Banyak orang, ketika pacaran dan merasakan indahnya hidup,
langsung memutuskan untuk menikah tanpa ada pertimbangan dan persiapan matang.
Mereka merasa bahwa kebahagiaan masa pacaran akan terjadi juga setelah menikah.
Tapi yang terjadi sering kebalikan. Kekecewaan demi kekecewaan selalu menghiasi
hidup rumah tangga. Dan tak jarang ada yang bubar.
Bagaimana menyikapi peristiwa pasangan yang pergi berpisah,
malah ada yang hidup dengan orang lain. Misalnya Doni pergi meninggalkan Dini
(bahkan juga anak-anaknya), dan kemudian hidup bersama Dona. Apa yang bisa
dilakukan Dini?
Paulus, dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus,
memberi dua solusi (1Kor 7: 11). Pertama,
berdamai dengan Doni. Berdamai di sini membutuhkan kebesaran hati untuk bisa
menerima dan memaafkan. Jadi, jika Doni kembali lagi, maka Dini tetap
menerimanya kembali. Kedua, hidup
sebagai orangtua tunggal. Artinya, Dini membesarkan anak sendirian. Dalam hal
ini Dini tidak dikenai sanksi Gereja. Ia masih diperkenankan menerima komuni
dan sakramen lainnya. Komuni tidak boleh diterima jika ia hidup bersama dengan
orang lain lagi tanpa ikatan nikah.
Apa yang harus dilakukan jika seandainya Dini ketemu Deni dan
ingin menikah lagi, padahal Gereja Katolik tidak mengakui perceraian dan
poligami.
Dini bisa menikah dengan Deni jika Tribunal Gereja sudah
membatalkan pernikahannya dengan Doni. Artinya, Dini harus menggugat
pernikahannya yang pertama. Gugatan ini bukan untuk perceraian, tetapi untuk
pembatalan. Tugas Tribunal Gereja untuk menyelidiki status pernikahan Dini dan
Doni. Jika memang ditemukan sesuatu yang membuat pernikahan mereka tidak sah,
maka Tribunal akan membuat keputusan pembatalan. Dan jika batal, maka Dini bisa
menikah dengan Deni.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar