Cukup heboh di media sosial saat ini tentang keputusan
Presiden SBY menyiapkan pengacara untuk menghadapi berita-berita di jagat media
yang mengandung unsur fitnah. Kiranya keputusan itu memiliki dasar yang kuat. Beberapa
tahun terakhir ini Pak Beye sering mendapat “fitnah” dari rakyatnya sendiri. Bukan
hanya Pak Beye saja yang mendapatkannya melainkan juga isteri dan anak-anaknya.
Hal ini seakan menjatuhkan CITRA-nya.
Sepertinya SBY sudah kehabisan akal menghadapi “fitnahan”
itu. Selama ini yang dilakukan hanyalah mengeluh dan curhat, entah itu di media
publik atau lewat akun tweeter dan facebooknya. Sepertinya SBY sudah kehabisan
bahan untuk pencitraan dirinya. Atau mungkin rakyat sudah pintar, cerdas dan
muak dengan presidennya.
Apa yang dilakukan Pak Beye ini seakan mau mengatakan kepada
rakyat Indonesia, khususnya yang biasa membuat ‘berita miring’ tentang beliau, “Awas,
kalau macam-macam pengacaraku akan sikat kalian!” Hal ini mirip seperti anak
kecil yang selalu mendapat gangguan dari teman-temannya. Bertarung, ia tidak
berani. Menangis, malah diejek (koq
cowok nangis?). Curhat ke teman-teman juga tidak berpengaruh. Teman-temannya
masih terus mengganggu dan menggodanya. Akhirnya ia berkata, “Awas, aku bilang
ke bapakku!”
Fitnah Dibalas Fitnah
Pak Beye mengatakan bahwa selama ini ia dan keluarganya
selalu difitnah berkaitan dengan kasus-kasus korupsi di negeri ini. Pak Beye
marah. Ia tidak suka akan fitnah. Pada acara ulang tahun LKBN Antara ke-76 di
Wisma Antara, Presiden SBY berkata bahwa dirinya bisa terima kalau dihantam,
diserang, dicemooh atau dihina. Hal itu menunjukkan bahwa ia masih hidup. Namun
tidak dengan fitnah, karena fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan. Karena itulah,
SBY ingin menangani para pemfitnah tersebut dengan memilih pengacara.
Menjadi pertanyaan, anggaran untuk biaya pengacara itu dari
mana? Dari kantong SBY pribadi atau dari kas negara? Palmer Situmorang, sang
pengacara, dalam wawancara dengan Kompas TV (19/12/2013) mengatakan bahwa SBY
itu 24 jam adalah presiden. Karena itu dapat disimpulkan bahwa dirinya mewakili
SBY sebagai presiden. Ini bisa mengandaikan bahwa biaya pengacara itu keluar
dari kas negara karena untuk membiayai keperluan presiden. Hal ini sedikit
aneh, karena biasanya ada tenaga hukum kepresidenan yang memang sudah digaji
dengan uang negara. Lagi pula ada juru bicara presiden dengan keahlian khusus. Apakah
itu tidak cukup? Haruskah negara mengeluarkan lagi biaya tambahan untuk itu?
Akan tetapi, tidak akan menjadi masalah jika memakai uang SBY pribadi.
Hal lain yang sedikit menjadi masalah adalah soal urusan
fitnah ini. SBY merasa gerah dengan berita-berita tentang dirinya dan
keluarganya. Presiden SBY menilai bahwa berita-berita itu fitnah. Jadi, yang
membuat atau menulis berita itu adalah pemfitnah. Saat ini orang-orang seperti
itu akan “ditangani” oleh pengacaranya.
Dengan mengatakan “pemfitnah” kepada orang yang menyebarkan
berita yang tidak menyenangkan dirinya, secara tidak langsung SBY bisa jatuh ke
dalam pemfitnah baru. Fitnah dibalas dengan fitnah. Hal ini perlu dicermati dan
disikapi baik-baik oleh Pak Beye. Mengapa saya katakan demikian?
Saya ambil contoh dari apa yang dikatakan oleh pengacara SBY
tadi yang memberi contoh soal “tukar guling jabatan wakil presiden dengan kasus
Century”. Berita ini dinilai sebagai fitnah. Atau soal tudingan yang melibatkan
Ibas, putera SBY, juga masuk kategori fitnah. Saya tidak tahu apakah pernyataan
mantan Presiden PKS yang terjerat kasus suap kuota daging sapi, Luthfi Hasan
Ishaq, tentang Bunda Puteri, termasuk fitnah atau bukan. Yang jelas, ke depan
orang-orang yang membuat berita seperti itu masuk kategori pemfitnah, dan
siap-siaplah berhadapan dengan pengacara SBY.
Baik kasus tukar guling tadi, kasus Ibas maupun soal Bunda
Putri, selama ini yang dilakukan SBY adalah membuat pernyataan pembelaan diri. Kita
ambil satu contoh saja, soal tukas guling jabatan wakil presiden dan kasus
Century. Selama ini, SBY bersama kader-kader Partai Demokrat, juga juru bicara
kepresidenan, hanya memberikan pembenaran. Perlu disadari bahwa pembenaran itu
bukanlah kebenaran.
Masyarakat tidak menemukan adanya kebenaran di balik
pernyataan bantahan atas tudingan itu. Justru masyarakat, termasuk saya, dapat
menemukan adanya kebenaran di balik tudingan itu. Artinya, tudingan bahwa sebagai
balas budi kepada Boediyono, maka disiapkanlah jabatan wakil presiden untuk
beliau, memiliki pendasaran. Ada dasar yang logis sehingga melahirkan
pernyataan itu.
Memang benar bahwa kebenaran dari pernyataan itu belumlah
bersifat mutlak. Kebenarannya masih harus diuji. Kebenaran diuji dengan
kebenaran, bukan dengan pembenaran. Dan itu menjadi tugas pengadilan. Namun,
yang mau saya katakan di sini adalah bahwa tudingan itu memiliki dasar; bukan
sembarang tudingan. Apakah ini termasuk fitnah? Jelas tidak! Fitnah adalah
menuduh atau mengatakan sesuatu tanpa dasar yang jelas. Jika ada dasar, itu
bukanlah fitnah.
Oleh karena itu, tudingan SBY kepada orang-orang yang
menyebarkan berita tak menyenangkannya sebagai pemfitnah, haruslah memiliki
dasar yang kuat dan logis. Jika tidak, SBY nanti tidak dikatakan sebagai
pemfitnah.
Tirulah Basuki Tjahya
Purnama
Setiap orang tentu pernah menerima fitnahan. Tak sedikit juga
yang dikaitkan dengan urusan uang. Akan tetapi, menghadapi berita miring soal
uang ini kebanyakan orang hanya bisa membantah bahwa dirinya tidak menerima
uang. Bahkan ada yang sampai bersumpah, rela digantung di monas atau sumpah
yang lain. Intinya, untuk membuktikan bahwa berita itu salah, orang hanya
memberikan pembenaran, bukan kebenaran.
Hanya sedikit orang, yang ketika menghadapi berita miring
soal uang, tidak mau membantah dengan kata-kata, melainkan dengan bukti nyata.
Basuki Tjahya Purnama, yang biasa disapa Ahok, adalah salah satunya. Ketika masa
kampanye pemilukada DKI, ia dan pasangannya, Jokowi, sempat diberitakan
melakukan politik uang. Ahok dan Jokowi sama sekali tidak melakukan bantahan,
tetapi mereka buktikan dengan kehidupan mereka sendiri. Rakyat Jakarta memang
sudah cerdas, sehingga tidak mau dikibuli dengan isu murahan tersebut.
Terakhir Ahok diberitakan menerima gaji miliyaran rupiah. Ahok
tidak membantah dan menuding orang atau ormas yang membuat penyataan tersebut
telah melakukan fitnah atau pencemaran nama baik. Ahok malah mengundang media
dan ia menunjukkan buku tabungan dan slip penerimaan bulanannya. Tidak hanya
itu, ia mempersilahkan siapa saja yang melek teknologi untuk mengunjungi
situsnya, di mana di sana ada laporan keuangan pribadinya. Akhirnya masyarakat
menemukan kebenaran. Namun, Ahok tetap tidak mau menuntut mereka yang telah
menyebarkan berita itu.
Nah, sikap seperti inilah yang hedaknya ditiru. Daripada
sibuk dengan pembenaran, alangkah lebih baik memberikan kebenaran.
Jakarta, 19 Desember 2013
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar