Sepertinya hanya agama islam
yang sibuk mencampuri urusan ajaran agama lain. Banyak tokoh-tokoh agama islam,
entah itu kyai atau ustad, dalam ceramah keagamaannya (tausiyah), kerap
menyerang ajaran agama lain. Sebenarnya hal ini tidak sepenuhnya salah mereka. Bahkan
harus dikatakan tokoh-tokoh ini tidak boleh disalahkan, karena mereka sedang
mengikuti apa yang dilakukan oleh Allah mereka. Dalam alquran jamak dijumpai
Allah swt yang sibuk mengomentari bahkan menyerang ajaran agama lain.
Salah satu tokoh islam yang
sering menyerang ajaran agama lain adalah DR Zakir Naik. Dalam salah satu
penampilannya, menanggapi pertanyaan seorang kristen yang hadir dalam
ceramahnya, Naik dengan sombong menyatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan
sebagaimana diimani oleh orang Kristen. Zakir menantang orang Kristen untuk
mencari dalam Kitab Suci, terkhusus Injil, dimana ada dinyatakan “Akulah
Tuhan.” Zakir bahkan berani mempertaruhkan imannya jika ada ayat dimana Yesus
menyatakan diri-Nya Tuhan. “Saya akan meninggalkan islam jika ada tertulis
dalam Kitab Suci Yesus berkata: Akulah Tuhan,” ujarnya.
Di sini Zakir Naik mau
mengatakan bahwa Yesus itu bukan Tuhan. Ketuhanan Yesus, menurut Zakir, adalah
pemikiran Rasul Paulus. Ada kesan bahwa ketuhanan Yesus hanya ditentukan oleh
ada tidaknya pernyataan dari Yesus sendiri bahwa Dia adalah Tuhan. Apakah benar
Yesus bukan Tuhan hanya karena tidak ada pernyataan dari Yesus sendiri?
Ketika menyaksikan dan mendengar
penjelasan Zakir, saya langsung senyum-senyum saja. Andai orang Kristen yang
ada saat itu sedikit membaca Kitab Suci, khususnya Injil Yohanes, pastilah dia
dapat men-skak mat Zakir dengan Yohanes 13: 13. Dalam nas ini
tertulis pernyataan Yesus, “Akulah Guru dan Tuhan.” Apakah Zakir meninggalkan
islam? Hingga kini ia masih memeluk islam dan rajin menjelek-jelekkan agama
lain, terlebih kristen. Terlihat jelas kebohongan Zakir, yang mengatakan akan
meninggalkan islam jika ada teks yang mengatakan Yesus adalah Tuhan.
Tetapi mungkin Zakir akan
mengelak dengan mengatakan bahwa kata dalam Yoh 13: 13 sebenarnya adalah Tuan (tanpa h)
bukan Tuhan. Dan kalau sudah begini, maka diskusi tidak akan
menemui titik temu karena saya yakin Zakir akan ngotot dengan pendapatnya.
Orang Kristen harus menghormati pendapat Zakir jika dia mengatakan bahwa
pernyataan Yesus dalam Yoh 13: 13 adalah Tuan, yang mengacu pada manusia biasa
dengan kedudukan yang tinggi. Yang pasti. Zakir sudah menelan ludahnya sendiri.
Biarkanlah Zakir dan orang lain
yang sama sepertinya berpendapat demikian; namun tidaklah dengan orang Kristen.
Orang Kristen percaya bahwa kata yang digunakan Yohanes adalah TUHAN, karena
jika dilihat dalam bahasa asli Injil Yohanes, yaitu Yunani, kata yang dipakai
adalah kurios. Kata ini dipakai untuk:
1. Pemilik,
yang empunya harta benda. Majikan, induk semang dari hamba pelayan,
budak
2. Pengauasa
tertinggi, raja yang berkuasa
3. Ilah-ilah
4. Gelar
kehormatan terutama bagi atasan
5. Panggilan dari
seorang anak kepada ayahnya
6. Panggilan
bagi seseorang yang bermartabat tinggi dan memiliki otoritas
7. Allah sebagai
tuan tertinggi dan penguasa alam semesta, biasanya merujuk kepada terjemahan
kata Ibrani YHVH.
Saya sama sekali kurang tertarik
untuk berdebat soal kata TUHAN dalam Injil Yohanes tersebut, karena saya punya
keyakinan bahwa kata-kata manusia tidaklah mampu membahasakan keilahian Tuhan
yang mahakuasa. Kita harus sadar bahwa kata-kata memiliki keterbatasan. Yang
menarik perhatian saya adalah logika berpikir DR Zakir. Sekali lagi saya
mengandaikan tidak ada Yohanes 13: 13. Logika berpikir Zakir begini: karena
tidak ada pernyataan dari Yesus bahwa dirinya adalah Tuhan, maka Yesus bukanlah
Tuhan.
Di sini tampak jelas cara berpikir Zakir adalah hitam – putih. Kalau tidak hitam, ya putih. Atau juga cara berpikir demikian dikenal dengan teori black swan. Dulu orang hanya berpikir angsa itu putih. Karena selalu menemui angsa putih, maka orang berasumsi bahwa semua angsa itu putih. Orang tidak percaya bahwa ada angsa hitam, sampai akhirnya ditemui angsa hitam. Jadi, di sini cara pikir Zakir bersifat empiris-eksplisit. Yesus bukan Tuhan karena Dia tidak mengataan demikian. Benarkah logika demikian?
Saya punya dua pengalaman
menarik. Bulan Desember 2015 lalu saya pergi ke Dabo – Singkep (wilayah
Kepulauan Lingga). Saya dapat info dari pastor yang berkarya di sana bahwa
nanti saya dijemput oleh Markus. Saya sama sekali tidak kenal dan belum pernah
bertemu dengan Markus, demikian pula dia terhadap saya. Jadi, kami sama-sama
belum kenal dan belum tahu. Markus hanya berdasarkan keterangan yang diberikan
oleh Rm. Stello bahwa saya tinggi, orang Flores, rambut panjang dan beberapa
ciri lainnya. Ketika tiba di pelabuhan Jagoh, ada begitu banyak penumpang
turun, dan ada juga penumpang siap naik, karena kapal masih mau jalan ke
Tanjung Buton, Daik – Lingga.
Ketika tiba di pelabuhan, saya
mencoba mencari-cari orang yang bernama Markus, namun tiba-tiba ada tangan yang
menarik tas saya dan berkata, “Tas Romo cuma ini?” Saya mengangguk dan
membiarkan dia membawa tas saya, sementara saya hanya mengikuti dia dari
belakang. Dalam perjalanan itulah saya baru yakin kalau orang itu adalah
Markus, meski saat itu dia belum juga memperkenalkan dirinya.
Kisah yang serupa saya alami
waktu saya ke Pulau Pulun (juga di bulan dan tahun yang sama, tapi beda
tanggal). Saudara Ansel diminta untuk menjemput saya di pelabuhan. Dia sama
sekali belum pernah ketemu atau melihat wajah saya. Berbicara lewat telepon pun
sama sekali kami tidak pernah. Tapi, ketika saya turun di pelabuhan, dia
langsung merangkul saya dan menuntun saya ke darat. Dalam perjalanan dia
berkata, “Sekalipun Romo tidak memperkenalkan diri, saya sudah tahu Romo adalah
Romo.” Dia mau meyakinkan saya bahwa saya memang benar ROMO; dan memang
demikian.
Yang menarik dari dua kisah ini
adalah bahwa saya tidak memperkenalkan diri saya adalah ROMO, tapi baik Markus
maupun Ansel percaya saya adalah ROMO. Saya tidak pernah berkata, “Saya adalah
Romo!”, tapi Markus dan Ansel yakin saya adalah Romo. Mereka dapat mengenal
saya sebagai ROMO sekalipun saya tidak mengatakan, “Sayalah Romo!” Untunglah
kedua orang ini tidak seperti DR. Zakir. Seandainya mereka memiliki pola pikir
seperti DR Zakir, pastilah mereka akan menunggu saya berteriak di tengah
kerumunan orang, “Saya adalah ROMO!”; atau mereka akan menanyai orang satu per
satu, “Apakah Anda ROMO?”
Demikianlah dengan Yesus.
Sekalipun Dia tidak mengatakan “Akulah Tuhan!” orang Kristen percaya bahwa Dia
adalah Tuhan. Kepercayaan ini bukan hanya didasarkan pada perkataan “Akulah
Tuhan!”, melainkan pada ciri-ciri atau tanda-tanda yang menyertai-Nya. Jadi,
orang Kristen percaya bahwa Yesus itu Tuhan, sekalipun Yesus sendiri tidak
pernah berkata “Akulah Tuhan!”, karena orang Kristen telah melihat hidup Yesus
sebagai manifestasi ketuhanan.
Gelar Yesus sebagai Tuhan
pertama-tama dapat ditemui dalam seluruh Injil, dimana gelar itu disematkan
kepada Yesus oleh orang lain. Misalnya oleh Malaikat dalam Lukas 2: 11, para
murid dalam Matius 8: 25, perempuan Samaria dalam Yohanes 4: 11 – 19, dan masih
banyak lagi. Pernyataan Yesus dalam Injil Sinoptik bahwa “Anak Manusia adalah
Tuhan atas hari Sabat” (Mrk 2: 28; Mat 12: 8; Luk 6: 5) secara implisit mau
menegaskan keallahan Yesus. Tidak ada yang bisa mengutak-atik aturan Sabat, kecuali
Allah. Nah, Yesus telah mengutak-atiknya. Maka Yesus adalah Allah.
Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.
Ketuhanan atau keallahan Yesus
dapat juga dilihat pada setiap mukjizat yang dilakukan-Nya. Salah satu
mukjizat-Nya adalah membangkitkan Lazarus yang sudah 3 hari meninggal. Tour
Guide kami saat ziarah di Tanah Suci (April 2015), namanya Ramzi,
mengatakan bahwa dalam tradisi Yahudi hanya Allah saja yang dapat membangkitkan
orang mati. Saudara Ramzi ini adalah orang Yahudi yang kemudian menjadi
Kristen. Dia mengaku sudah belajar 3 teologi agama Samawi. Karena itu, dengan
membangkitkan Lararus, Yesus membuktikan diri-Nya sebagai Allah atau Tuhan.
Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.
Ketika kami berada di tepi Danau
Galilea, saudara Ramzi bercerita tentang kisah Yesus berjalan di atas air (Mat
14: 23 – 33). Sangat menarik ketika ia mengatakan bahwa aksi Yesus berjalan di
atas air mau menunjukkan keallahan-Nya. Hal ini merujuk kepada kisah penciptaan
dalam Kitab Kejadian. Di sana dikatakan bahwa ,”Roh Allah melayang-layang di
atas permukaan air.” (Kej 1: 2). Sayang, Zakir tidak mampu melihat hal yang
implisit seperti ini.
Ketuhanan atau keallahan Yesus
juga dapat dilihat dari peristiwa kebangkitan-Nya. Orang Kristen percaya bahwa
dengan bangkit dari mati, Yesus menang atas kuasa maut. Di sini Yesus
menunjukkan keallahan-Nya. Keyakinan orang Kristen ini didasarkan pada
pengalaman iman Tomas ketika berjumpa dengan Yesus yang bangkit. “Ya Tuhanku dan
Allahku!” (Yoh 20: 28). Sekalipun tidak pernah bertemu atau melihat Yesus yang
bangkit, orang Kristen dewasa kini tetap percaya bahwa Dia-lah Tuhan dan Allah.
Sayang, DR Zakir tidak mampu melihat hal yang implisit seperti ini.
Jadi, kita dapat melihat betapa
rendahnya cara berpikir Zakir Naik. Hanya karena tidak menemukan kata-kata
Yesus bahwa “Akulah Tuhan!”, dia tidak percaya bahwa Yesus itu sungguh Tuhan.
Seolah-olah ketuhanan Yesus hanya dibatasi pada kata-kata “Akulah Tuhan!”. Ada
yang lucu dari Zakir ini. Dia tidak mengakui Yesus itu Tuhan, karena tidak ada
perkataan Yesus, “Akulah Tuhan!”, tapi dia percaya kalau Yesus itu nabi,
sekalipun tidak ada perkataan Yesus, “Akulah nabi!”.
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar