A. Gereja sebagai Umat Allah
Umat Allah adalah paguyuban orang-orang
yang beriman, yang telah dipilih oleh Allah. Sebagai anak-anak Allah semuanya
mempunyai martabat yang sama dalam pembaptisan. Semuanya ikut ambil bagian dalam
pembangunan jemaat, solider dan saling memerhatikan.
1. Memahami Arti dan Makna
Gereja
Dalam
Audiensi Umum pada tanggal 29 Mei 2013, Paus Fransiskus mengatakan bahwa Gereja
sebagai Keluarga Allah. Lewat perumpamaan anak yang hilang (Luk 15:11-32), Paus
menegaskan pesan Injil yang menunjukkan rencana Allah bagi umat manusia. Apakah
rencana Allah itu? Yakni membuat kita semua menjadi satu keluarga sebagai
anak-anak-Nya, di mana setiap orang merasa bahwa Allah itu dekat dan merasa
dicintai.
Gereja
berakar dalam rencana besar ini. Gereja bukan organisasi yang didirikan atas
perjanjian antara beberapa orang, tapi seperti Paus Benediktus XVI sering
mengingatkan kita, Gereja adalah pekerjaan Allah, yang lahir justru dari
rancangan penuh kasih ini yang secara bertahap masuk ke dalam sejarah. Gereja
ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil semua orang dalam persekutuan
dengan Dia, persahabatan dengan Dia; untuk berbagi dalam kehidupan ilahi-Nya
sendiri sebagai putra putri-Nya.
Kata
“Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia” berarti “pertemuan akbar
orang-orang yang dipanggil”. Allah memanggil dan mengajak kita untuk keluar
dari individualisme, dari kecenderungan menutup diri kita sendiri, dan
Dia memanggil kita untuk menjadi keluarga-Nya. Allah menciptakan manusia
supaya kita hidup dalam hubungan persahabatan yang mendalam dengan Dia,
dan bahkan ketika dosa memutuskan hubungan manusia dengan Allah dan dengan
ciptaan lainnya, Allah tidak meninggalkan kita.
Seluruh
kisah keselamatan adalah kisah Allah yang berusaha meraih manusia,
menawarkan mereka cinta-Nya dan menyambut mereka. Ia memanggil Abraham
untuk menjadi bapa dari banyak bangsa, Ia memilih orang Israel untuk
membuat sebuah perjanjian yang akan merangkul semua orang, dan dalam
kepenuhan waktu, Ia mengutus Putra-Nya sehingga rencana cinta dan
keselamatan-Nya dapat digenapi dalam Perjanjian baru dan kekal dengan
seluruh umat manusia. Ketika kita membaca Injil, kita mengetahui bahwa
Yesus mengumpulkan komunitas kecil di sekitar-Nya yang menerima
firman-Nya, mengikuti-Nya, turut serta dalam perjalanan-Nya, menjadi
keluarga-Nya, dan dengan komunitas inilah Dia mempersiapkan dan
membangun Gereja-Nya.
Jadi, Gereja lahir dari tindakan kasih yang paling agung dari Salib, dari sisi lambung Yesus yang ditusuk dan mengalirkan darah dan air, simbol dari Sakramen Ekaristi dan Pembaptisan. Darah kehidupan keluarga Allah, Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan. Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.
Gereja
adalah keluarga besar anak-anak Allah. Tentu saja Gereja juga memiliki aspek
manusiawi. Dalam diri mereka yang membentuk Gereja, para imam dan umat beriman,
terdapat kekurangan, ketidaksempurnaan dan dosa. Paus juga memiliki hal-hal
tersebut – dan banyak dari mereka; tetapi yang indah adalah bahwa ketika kita
menyadari bahwa kita adalah orang berdosa yang menemukan rahmat Allah yang selalu mengampuni.
Jangan lupa: Allah selalu mengampuni dan menerima kita ke dalam cinta-Nya yang penuh dengan
pengampunan dan belas kasihan. Beberapa orang
mengatakan bahwa dosa adalah suatu pelanggaran terhadap Allah, tetapi juga merupakan kesempatan untuk merendahkan
diri sendiri untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang lain lebih indah: kerahiman
Allah. Mari kita pikirkan hal ini. Mari kita bertanya pada diri kita hari ini:
seberapa saya mencintai Gereja? Apakah saya berdoa untuknya? Apakah saya merasa
menjadi bagian dari keluarga Gereja? Apa yang harus saya lakukan untuk
memastikan bahwa Gereja adalah sebuah komunitas dimana masing-masing orang
merasa diterima dan dipahami, merasa belas kasihan dan kasih Allah yang
memperbaharui hidup? Iman adalah sebuah karunia dan sebuah perbuatan yang
menjadi perhatian kita secara pribadi, tapi Allah memanggil kita untuk hidup
dengan iman kita bersama-sama, sebagai sebuah keluarga, sebagai Gereja.
2.
Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci & Ajaran Gereja
a. Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Kitab Suci
Bacalah Kisah Para Rasul 2:41-47
Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis
dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka
bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu
berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Maka
ketakutanlah mereka semua, sedang rasul-rasul itu mengadakan banyak mujizat dan tanda. Dan
semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta
miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua
orang sesuai dengan keperluan masing-masing. Dengan
bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah
masing-masing secara bergilir dan makan
bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil
memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang
diselamatkan.
*******
Baca
teks berikut ini 1Korintus 12:7 – 18
Tetapi
kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama.
Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan
hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata
dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang
Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk
bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan
bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia
untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang
satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara
khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.
Karena
sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota
itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam
satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun
orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum
dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas
banyak anggota. Andaikata kaki berkata: “Karena aku bukan tangan, aku tidak
termasuk tubuh”, jadi benarkah ia tidak termasuk tubuh? Dan andaikata telinga
berkata: “Karena aku bukan mata, aku tidak termasuk tubuh”, jadi benarkah ia
tidak termasuk tubuh? Andaikata tubuh seluruhnya adalah mata, di manakah
pendengaran? Andaikata seluruhnya adalah telinga, di manakah penciuman? Tetapi
Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu
tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya.
*******
b.
Makna Gereja sebagai Umat Allah menurut Ajaran Gereja
Rencana Bapa yang bermaksud
menyelamatkan semua orang
“Atas
keputusan kebijaksanaan serta kebaikan-Nya yang sama sekali bebas dan rahasia,
Bapa yang kekal menciptakan dunia semesta. Ia menetapkan, bahwa Ia akan
mengangkat manusia untuk ikut serta menghayati hidup Ilahi. Ketika dalam diri
Adam umat manusia jatuh, Ia tidak meninggalkan mereka, melainkan selalu
membantu mereka supaya selamat, demi Kristus Penebus, citra Allah yang tak
kelihatan, yang sulung dari segala makluk (Kol 1:15). Adapun semua orang, yang
sebelum segala zaman telah dipilih oleh Bapa, telah dikenal-Nya dan
ditentukan-Nya sejak semula, untuk menyerupai citra putera-Nya, supaya Dialah
yang menjadi sulung diantara banyak saudara (Rom 8:29). Bapa menetapkan untuk
menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja kudus. Gereja itu
sejak awal dunia telah dipralambangkan, serta disiapkan dalam sejarah bangsa
Israel dan dalam perjanjian lama. Gereja didirikan pada zaman terakhir,
ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada akhir zaman. Dan
pada saat itu seperti tercantum dalam karya tulis para Bapa yang suci, semua
orang yang benar sejak Adam, dari Abil yang saleh hingga orang terpilih yang
terakhir akan dipersatukan dalam Gereja semesta dihadirat Bapa”. (Lumen Gentium
2)
Roh Kudus yang Menguduskan
Gereja
Ketika
sudah selesailah karya, yang oleh Bapa dipercayakan kepada Putera untuk
dilaksanakan didunia (lih Yoh 17:4), diutuslah Roh Kudus pada hari Pentakosta,
untuk tiada hentinya menguduskan Gereja. Dengan demikian umat beriman akan
dapat mendekati Bapa melalui Kristus dalam satu Roh (lih Ef 2:18). Dialah Roh
kehidupan atau sumber air yang memancar untuk hidup kekal (lih Yoh 4:14;
7:38-39). Melalui Dia Bapa menghidupkan orang-orang yang mati karena dosa,
sampai Ia membangkitkan tubuh mereka yang fana dalam Kristus (lih Rom 8:10-11).
Roh itu tinggal dalam Gereja dan dalam hati umat beriman bagaikan dalam kenisah
(lih 1Kor 3:16; 6:19). Dalam diri mereka Ia berdoa dan memberi kesaksian
tentang pengangkatan mereka menjadi putera (lih Gal 4:6; Rom 8:15-16 dan 26).
Oleh Roh Gereja diantar kepada segala kebenaran (lih Yoh 16:13), dipersatukan
dalam persekutuan serta pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka
kurnia hirarkis dan karismatis, serta disemarakkan dengan buah-buah-Nya (lih Ef
4:11-12; 1Kor 12:4; Gal 5:22). Dengan kekuatan Injil Roh meremajakan Gereja dan
tiada hentinya membaharuinya, serta mengantarkannya kepada persatuan sempurna
dengan Mempelainya. Sebab Roh dan Mempelai berkata kepada Tuhan Yesus:
Datanglah (lihat Why 22:17). Demikianlah seluruh Gereja nampak sebagai umat
yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa dan Putera dan Roh Kudus (LG.art.4).
Gereja, Tubuh Mistik Kristus
Dalam
kodrat manusiawi yang disatukan dengan diri-Nya Putera Allah telah mengalahkan
maut dengan wafat dan kebangkitan-Nya. Demikianlah Ia telah menebus manusia dan
mengubahnya menjadi ciptaan baru (lih Gal 6:15; 2Kor 5:17). Sebab Ia telah
mengumpulkan saudara-saudara-Nya dari sagala bangsa, dan dengan mengaruniakan
Roh-Nya Ia secara gaib membentuk mereka menjadi Tubuh- Nya.
Dalam
Tubuh itu hidup Kristus dicurahkan kedalam umat beriman. Melalui
sakramen-sakramen mereka itu secara rahasia namun nyata dipersatukan dengan
Kristus yang telah menderita dan dimuliakan. Sebab berkat Babtis kita menjadi
serupa dengan Kristus: “karena dalam satu Roh kita semua telah dibabtis menjadi
satu Tubuh” (1Kor 12:13). Dengan upacara suci itu dilambangkan dan diwujudkan
persekutuan dengan wafat dan Kebangkitan Kristus: “Sebab oleh babtis kita telah
dikuburkan bersama dengan Dia ke dalam kematian”; tetapi bila “kita telah
dijadikan satu dengan apa yang serupa dengan wafat-Nya, kita juga akan
disatukan dengan apa yang serupa dengan kebangkitan-Nya” (Rom 6:4-5).
Dalam
pemecahan roti ekaristi kita secara nyata ikut serta dalam Tubuh Tuhan; maka
kita diangkat untuk bersatu dengan Dia dan bersatu antara kita. Karena roti
adalah satu, maka kita yang banyak ini merupakan satu Tubuh; sebab kita semua
mendapat bagian dalam roti yang satu itu (1Kor 10:17). Demikianlah
kita semua dijadikan anggota Tubuh itu (lih 1Kor 12:27), “sedangkan masing-masing menjadi anggota yang seorang terhadap yang
lain” (Rom 12:5).
Adapun semua anggota tubuh manusia, biarpun banyak jumlahnya,
membentuk hanya satu Tubuh, begitu pula para beriman dalam Kristus (lih 1Kor
12:12). Juga dalam pembangunan Tubuh Kristus terhadap aneka ragam anggota dan
jabatan. Satulah Roh, yang membagikan aneka anugrah-Nya sekedar kekayaan-Nya
dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja (lih 1Kor
12:1-11). Diantara karunia-karunia itu rahmat para Rasul mendapat tempat
istimewa. Sebab Roh sendiri menaruh juga para pengemban karisma dibawah
kewibawaan mereka (lih 1Kor 14).
Roh itu juga secara langsung menyatukan Tubuh dengan daya
kekuatan-Nya dan melalui hubungan batin antara para anggota. Ia menumbuhkan
cinta kasih diantara umat beriman dan mendorong mereka untuk mencintai. Maka,
bila ada satu anggota yang menderita, semua anggota ikut menderita; atau bila
satu anggota dihormati, semua anggota ikut bergembira (lih 1Kor 12:26). Kepala
Tubuh itu Kristus. Ia citra Allah yang tak kelihatan, dan dalam Dia segala
sesuatu telah diciptakan. Ia mendahului semua orang, dan segala-galanya berada
dalam Dia. Ialah Kepala Tubuh yakni Gereja. Ia pula pokok pangkal, yang sulung
dari orang mati, supaya dalam segala-sesuatu Dialah yang utama (lih Kor
1:15-18).
Dengan kekuatan-Nya yang agung Ia berdaulat atas langit dan bumi;
dan dengan kesempurnaan serta karya-Nya yang amat luhur Ia memenuhi seluruh
Tubuh dengan kekayaan kemuliaan-Nya (lih Ef 1:18-23). Semua anggota harus
menyerupai Kristus, sampai Ia terbentuk dalam mereka (lih Gal 4:19). Maka dari
itu kita diperkenankan memasuki misteri-misteri hidup-Nya, disamakan
dengan-Nya, ikut mati dan bangkit bersama dengan-Nya, hingga kita ikut
memerintah bersama dengan-Nya (lih Flp 3:21; 2Tim 2:11; Ef 2:6; Kol 2:12; dan
lain-lain). Selama masih mengembara didunia, dan mengikut-jejak-Nya dalam
kesusahan dan penganiayaan, kita digabungkan dengan kesengsaraan-Nya sebagai
Tubuh dan Kepala; kita menderita bersama dengan-Nya, supaya kelak ikut
dimuliakan bersama dengan-Nya pula (lih Rom 8:17). Dari Kristus seluruh Tubuh,
yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima
pertumbuhan ilahinya (Kol 2:19). Senantiasa Ia membagi-bagikan karunia-karunia
pelayanan dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Berkat kekuatan-Nya, kita saling
melayani dengan karunia-karunia itu agar selamat. Demikianlah, sementara
mengamalkan kebenaran dalam cinta kasih, kita bertumbuh melalui segalanya
menjadi Dia, yang menjadi Kepala kita (lih Ef 4:11-16).
Supaya kita tiada hentinya diperbaharui dalam Kristus (lih Ef
4:23), Ia mengaruniakan Roh-Nya kepada kita. Roh itu satu dan sama dalam Kepala
maupun dalam para anggota-Nya dan menghidupkan, menyatukan serta menggerakkan
seluruh Tubuh sedemikian rupa, sehingga peran-Nya oleh para Bapa suci dapat
dibandingkan dengan fungsi, yang dijalankan oleh azas kehidupan atau jiwa dalam
tubuh manusia. Adapun Kristus mencintai Gereja sebagai Mempelai-Nya. Ia menjadi
teladan bagi suami yang mengasihi isterinya sebagai TubuhNya sendiri (lih Ef
5:25-28). Sedangkan Gereja patuh kepada Kepalanya (Ay.23-24). Sebab dalam Dia
tinggallah seluruh kepenuhan Allah secara badaniah (Kol 2:9). Ia memenuhi
Gereja, yang merupakan Tubuh dan kepenuhan-Nya, dengan karunia-karunia
ilahi-Nya (lih Ef 1:22-23), supaya Gereja menuju dan mencapai segenap kepenuhan
Allah (lih Ef 3:19).
B. Gereja sebagai Persekutuan yang Terbuka
Gereja harus menjadi Sakramen (tanda) keselamatan bagi dunia.
Untuk itu, Gereja tidak lagi bersifat eksklusif (tertutup) tetapi inklusif
(terbuka)
1.
Perubahan Cara Pandang Gereja
Umat Katolik hidup di tengah dunia bersama orang lain dengan
berbagai latarbelakang suku-bangsa, agama, serta keyakinannya. Dalam sejarah
panjangnya, Gereja Katolik pernah “menutup diri” dengan ajaran atau doktrin
bahwa di luar Gereja (Katolik) tidak ada keselamatan (extra ecllesiam nula
salus). Ajaran ini membuat Gereja (Katolik) menutup pintu dialog dengan
agama dan kepercayaan serta masyarakat lain pada umumnya. Sejarah Gereja
berubah ketika Konsili Vatikan II (1962-1965), membuka pintu-pintu dialog
antar-agama dan kebudayaan untuk membangun dunia sesuai kehendak Tuhan.
Perubahan cara pandang Gereja, berkaitan dengan pergeseran model Gereja sebelum
dan sesudah Konsili Vatikan II. Untuk memahami hal tersebut, maka cobalah
perhatikan dengan saksama gambar-gambar berikut ini!
Model sebelum Konsili Vatikan
II |
Model sesudah Konsili Vatikan
II |
2. Gereja sebagai
Persekutuan yg Terbuka menurut Ajaran Gereja & Kitab Suci
a. Ajaran Gereja tentang Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka
Dokumen Konsili Vatikan II, Ad Gentes, berkata:
“Gereja, yang diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan
menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan segala bangsa, menyadari
bahwa karya missioner yang harus dilaksanakannya memang masih amat berat. Sebab
masih ada dua miliar manusia, yang jumlahnya makin bertambah, dan yang
berdasarkan hubunganhubungan hidup budaya yang tetap, berdasarkan
tradisi-tradisi keagamaan yang kuno, berdasarkan pelbagai ikatan
kepentingan-kepentingan sosial yang kuat, terhimpun menjadi golongan-golongan
tertentu yang besar, yang belum atau hampir tidak mendengar Warta Injil. Di
kalangan mereka ada yang tetap asing terhadap pengertian akan Allah sendiri,
ada pula yang jelas-jelas mengingkari adanya Allah, bahkan ada kalanya
menentangnya. Untuk dapat menyajikan kepada semua orang misteri keselamatan
serta kehidupan yang disediakan oleh Allah, Gereja harus memasuki
golongan-golongan itu dengan gerak yang sama seperti Kristus sendiri, ketika Ia
dalam penjelmaan-Nya mengikatkan diri pada keadaan-keadaan sosial dan budaya
tertentu, pada situasi orang-orang yang sehari-hari dijumpai-Nya”. (AG art. 10)
b. Gereja sebagai Persekutuan yang terbuka sesuai Kitab Suci
Kis 4: 32-37 (bdk.1 Kor 12: 12 - 27)
Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan
sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya
adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama.
Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian tentang kebangkitan
Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah.
Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara mereka, karena semua
orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual kepunyaannya itu, dan hasil
penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di depan kaki rasul-rasul; lalu
dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya. Demikian pula
dengan Yusuf, yang oleh rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan,
seorang Lewi dari Siprus. Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu
dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul.
******
Simaklah kisah berikut ini
Pada
tanggal 19 Mei 2013, sekitar 200 ribu orang-orang dari berbagai organisasi,
kelompok, gerakan, hadir di lapangan Santo Petrus, Vatikan Roma, untuk
menghadiri hari yang diperuntukkan bagi mereka. Mereka datang dari berbagai
Negara dan daerah, untuk beraudiensi dan berdialog dengan Paus Fransiskus.
Dalam dialog dengan Paus Fransiskus, ada empat pertanyaan yang diajukan antara
lain:
Pertama,
Bagaimana kita bisa sampai tahap kedewasaan iman dan bagaimana
cara untuk mengalahkan kelemahan yang ada dalam diri kita?
Paus
Fransiskus menjawab pertanyaan yang pertama dengan sebuah cerita: Saya sungguh
mempunyai keberuntungan karena saya tumbuh dalam keluarga yang mempunyai
kehidupan rohani cukup kuat. Walaupun sederhana yang diajarkan namun secara
konkret, dan saya bisa laksanakannya. Nenek saya, mengajarkan saya tumbuh dalam
iman, ia mengajarkan saya berdoa, menceritakan Kitab Suci, ajaran Gereja, dan
juga tradisi Jumat Agung, Yesus wafat untuk kita, dan akan bangkit dari
kematian-Nya. Saya menerima pewartaan yang pertama kali dari nenek saya. Ia
mengajarkan juga untuk menyerahkan rasa takut kepada Tuhan. “Kita semua lemah,
namun Tuhan lebih kuat. Dengan-Nya kita akan merasa aman, iman akan tumbuh jika
kita hidup bersama Tuhan”, ujar Paus Fransiskus.
Kedua,
Apakah yang paling penting dalam hidup?”
Paus
Fransiskus menjawab, “Yesus”. Jika kita berjalan bersama dalam sebuah
organisasi/kelompok, tanpa menyertakan Yesus kelompok tidak akan berjalan. Kita
diundang untuk hidup dalam Roh Kudus, jangan terlalu banyak berbicara, namun
kesaksian yang hidup, sangatlah diperlukan”.
Ketiga,
Bagaimana caranya Gereja yang miskin dapat membantu yang miskin juga? Apa yang
bisa dilakukan oleh Gereja kepada masyarakat dalam situasi jaman sekarang ini?
Paus
Fransiskus menjawab: “Kita harus menghayati Injil dan memberikan yang baik yang
bisa kita berikan. Gereja bukanlah gerakan politik, dan juga bukan sebuah
organisasi. Kita bukanlah organisasi kemanusiaan, jika Gereja menjadi sebuah
organisasi sosial/kemanusiaan saja, maka kita kehilangan garam terasa hambar,
bila hanya sebuah organisasi yang kosong. Hal yang membahayakan bahwa menutup
diri sendiri. Menutup diri berarti kurang sehat, atau dapat dikatakan sakit. “Gereja
harus keluar dari diri sendiri menuju keberadaannya”. Memang jika keluar, ada
berbagai masalah, namun lebih baik daripada Gereja yang menutup diri, seperti
Gereja yang sakit. “Pergilah Keluar, Pergilah!!” Keluar dari budaya keegoisan,
budaya sampah, menuju pada budaya kebersamaan, bertemu
dengan yang lain; dengan Yesus dan dengan saudara-saudari, mulai dari yang
miskin, yang kurang diperhatikan, dan yang menderita”.
Keempat, Bagaimana dapat
mewartakan iman?
Paus
Fransiskus menjawab: “Untuk mewartakan Kabar Gembira, diperlukan dua keutamaan:
“Keberanian dan Kesabaran”, seperti saudara kita Shabhaz Bhatti, seorang
pejabat pemerintah Pakistan, yang karena membela kebenaran dan orang miskin dia
dibunuh tahun 2011. Ia telah memberikan kesaksian dengan gagah berani, sebagai
martir. Kita semua dipanggil untuk menjadi saksi-Nya, menjadi martir dalam
kehidupan sehari-hari, sekecil apapun. Seorang Kristiani harus bisa menjawab
dan membedakan mana yang baik dan mana yang jahat. Kita mencoba untuk
menyatukan diri bersama saudara-saudari kita yang kurang beruntung.”
(Yohana
Halimah/Zenit dalam MISSIO KKI No.37/XVI/Agustus/2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar