihat bahwa apa
yang dilakukan oleh Jokowi itu adalah untuk membantu “menyelesaikan” masalah
Ahok.
Dalam
setiap kunjungannya pesan yang disampaikan Jokowi adalah kepentingan bangsa
Indonesia. Baik di hadapan tokoh politik, militer maupun tokoh agama (islam),
Jokowi berbicara soal NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika,
sebagai realitas bangsa ini. Terlihat jelas bahwa Jokowi berharap untuk
mengedepankan kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok. Ada semacam
ketakutan kalau kepentingan kelompok ini mengancam empat pilar bangsa.
Untuk
orang awam yang melek politik, membaca berita safari politik, yang dikaitkan
dengan aksi umat islam menentang Ahok atas penistaan agama, pesan-pesan politik
yang disampaikan Presiden Jokowi itu sangat jelas. Ada ancaman terhadap empat
pilar bangsa. Siapa yang mengancam?
Tak
bisa dipungkiri, pihak yang dapat dikatakan sebagai ancaman bagi keutuhan
bangsa adalah umat islam. Ingat, safari politik Jokowi dikaitkan juga dengan
aksi umat islam menentang Ahok. Aksi umat islam, yang mengecam tindakan Ahok
menistakan Al Quran, memang merupakan wujud konkret umat islam membela agama
islam. Al Quran sendiri, setidaknya dalam empat surah, sudah menyatakan bahwa
umat islam harus membela agama islam.
Adalah
hak setiap umat islam untuk membela agamanya; apalagi membela agama sudah
merupakan perintah dari Allah. Jadi, sebenarnya tidak ada masalah dengan hal
itu. Tapi, kenapa aksi membela agama menjadi ancaman bagi kepentingan bangsa?
Sangat terlihat jelas dalam pembelaan agama itu aksi memaksakan kehendak. Umat
islam hanya memperhatikan masalahnya sendiri, tanpa mau mengedepankan
kepentingan bersama.
Sebenarnya
Ahok sudah mengeluarkan permintaan maaf kepada umat islam. Ahok juga mengatakan
bahwa tidak ada niat untuk menghina islam. Orang waras pun pasti mendukung
pernyataan Ahok ini. Bagaimana mungkin dia mau menghina islam, sementara
wakilnya, para pendukungnya dan kelompok Teman Ahok banyak beragama islam.
Selain itu, banyak kebijakan Ahok, selama jadi gubernur, yang pro islam. Dan
jika dilihat pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu, yang menjadi biang persoalan,
tidak ada kata-kata yang menghina Al Quran.
Jadi,
di balik safari politiknya sangat jelas Jokowi berpesan agar warga menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Pesan ini dipetegas kembali oleh sekitar 97.000
warga sipil dalam parade Bhinneka Tunggal Ika, yang digelar Sabtu (19/11) di
Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta. Aksi serupa juga dilakukan oleh
warga yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan Jawa Timur di depan Gedung Negara
Grahadi Jalan Gubernur Suryo pada hari yang sama. Kedua aksi ini mau menekankan
bahwa Pancasila adalah jiwa rakyat Indonesia, NKRI adalah rumahnya dan Bhinneka
Tunggal Ika adalah pergaulannya.
Sudah
tentu warga yang dimaksud Jokowi di atas lebih ditekankan pada warga islam,
karena merekalah yang “punya” hajatan. Kepentingan mereka sedang “diganggu”, sehingga
mereka terpanggil untuk membelanya. Dan dalam membela inilah terlihat sedikit
masalah. Umat islam seakan memaksakan kehendak, sekalipun masalah kepentingan
mereka sudah diproses hukum. Dari sini orang bertanya, kenapa umat islam begitu
ngotot mempersalahkan Ahok, sekalipun banyak pihak juga mengatakan tidak salah.
Ada yang menilai bahwa ada kepentingan politik dan uang di balik itu.
Semua
hal tersebut terlihat jelas dalam kacamata siapapun. Akan tetapi, sebenarnya
ada pesan tersembunyi di balik safari politik Jokowi. Banyak orang melihat
bahwa ada permainan politik dalam aksi demo umat islam. Target politiknya adalah
Ahok dan Jokowi. Dan dalam permainan politik itu ada juga uang. Uang inilah
yang menggerakkan permainan politik tersebut. Dengan kata lain, dapat dikatakan
bahwa uang telah memainkan umat islam masuk dalam permainan politik segelintir
elite politik untuk mencapai tujuan politiknya.
Lewat
safari politiknya, Jokowi sebenarnya mau mengajak tokoh-tokoh islam dan umat
islam untuk memperlihatkan kemuliaan islam. Agama islam adalah agama yang
mulia. Dalam konteks situasi sekarang, kemuliaan islam dapat terlihat dari
beberapa hal seperti, pertama memaafkan
Ahok secara tulus dan ikhlas. Di sini umat islam hendak disadari bahwa Ahok
sama sekali tidak punya niat untuk menghina Al Quran. Di samping itu, umat
islam juga perlu menyadari bahwa agama islam sendiri sudah melakukan penghinaan
kepada agama lain, khususnya kristen. Dengan memaafkan Ahok, berarti mereka
melupakan masalah Ahok, sebagaimana yang dilakukan oleh umat kristen.
Tentang
memaafkan ini sebenarnya pernah ditunjukkan oleh MUI ketika Ahmad Dhani melakukan
penistaan agama dengan menginjak-injak lafahz Allah. Peristiwa itu terjadi pada
10 April 2005. Waktu itu FPI sudah berencana memperkarakan Ahmad Dhani ke
polisi. Akan tetapi, MUI, bukannya mengeluarkan fatwa penistaan agama,
melainkan justru mengislahkan Ahmad Dhani dengan FPI. Di sini MUI
memperlihatkan kemuliaan agama islam. Nah, kenapa sekarang tidak?
Kedua, berjuang
untuk Indonesia demi terwujudnya rahmatan
lil alamin. Inilah wajah mulia islam. Akan tetapi, beberapa hari terakhir
ini wajah islam yang tampil adalah wajah menakutkan. Ada pemaksaan kehendak.
Mulai dari aksi bela islam jilid satu, dua dan rencananya menyusul jilid tiga.
Memang dikatakan aksi damai, bahkan Habib Rizieq menyatakan bahwa aksi bela
islam jilid tiga adalah aksi super damai. Namun, dalam setiap aksi itu ada
semacam pemaksaan kehendak. Hal inilah yang menakutkan. Belum lagi muncul isu
maker. Jelas, semua ini akan merusak citra kemuliaan islam. Tapi, kenapa umat
bungkam?
Ketiga, bebas
dari kepentingan. Agama merupakan tuntunan bagi manusia yang berasal dari
Tuhan, bukan manusia. karena itu, ia tidak mudah dikendalikan untuk mewujudkan
kepentingan sekelompok orang, karena patokan agama adalah perintah Allah. Namun
yang terjadi saat ini, jika memang benar adanya, seakan bahwa agama islam diperalat
untuk mencapai tujuan segelintir elite politik. Denny Siregar, dalam akun facebook-nya tertanggal 14 November 2016
pukul 22.06, pernah berkata, “Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?”
Hal
ini sungguh merendahkan agama islam. Dengan uang yang ada, umat islam
dikumpulkan. Memang tujuannya membela agama islam, sesuai dengan ajaran Al
Quran. Akan tetapi, di balik itu hanyalah tujuan politik segelintir elite
politik, dan efeknya adalah keindonesiaan. Safari politik seakan mau berpesan
bahwa jika terjadi kehancuran pada bangsa Indonesia ini pastilah tudingannya terarah
pada umat islam.
Demikianlah,
setidaknya tiga pesan tersembunyi dari aksi safari politik Jokowi. Pada intinya
Jokowi hendak mengangkat harkat dan kemuliaan agama islam. Jokowi mau membela
agama islam sebagai agama mulia, yang saat ini sedang dirongrong kemuliaannya.
Ironisnya, yang merongrong kemuliaan agama islam justru umat islam sendiri.
Semoga
umat islam, baik para ulama, MUI dan umat islam lainnya, segera menyadari hal
ini.
by: adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar