HOSTI
BERDARAH DI GEREJA KIDUL LOJI
Sebuah berita mengejutkan namun dapat meneguhkan iman bagi
manusia zaman kini adalah mengenai “mukjizat” berupa hosti berdarah.
Kejadiannya di Gereja Katolik Santo Fransiskus Xaverius di Jl. Panembahan
Senopati 22, Yogyakarta yang dikenal oleh umat katolik setempat dengan nama
Gereja Kidul Loji.
Peristiwa ‘aneh’
ini terjadi saat berlangsung misa/ekaristi mingguan pada hari Minggu, tanggal
15 April 2012. Saat itu, yang memimpin perayaan ekaristi adalah Romo V.
Suparman Pr, salah satu pastor di Gereja Kidul Loji. “Sampai Liturgi Ekaristi
dan Komuni, semuanya berjalan lancar-lancar saja,” kata Romo Noegroho Agoeng
Pr, Ketua Komisi Komsos Keuskupan Agung Semarang.
Hosti
terjatuh dan hilang
Menurut Romo
Agoeng mengutip cerita dan syering dari Romo Saryanto Pr –Romo Vicaris
Episcopalis Wilayah DIY—kejadian ‘aneh’ yang meneguhkan iman terjadi saat
berlangsung penerimaan komuni. Seorang prodiakon tengah menerimakan komuni pada
salah seorang umat kategori muda/remaja. “Saat mau disantap, tiba-tiba hosti
tersebut jatuh,” jelas Romo Noegroho Agoeng.
Dicari-cari juga
tidak ketemu. “Anak itu kemudian diberi hosti lagi dan kemudian ‘sukses’
ditelan. Komuni berlanjut seperti biasa,” tambah Romo Agoeng.
Mencari
hosti
Usai misa
berakhir, prodiakon tersebut dengan perasaan gentar datang melaporkan peristiwa
hilangnya hosti tersebut saat berlangsung komuni. Kemudian, prodiakon itu
berinisiatif mencari hosti yang hilang dan eureuka!
Hosti yang jatuh
‘hilang” itu akhirnya ditemukan di tempat tak jauh dari lokasi pembagian komuni
tadi. Hanya di situ ditemukan sebuah ‘gumpalan darah’ sebesar hosti.
“Gumpalan darah itu
kemudian dilap dengan purificatorium (kain putih yang biasa dipakai
romo untuk membersihkan piala) dan kemudian purificatorium itu
dibersihkan dengan air suci,” tulis Romo Agoeng.
Prodiakon itu lalu
berinisiatif mengajak anak remaja dan ibunya serta beberapa umat lainnya untuk
berdoa, mohon ampun atas ‘kelalaian’ tersebut.
Purificatorium itu kemudian dimasukan ke dalam piscis
(kotak kecil untuk menyimpan hosti) dan piscis itu diletakkan di kapel
pastoran.
Pukul 24.00
bersama Romo Vikep Saryanto Pr, Romo V. Suparman Pr melihat kembali piscis
berisi ‘hosti berdarah’ tersebut. “Yang bekas darah dibersihkan dan masih
terasa basah; sementara bercak darahnya sudah mulai pudar. Namun di bagian yang
sudah kering ada bekas darah warna merah kecoklatan. Baunya wangi,” tulis Romo
Noegroho Agoeng.
Purificatorium itu kembali disimpan kembali di kapel pastoran.
Warna
Berubah
Seperti biasanya,
setiap pagi Romo Suparman datang menghadap “Hosti Berdarah” yang terletak di
kapel pastoran. Kedatangan itu bertujuan untuk menyembah alias adorasi. Pada
hari Selasa pagi, dua hari setelah peristiwa aneh itu (17 April), Romo Suparman
datang bersama Romo Noto untuk menghatur sembah.
Betapa hati Romo
Suparman terkejut dan diliputi keheranan melihat adanya fenomena perubahan
warna. “Bercak-bercak darah yang kemarin berwarna merah kecoklatan sekarang
sudah berubah menjadi terang.” Ungkap Romo Suparman kepada Romo Aloysius Budi
Purnomo Pr setelah pulang dari menyembah “Hosti Berdarah”. Aroma wangi masih bisa tercium.
Tanggapan
Peristiwa “hosti
berdarah” sebenarnya tidaklah perlu membuat heboh kita semua. Sebagai pengikut
Yesus semestinya hal ini kita anggap sebagai hal yang biasa dan wajar karena
dalam iman kita, hosti yang sudah dikonsekrasi kita imani telah berubah menjadi
tubuh dan darah Yesus sendiri. Sehingga ketika menerima komuni, kita menerima
tubuh dan darah Yesus sendiri.
Kehebohan atau
ketakjuban akan peristiwa-peristiwa yang tidak lazim seperti kisah hosti di
Paroki Kidul Loji, Yogyakarta menunjukkan fakta bahwa selama ini sebenarnya
kita “kurang percaya”, kemudian seolah-olah menjadi percaya setelah
kejadian-kejadian tersebut terjadi. Padahal kalau direnungkan lagi dalam hati
kita masing-masing, sejujurnya justru masih juga meragukannya. Malah, menurut
cerita beberapa umat, sebelum peristiwa “aneh” itu terjadi, ada tindakan
“pelecehan” terhadap sakramen Mahakudus, yang konon katanya dilakukan oleh
pastornya sendiri. Kita tidak tahu apakah semua ini ada kaitannya. Namun cukup
menarik menyimak nasehat Uskup Semarang, menyikapi peristiwa ini, agar umat
meningkatkan penghormatan terhadap ekaristi dan sakramen Mahakudus.
Perihal hosti
hilang, kita tidak mendapat gambaran persis tentang warna lantai gereja itu.
Jika seandainya lantainya warna
putih, tentulah “hilang” itu bisa dijelaskan, yaitu karena warna hosti menyatu
dengan warna lantai. Saat itu sang pro-diakon tidak lagi konsen atau fokus
mencari sehingga tidak dapat. Dia tidak fokus karena saat itu lagi membagikan
hosti kudus. Hosti itu baru didapat setelah memang dia berfokus untuk mencari.
Saat ini peristiwa
“Hosti Berdarah” sedang dalam penelitian. Umat disarankan untuk tidak terlalu
cepat menaruh kepercayaan. Serahkan saja semuanya kepada ahlinya. Namun urusan
iman dan percaya bukan terletak pada mereka melainkan pada diri umat
masing-masing.
Beriman adalah
percaya, percaya berarti tidak perlu lagi pembuktian atau tidak perlu
bukti-bukti pendukung lain. Karena “percaya” itu mengandung arti bahwa
kebenaran dirasakan dan dialami di dalam hati yang terdalam. Agar bisa percaya/
beriman, tidak perlu bantuan panca indera, hanya perlu hati, yang terbuka dan
jujur menerima. Yesus sendiri pernah berkata, “Berbahagialah mereka yang
percaya tapi tidak melihat!”
Peristiwa
Pembanding “Mukjizat”
19 Juni 2011, umat
katolik di Gereja Paroki St. Augustine di South St. Paul, Keuskupan Agung St.
Paul – Minnesota, AS dibuat heboh oleh berita yang menyebutkan sebuah hosti
telah jatuh saat komuni. Hosti itu juga berubah menjadi warna merah, ketika
hendak dihancurkan atau dilarutkan dalam air –yang katanya—sesuai hukum
ketentuan Gereja.
Untuk menepis
simpang-siur interpretasi apakah hosti yang berubah menjadi merah itu sebuah
mukjizat atau bukan, otoritas Gereja setempat dalam hal ini Paroki St.
Augustine South St. Paul segera berbuat sesuatu yang perlu. Mereka lalu
melakukan penyelidikan forensik –apakah itu biologis dan kimiawi— guna
mencari sebuah kepastian otentik.
Belakangan malah
disimpulkan, dari hasil analisis penyelidikan forensik atas fenomena munculnya
“darah” pada hosti itu, Gereja menyatakan bahwa itu tak lebih sebuah efek
sebuah proses reaksi kimiawi dan biologis yang diakibatkan oleh jamur.
Peristiwa serupa
juga terjadi di Dallas, tahun 2006. Seorang bocah memuntahkan hosti yang
telah ditelannya ke dalam sebuah gelas berisi air. Dalam hitungan hari, hosti
tak beragi itu juga berubah menjadi merah layaknya darah dan muncul lapisan
seperti jaringan daging. Hasil laboratorium forensik juga menyimpulkan, hosti
“berdarah” itu tak lebih sebuah hasil dari sebuah proses reaksi kimia dari
sebuah jamur jenis mycelia dan koloni bakteri.
Tahun 1991 di Venezuela
juga pernah ketiban peristiwa yang sama. Hasilnya kali ini sangat “positif”
karena bercak-bercak darah itu punya ciri golongan darah jenis AB yang katanya
sama dengan jenis darah yang terdapat pada bercak-bercak Kain Kafan Turin.
Gambar/Foto
by: adrian, diolah dari
berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar