RADIKALISME KELANJUTAN ISU INTOLERANSI
Kasus beredarnya buku
pendidikan agama Islam yang berisi ajaran radikal bukan fenomena baru,
melainkan kelanjutan dari isu besar persoalan intoleransi di Indonesia. Setiap
tahun, kondisi intoleransi di sekolah-sekolah mengalami eskalasi peningkatan.
“Kita sangat
prihatin melihat kondisi sekolah yang intoleransinya terus meningkat. Studi ini
beberapa kali sudah dilakukan. Kejadian akhir-akhir ini hanyalah konfirmasi
bahwa betul ada masalah di dunia pendidikan kita,” kata Cendekiawan Muslim,
Budhy Munawar Rachman, Rabu (1/4), di Jakarta.
Seperti
diberitakan sejumlah media massa, di Bandung (Jawa Barat) dan Jombang (Jawa
Timur) beredar buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik Pendidikan Agama Islam
Kelas XI SMA dengan kutipan, diperbolehkan membunuh orang musyrik.
Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama Nur Syam membenarkan adanya peredaran buku yang
mencantumkan aspek historis ajaran kekerasan di dalam agama. Ajaran itu
menimbulkan radikalisme yang tak sesuai aspek antropologis dan sosiologis
Indonesia sehingga buku harus ditarik (Kompas cetak, 1/4).
Menurut Budhy,
pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian
Agama, harus memberi perhatian serius pada masalah ini. Jika ini dibiarkan,
intoleransi yang terus menguat akan berkembang menjadi radikalisme, yang
selangkah lagi akan bertumbuh menjadi terorisme.
Selain
menghentikan peredaran buku-buku yang berisi ajaran radikal, menurut Budhy,
guru-guru agama serta PPKN perlu dibantu untuk bisa mengembangkan paham-paham
toleransi kebangsaan. Mereka juga perlu dilatih mengembangkan sikap inklusif.
“Jika guru-guru
agama dan PPKN kita eksklusif, mereka justru akan menguatkan arus radikalisme
di sekolah,” ujar Budhy.
Bisa
Ditelusuri
Tokoh agama yang
juga Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis-Suseno SJ
menyatakan, semestinya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak menerbitkan
buku-buku yang menganjurkan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan
Undang-Undang Dasar di Indonesia. Hal ini merupakan pegangan pokok.
“Apakah buku
seperti itu baru beredar sekarang atau sudah lama bisa ditelusuri. Kalau baru
pertama kali muncul, bisa dicek siapa yang menyusun dan mengapa bisa demikian?”
katanya.
Menurut Romo
Magnis, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu bertanya dan meminta
pendapat kepada pemuka agama yang bersangkutan, dalam hal ini agama Islam,
tentang isi buku pendidikan agama yang benar-benar sesuai dengan kaidah Islam
dan tidak melanggar hukum serta UUD.
Secara terpisah,
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan, buku-buku yang tak
layak akan ditarik dan diperbaiki. “Kita akan mereformasi tata kelola
perbukuan,” kata Anies, Selasa (31/3).
Keresahan akan
penyebaran radikalisme membuat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, memblokir 19 situs web yang
diduga menyebarkan radikalisme. Namun, kebijakan itu diprotes tujuh perwakilan
pengelola situs, yakni aqlislamiccenter.com, hidayatullah.com, kiblat.net,
salam-online.com, panjimas.com, arrahmah.com, dan gemaislam.com
sumber: UCAN Indonesia
Baca juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar