Al-Qur’an merupakan pusat
spiritualitas islam. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari Allah SWT. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dilihat dan dipercaya
merupakan kata-kata Allah sendiri. Karena itu, umat islam menaruh rasa hormat
yang sangat tinggi terhadap Al-Qur’an
sebab di sana hadir Allah SWT. Penghinaan terhadap Al-Qur’an dinilai sebagai bentuk
penghinaan kepada Allah SWT, dan orang yang melakukan hal itu wajib dihukum. Mereka
mendapat dua hukuman, yaitu di dunia dan di akhirat. Allah sendiri sudah
memberikan bentuk hukuman tersebut (QS al-Maidah: 33), dan umat islam wajib
melaksanakannya. Hukuman di dunia adalah: dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya.
Sedangkan hukuman di akhirat adalah azab yang besar.
Ada
banyak pemahaman tentang Al-Qur’an,
yang berasal dari Al-Qur’an
sendiri. Sering kali dikatakan bahwa Al-Qur’an
adalah pedoman dan petunjuk (QS al-Jasiyah: 20), atau juga pelajaran dan tuntunan,
yang kesemuanya ditujukan kepada umat islam. Tak jarang pula ia disebut sebagai
keterangan yang jelas (QS Ali Imran: 138). Sebagai keterangan yang jelas inilah
banyak orang menganggap Al-Qur’an
tak butuh tafsir-tafsir lagi; apa yang tertulis dalam Al-Qur’an, seperti itulah dimaknai.
Tak sedikit umat islam membanggakan Al-Qur’an yang selalu menjawab kebenaran alam. Mereka selalu mengaitkan kejadian alam dengan Al-Qur’an seolah-olah hal itu telah dijelaskan oleh Al-Qur’an. Akan tetapi, jika kita menelaah dengan akal sehat, tentulah kita menemukan fakta lain. Misalnya soal proses terjadinya manusia. Setidaknya ada sekitar 24 ayat dalam Al-Qur’an yang memberi keterangan tentang bagaimana manusia itu terjadi (tentang ayat-ayat ini, silahkan baca ayat-ayat jadinya manusia dalam Al-Qur’an). Dari 24 ayat itu, ada 21 ayat tersebar dalam surah-surah Makkiyyah. Dan dari teks-teks Al-Qur’an yang membahas tentang proses terjadinya manusia, kita mendapatkan 2 kesimpulan awal.
1. Inkonsistensi keterangan
Jika
kita membaca ayat-ayat jadinya manusia, secara terang benderang kita langsung
menemukan adanya ketidak-konsistenan informasi terkait bahan dan juga proses untuk
jadinya manusia. Sekalipun dikatakan
bahwa Al-Qur’an itu adalah keterangan yang jelas, namun wahyu
tentang proses terjadinya manusia tidak ada keseragaman
informasi, sehingga membuat Al-Qur’an menjadi kitab
yang tidak jelas.
Ada
4 surah yang mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah tanpa keterangan tanah apa dan tak
ada bahan lain lagi (QS al-Anam: 2; QS ar-Rum: 20; QS Sad: 71; QS an-Najm: 32).
Ada 2 surah yang secara spesifik menyebut jenis tanah, yaitu tanah liat (QS as-Saffat:11)
dan tanah kering (QS ar-Rahman: 14). Sedangkan dalam QS al-Mukminum: 12
dikatakan bahwa bahannya adalah saripati tanah. Tidak jelas apa yang dimaksud
dengan saripati tanah; dan tanah apa yang dimaksud Secara kasat mata ada
perbedaan antara tanah dengan tanah liat, sekalipun sama-sama tanah.
Ada
5 surah yang mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari air mani tanpa keterangan adanya campuran
bahan lain lagi (QS an-Nahl: 4; QS Yasin: 77; QS an-Najm: 46; QS
al-Qiyamah: 37; QS Abasa: 19). Keterangan dari 5 surah ini juga tidak seragam.
Ada yang mengatakan dari mani saja, ada yang dari setetes mani, ada pula yang
mengatakan air mani. Tidak jelas mana yang benar, karena secara kasat mata
setetes dengan air itu beda. Yang menarik, ada satu surah yang bahannya berbeda-beda,
yaitu surah an-Najm, dimana dalam ayat 32 disebut bahannya tanah, tapi dalam ayat 46 bahannya mani.
Selain
itu, ada 1 surah yang mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari segumpal darah (QS al-Alaq: 2). Tampak
jelas bahwa tidak ada keterangan adanya campuran bahan lain lagi. Artinya,
untuk menjadikan manusia hanya dibutuhkan segumpal darah.
Jadi
ada 10 ayat yang menyebut bahan tunggal untuk proses terjadinya, yaitu tanah,
air mani dan segumpal darah. Akan tetapi, kita menemukan juga ayat-ayat lain
yang memberi keterangan bahwa manusia tidak hanya berasal dari satu bahan
tunggal saja, melainkan campuran. Ada yang menyebutkan campuran antara tanah dan air mani (QS al-Kahf: 37; QS
Fatir: 11). Ada pula yang menyebut campuran dari 3 bahan tunggal di atas, yaitu
tanah, air mani dan segumpal darah
(QS al-Mu’min: 67; QS al-Hajj: 5). Surah al-Insan: 2 memang menyebut bahwa
manusia dari setetes mani yang bercampur,
namun tidak jelas bercampur dengan apa?
Ketidak-konsistenan
tidak hanya menyangkut bahan untuk terjadinya manusia, melainkan juga bagaimana
proses terjadinya. Dalam surah al-Mu’min dikatakan bahwa dari perpaduan antara tanah, setetes mani dan segumpal darah lalu dimasukkan dalam
rahim ibu dan lahirlah seorang anak. Surah an-Najm mengatakan bahwa tanah sebagai bahan baku manusia
ditempatkan dalam perut ibu. Berbeda dengan surah an-Najm, surah al-Qiyamah
mengatakan bahwa setetes mani
sebagai bahan baku manusia ditempatkan dalam rahim ibu. Agak sedikit aneh surah
ar-Rum, dimana dikatakan bahwa dari tanah tiba-tiba jadilah manusia. Keanehan
seperti ini terjadi juga dengan bahan tunggal lainnya, yaitu mani. Hanya mani.
Kalau dalam surah al-Qiyamah ada sedikit prosesnya, yaitu setetes mani masuk ke
dalam rahim lalu melekat di sana. Dari sanalah kemudian terjadi manusia dan
dilahirkan. Akan tetapi, bahannya hanya mani.
Dalam
surah al-Hajj digambarkan bahwa ada percampuran bahan antara tanah, setetes mani dan segumpal darah lalu segumpal daging. Semua itu kemudian
berproses menjadi manusia, dan proses itu terjadi dalam rahim. Setelah tiba
waktunya, lahirlah bayi. Agak mirip seperti ini, dengan hanya dua bahan pokok,
yaitu saripati tanah dan air mani, surah al-Mukminum
menggambarkan bahwa campuran bahan itu dimasukkan ke dalam rahim. Kemudian
perpaduan itu dijadikan segumpal daging, lalu ada tulang belulang yang kemudian
dibungkus dengan daging sampai akhirnya dilahirkan sebagai manusia.
2. Pertentangan dengan ilmu
pengetahuan
Dalam
surah Ali Imran ayat 138 Allah SWT mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah keterangan
dan pelajaran bagi umat manusia, khususnya kaum islam. Seperti yang telah
jelaskan di atas Al-Qur’an itu diyakini sebagai perkataan Allah sendiri. Dengan
demikian, Allah-lah memberikan keterangan dan pelajaran kepada umat islam.
Karena Allah itu dipercaya sebagai mahabenar, maka keterangan dan pelajaran-Nya
pun diyakini sebagai benar. Karena itu, dalam QS al-Haqqah: 51 Allah SWT
berfirman, “Dan sungguh, Al-Qur’an itu kebenaran yang meyakinkan.”
Ada
banyak keterangan dan pelajaran yang diberikan Allah. Salah satunya adalah
proses terjadinya manusia. Pada poin kesimpulan pertama di atas kita telah
dijelaskan betapa kacaunya keterangan yang diberikan Allah. Tampak jelas adanya
inkonsistensi Allah dalam memberikan keterangan soal bahan dan proses jadinya
manusia. Bagaimana keterangan Allah ini dikaitkan atau dikonfrontasikan dengan
ilmu pengetahuan?
Sangatlah
jelas bahwa keterangan dan pelajaran yang diberikan Allah SWT adalah kacau.
Secara ilmiah, proses terjadinya manusia dalam rahim ibu tidak membutuhkan
tanah. Memang harus ada air mani yang masuk ke dalam vagina ibu, namun yang
berperan untuk proses pembuahan adalah sperma.
Jika Allah menjelaskan bahwa untuk terjadinya manusia dibutuhkan campuran bahan
tanah, mani dan segumpal darah, tidaklah demikian halnya secara ilmu pengetahuan. Berdasarkan
ilmu biologi, campuran yang dibutuhkan untuk terjadinya manusia adalah sperma dan ovum. Ilmu pengetahuan membedakan antara air mani dan sperma; tidak
semua air mani itu adalah sperma; dan sperma memang berada dalam air mani. Jika
Allah itu sungguh mahatahu, seharusnya Dia langsung mengatakan sperma, bukan
mani.
Dengan
kata lain, ilmu pengetahuan menyanggah keterangan dan pelajaran yang diberikan
Allah dalam Al-Qur’an. Bagi ilmu pengetahuan, tidak benar ada tanah dimasukkan
ke dalam vagina sebagai bahan pokok untuk menjadi manusia; tidak benar hanya
air mani langsung ditempatkan dalam rahim dan menjadi manusia.
Karena
itu, sangatlah terang benderang betapa Al-Qur’an bertentangan dengan ilmu
pengetahuan. Dunia sudah mengakui bahwa ilmu pengetahuan sudah teruji
kebenarannya. Jika kita menggunakan ilmu pengetahuan sebagai tolok ukur
penilaiannya, maka kita mendapatkan beberapa kepastian: [1] keterangan dan pelajaran Al-Qur’an tentang proses terjadinya
manusia pastilah salah. Tidak pernah
terbukti bahwa terjadinya manusia itu karena ada tanah yang dimasukkan ke dalam
vagina wanita bersamaan dengan air mani. [2]
Allah yang memberi keterangan dan pelajaran itu pastilah Allah yang sok tahu, bukan Allah yang mahatahu. Allah
sebenarnya tidak tahu, tapi berlagak tahu.
DEMIKIANLAH
telaah atas ayat-ayat yang memberikan keterangan dan pelajaran tentang proses
terjadinya manusia. Dari hasil telaah itu kita mendapatkan satu kesimpulan,
yaitu tak mungkin Al-Qur’an itu berasal
dari Allah. Setiap umat beragama, termasuk juga islam, yakin dan percaya
bahwa Allah itu diimani sebagai yang mahatahu dan maha sempurna. Karena Dia
maha sempurna, maka tidak ada celah sedikitpun untuk salah; dan karena Dia
mahatahu, maka tidak akan mungkin ada celah sedikitpun untuk salah. Karena Dia
maha sempurna dan mahatahu itulah maka Dia juga adalah mahabenar.
Akan
tetapi, membaca Al-Qur’an tentang gambaran terjadinya manusia, kita mendapatkan
secara benderang bahwa Allah itu salah,
alias tidak benar. bagaimana mungkin Allah yang mahabenar bisa salah? Karena
itulah, berangkat dari analisa ini, akhirnya kita sampai pada dugaan bahwa Al-Qur’an merupakan hasil rekayasa Muhammad.
Lingga,
3 Desember 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar