Sebagaimana sudah diketahui umum, nabi Muhammad menikahi Aisyah saat Aisyah berusia 6 tahun. Bagi mereka yang masih waras dan punya hati nurani peristiwa ini sangatlah aneh dan memalukan. Dikatakan aneh karena saat itu Muhammad sudah berusia 50-an tahun dan masih punya istri. Dikatakan memalukan karena Muhammad adalah seorang nabi yang sangat dimuliakan. Tidak ada satu nabi pun yang punya istri usia 6 tahun, kecuali Muhammad. Apakah mungkin karena ini dia dimuliakan?
Sekali pun aneh dan memalukan,
umat islam tetap saja membelanya. Bahkan menjadikannya sebagai model
perkawinan. Tak sedikit ulama islam melakukan pembelaan atas peristiwa
perkawinan itu. Berikut ini kami tampilkan 2 pembelaan atas perkawinan Muhammad
dan Aisyah, sekaligus tanggapannya.
1. Alasan Nabi Menikahi Aisyah
Adalah Ustad Adi Hidayat LC
MA, dalam sebuah ceramah keagamaannya menjelaskan alasan Muhammad menikahi
Aisyah yang berusia 6 tahun. Penjelasan ustad ini bisa didengar di channel
Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=M86OlL3MjQs&t=128s.
Dalam video tersebut UAH menasehati jemaatnya (termasuk yang menonton video
tersebut) untuk tidak sembarangan menuduh. “Jangan sampai kekurangan
pengetahuan anda, jadi menuduh nabi. Itu tidak boleh.” demikian ujarnya. “Kalau
tak paham ilmu jangan bicara, belajar dulu agar jangan salah ucap,” nasehatnya
lebih lanjut.
Selanjutnya kita bisa menemukan
ada dua poin penting yang hendak disampaikan UAH dalam video tersebut. Pertama,
perbandingan dengan Louis XVI dan RA Kartini. Untuk membenarkan tindakan
Muhammad menikahi Aisyah, UAH memberikan perbandingan. Yang pertama dia membandingkan
dengan Raja Louis XVI yang menikahi Marie Antoinette, yang katanya saat itu
berusia 13 tahun (padahal sejarah mencatat usia Marie saat menikah adalah 14
tahun).
Membandingkan Muhammad dengan
Louis XVI sungguh sangat memalukan, karena tidak sebanding. Muhammad seorang
nabi dan manusia sempurna, sedangkan Louis adalah seorang raja, manusia biasa.
Harusnya Muhammad dibandingkan juga dengan nabi yang lain. Mungkin UAH tidak
menemukan adanya nabi yang menikahi anak usia 6 tahun sehingga terpaksa dicari
sosok lain agar tindakan Muhammad bisa dibenarkan. Membandingkan Muhammad
dengan Louis XVI justru merendahkan martabat dan derajat Muhammad. Bukankah ini
menghina Muhammad? Tentu kita masih ingat akan kasus Arswendo Atmowiloto dengan
Tabloid Monitor-nya. Tabloidnya ditutup dan Arswendo masuk penjara dengan pasal
penghinaan agama (nabi Muhammad). Seharusnya, apa yang dilakukan UAH juga
merupakan bentuk penghinaan.
Terlepas dari itu semua, jika
memperhatikan dan mencermati perbandingan antara Muhammad dan Louis XVI, kita
bisa menemukan satu fakta menarik, yaitu bahwa ternyata Louis XVI jauh lebih
baik dari pada Muhammad. Setidaknya ada 2 alasan untuk itu. Sekalipun manusia
biasa Louis XVI tidak pernah menikahi gadis usia 6 tahun sebagaimana Muhammad.
Yang dinikahinya berusia 14 tahun, sementara usianya sendiri tidak terpaut
jauh, seperti antara Muhammad dan Aisyah. Sekalipun manusia biasa Louis XVI
tidak melakukan praktek poligami sebagaimana Muhammad.
Yang kedua UAH membandingkan
dengan RA Kartini. UAH berkata, “Berapa usia RA Kartini dipingit? Masih belia
kan?!” Selanjutnya UAH menantang jemaat, dan juga mereka yang menonton video
tersebut, “Siapa yang berani menyalahkan RA Kartini?” UAH memperkenalkan RA
Kartini sebagai pahlawan nasional. Dan karena sebagai pahlawan, dia dihormati.
Karena itulah tidak ada yang berani mengkritik atau menyalahkan perkawinannya
yang masih belia (sejarah mencatat RA Kartini dipingit saat usia 12 tahun).
Lalu UAH berkata, “Tidak berani mengkritik Kartini, kenapa berani mengkritik
Muhammad?”
Sangat jelas bahwa
perbandingan Muhammad dengan Kartini adalah perbandingan not apple to apple.
Muhammad adalah pelaku, sedangkan Kartini adalah korban. Mengkritik pelaku
adalah wajar, bahkan suatu keharusan. Sedangkan korban harus dibela. Mengkritik
korban adalah satu tindakan biadab. Karena itu, adalah wajar bila tidak ada
yang menyalahkan atau mengkritik RA Kartini; bukan karena dia pahlawan
nasional, melainkan karena dia adalah korban. Sementara Muhammad, sekalipun dia
nabi, tetap harus dikritik karena dia adalah pelaku. Membela pelaku perbuatan
menyimpang adalah aneh dan tak wajar.
Kedua, hikmah
Muhammad menikahi Aisyah. Dalam ceramahnya itu UAH memberikan setidaknya 3
hikmah perkawinan Muhammad dengan Aisyah. [1] untuk mewarisi keilmuan nabi. Di
sini bisa diajukan dua pertanyaan kritis: haruskah keilmuan nabi diwarisi
dengan cara menikahi anak usia 6 tahun? Apakah jika tidak menikahi anak usia 6
tahun keilmuan nabi pasti lenyap? Dua pertanyaan kritis ini harus dijawab para
ulama islam sebelum membela perbuatan Muhammad menikahi Aisyah. [2] agar
bisa mengingat sikap, perkataan dan perbuatan nabi di rumah. UAH beralasan
karena tidak setiap umat islam dapat masuk dan menetap lama di rumah Muhammad.
Sementara Aisyah bisa 24 jam berada di rumah, sehingga sikap, perkataan dan
perbuatan nabi saat tidak ada umat di dalam rumah, dapat diketahui oleh Aisyah.
Di sini bisa diajukan beberapa pertanyaan kritis. Apakah Aisyah setiap hari
bersama dengan Muhammad? Ingat, ada belasan istri Muhammad. Tentulah tidak
setiap hari Muhammad berada di rumah Aisyah. Dari sini sudah terlihat jelas
hikmah kedua ini tidaklah relevan. Pertanyaan lain, mana saja hadis tentang
nabi saat Aisyah berusia antara 6 – 10 tahun? Bukankah sikap, perkataan dan perbuatan
nabi bisa didapat dari istri-istri lainnya sehingga tidak perlu menikahi anak
usia 6 tahun? Tidak bisakah sikap, perkataan dan perbuatan nabi langsung
disampaikan kepada umat tanpa harus menikah dengan anak usia 6 tahun? [3] sebagai
model bagaimana membahagiakan istri belia. UAH menjelaskan dengan menikahi Aisyah yang
masih 6 tahun, Muhammad mau memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang
belia. Muhammad telah memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang sepadan
usianya dengan menikahi beberapa wanita yang usianya tak jauh beda dengannya.
Muhammad juga telah memberi contoh bagaimana membahagiakan istri yang lebih tua
usianya dengan menikahi beberapa wanita yang usianya lebih tua darinya.
Tentulah alasan ini sangat mengganggu nalar akal sehat orang yang waras.
Jangan-jangan ketika menikahi Zainab, yang adalah menantunya, atau Maryam, yang
adalah budaknya, Muhammad sedang memberi model kepada umat islam.
2. Benarkah
Saat Menikah Usia Aisyah 6 Tahun
Sebuah channel Youtube
bernama Kanal Pengetahuan Islam ikut memberikan pembelaan atas peristiwa
Muhammad menikahi Aisyah. Videonya bisa dilihat di sini: https://www.youtube.com/watch?v=DtVVGS5lsEg. Di sini KPI bukan cuma mau membenarkan
peristiwa perkawinan itu, tetapi justru mempertanyakan kebenaran usia Aisyah
saat menikah dengan Muhammad. Benarkah saat dinikahi Muhammad, usia Aisyah 6
tahun?
KPI menyebut bahwa informasi
usia Aisyah yang 6 tahun saat menikah dengan Muhammad didapat dari HS Bukhari.
KPI menyalahkan orang karena membaca dan memahami nas secara tekstual tanpa
memahami aspek-aspek lain, bahkan tanpa memahami nas tersebut secara obyektif
dan komprehensif. Selanjutnya KPI mengatakan. “Hadis harus dibaca secara
komprehensif dari berbagai perpsektif, agar kita dapat memperoleh pemahaman
positif….”
Untuk membenarkan keraguan
atas usia Aisyah yang 6 tahun saat dinikahi Muhammad, KPI menyampaikan 4 aspek
rasionalisasinya.
a) Aspek
pertama
Apek pertama adalah soal
kritik hadis. Dikatakan bahwa telah dilakukan kritik hadis Bukhari yang
berbicara tentang pernikahan Aisyah. Riwayat hadis tentang usia Aisyah hanya
berasal dari Hisyam bin Urwah. Jadi hanya Hisyam saja yang menceritakan
umur Aisyah saat dinikahi nabi, tidak oleh Abu atau Annas. Hisyam pun baru
meriwayatkan hadis ini pada saat di Irak ketika usianya memasuki 71 tahun.
Yaqub bin Saibah mengatakan, “Apa yang dituturkan Hisyam sangat terpercaya
kecuali yang diceritakannya saat ia menetap di Irak.” Beberapa ahli mengatakan
ketika usia sudah lanjut, ingatan Hisyam sudah menurun. Karena itu, informasi
dari Hisyam soal usia Aisyah patut dikritik.
Terhadap aspek pertama ini, kita
bisa memberikan beberapa catatan:
Ø Kritik
hanya dilakukan terhadap HS Bukhari. Padahal peristiwa perkawinan Muhammad dan Aisyah
diceritakan juga dalam HS Muslim.
Ø KPI
menyebut bahwa informasi usia Aisyah hanya berasal dari Hisyam. Kami tidak
paham apa maksudnya. Namun adalah lebih baik jika kita langsung membaca teks hadisnya.
Untuk sumber hadis, kami menggunakan https://www.spokaneislamiccenter.org/. Dalam
HS Bukhari no. 64 dan 65 ditulis bahwa peristiwa itu diceritakan oleh Aisyah: “Narrated
Aisyah…” (bisa diterjemahkan: diceritakan oleh Aisyah); hal ini
senada dengan HS Muslim no 3310: “Aisyah reported…” (bisa diterjemahkan:
Aisyah melaporkan). Sedangkan dalam HS Bukhari no 88 ditulis bahwa
peristiwa itu diceritakan oleh Ursa. “Narrated Ursa…” (bisa
diterjemahkan: diceritakan oleh Ursa). Pertanyaannya, apakah Hisyam
menerima laporan dari Aisyah dan Ursa lalu menyampaikan itu ke penulis hadis
sehingga dikatakan penulis hanya menerima laporan dari Hisyam saja? Kalau kita
membaca teks yang ada, sumber informasi usia Aisyah langsung dari yang
bersangkutan (ini ditulis dalam 2 hadis tepercaya). Kita tidak tahu darimana
informasi didapat oleh Ursa.
Ø Ada
yang aneh dari kritik hadis ini. Kenapa perkataan Hisyam di Irak harus
diragukan? Apakah karena lokasinya Irak? Atau karena usia? Hal ini tidak
dijelaskan. Jika KPI mengangkat isu komprehensif dan obyektif, seharusnya ini
dijelaskan. Jangan hanya menyuruh orang melihat secara komprehensif dan
obyektif, sementara dirinya sendiri tidak bisa bertindak sama.
Ø KPI
menyebut bahwa beberapa ahli mengatakan ketika usia sudah lanjut, ingatan
Hisyam sudah menurun. Apakah sudah dilakukan penelitian akan hal ini, atau
jangan-jangan ini hanyalah praduga saja? Apakah sudah terbukti bahwa di usia 71
tahun ingatan Hisyam sudah menurun? Jangan-jangan para ahli memakai pandangan
umum bahwa saat usia tua ingatan seseorang mulai menurun. Harus diingat,
pandangan ini tidak bisa diterapkan pada semua orang, karena terbukti ada orang
yang usianya sudah 80-an daya ingatnya masih luar biasa.
b) Aspek
kedua
KPI mengatakan bahwa pernikahan
dengan Aisyah berdasarkan perintah Allah swt yang hadir melalui mimpi. Muhammad
mengisahkan mimpinya kepada Aisyah. Hadis Bukhari mencatat, Aisyah meriwayatkan
bahwa nabi saw bersabda kepadanya, “Diperlihatkan kepadaku tentang dirimu dalam
mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatmu pada sehelai sutra dan ia (malaikat)
berkata kepadaku, ‘Inilah istrimu, maka lihatlah!’, ternyata perempuan itu
adalah dirimu, lalu aku mengatakan, ‘Jika ini memang dari Allah, maka Dia pasti
akan menjadikan hal itu terjadi’”
Perlu dicatat, Aisyah
satu-satunya istri yang disunting ketika masih gadis dan muda. Hal ini perlu
disampaikan karena apa yang dilakukan nabi selalu diikuti dengan tujuan-tujuan
mulia. Menikahi Aisyah sebagai cara untuk memelihara ilmu-ilmu islam. Banyak
hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah terkait masalah perempuan dan keluarga.
Terhadap aspek kedua ini, kita
dapat memberikan beberapa catatan:
ð Ada
yang aneh pada perkataan Muhammad. Pada awalnya dia berkata, “Diperlihatkan
kepadaku tentang dirimu dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatmu pada
sehelai sutra…” Di sini Muhammad langsung mengenali siapa yang dipelihatkan
kepadanya, yaitu Aisyah. Akan tetapi, kalimat ini tidak sambung dengan kalimat
berikutnya setelah malaikat berkata ‘Inilah istrimu, maka lihatlah!’. Dikatakan
saat itu Muhammad berkata, “ternyata perempuan itu adalah dirimu.” Kalimat ini
mengisyaratkan bahwa pada awalnya Muhammad tidak mengenali siapa perempuan yang
dipelihatkan kepadanya. Mungkin karena terhalang sehelai sutra. Seharusnya
kalimat awalnya berbunyi sebagai berikut: “Diperlihatkan kepadaku sosok wanita
dalam mimpiku sebanyak 2 kali. Aku melihatnya pada sehelai sutra…”
ð Atas
dasar apa sehingga bisa mengatakan bahwa menikahi anak usia 6 tahun merupakan
perintah atau kehendak Allah? Jangan-jangan ini merupakan keinginan pribadi
Muhammad, lalu dikatakan kehendak Allah. Atau jangan-jangan mimpi itu dari
setan, yang kebetulan sejalan dengan syahwat Muhammad sehingga dengan mudah
dikatakan dari Allah. Hal ini dapat dimaklumkan karena beberapa sebab. Pertama,
sebelumnya puluhan tahun Muhammad hidup dan merasakan seorang janda, yang
usianya jauh di atas dirinya, sehingga wajar muncul keinginan hidup dan
merasakan seorang gadis belia. Kedua, saat itu Muhammad sudah mendapat
status dan pengakuan dari pengikutnya sebagai seorang nabi dan pemimpin,
sehingga apapun yang dikatakan akan dipercaya begitu saja. Dan kebetulan, ketiga,
umumnya para pengikut Muhammad saat itu buta huruf dan bodoh.
ð Dikatakan
bahwa menikahi Aisyah sebagai cara untuk memelihara ilmu-ilmu islam. Kita dapat
mengajukan beberapa pertanyaan: haruskah keilmuan islam dipelihara dengan cara
menikahi anak usia 6 tahun? Apakah jika tidak menikahi anak usia 6 tahun
keilmuan islam pasti rusak atau hilang?
ð Dikatakan
juga bahwa dengan menikahi anak usia 6 tahun banyak hadis nabi yang diriwayatkan
Aisyah. Apakah hadis-hadis nabi yang diriwayatkan Aisyah itu diterima Aisyah
saat berusia 6 atau 7 tahun atau 8 tahun? Apa jaminannya? Mana saja hadis-hadis
nabi yang diterima Aisyah saat dia berusia 6 – 10 tahun? Jika para ahli
meragukan ingatan Hisyam yang sudah tua, maka patutlah diragukan juga ingatan
Aisyah yang masih belia. Kemampuan menangkap, menyerap dan mengingat informasi
pada usia belia masihlah relatif kecil, apalagi seorang perempuan, yang lebih
cenderung mengutamakan perasaan.
c) Aspek
ketiga
KPI menjelaskan bahwa peristiwa
pernikahan Aisyah terjadi pada periode Mekkah. Saat ini belum ada pengajaran
soal hukum. Di sini kita dapat memberikan beberapa catatan:
·
Apakah aspek ketiga ini mau menegaskan bahwa
peristiwa Muhammad menikahi Aisyah murni merupakan tindakan dorongan nafsu?
·
Kenapa peristiwa ini tidak terjadi saat
Khadijah masih hidup? Kenapa tunggu Khadijah meninggal dulu baru muncul
peristiwa perkawinan usia 6 tahun bahkan poligami? Ingat, setelah Khadijah
meninggal dan sebelum hijrah setidaknya Muhammad sudah punya 2 atau 3 istri.
d) Aspek
keempat
Aspek terakhir adalah perspektif
historis. Di sini KPI merujuk pada pandangan ath-Thabari yang mengatakan bahwa
keempat anak Abu Bakar, termasuk Aisyah, dilahirkan istrinya pada zaman
jahiliyah. Ini berarti mereka semua dilahirkan sebelum tahun 610 M. Berangkat
dari pandangan Thabari ini KPI mengambil analisa Abdul Rohman yang
membandingkan usia Asmah 10 tahun lebih tua dari Aisyah. Saat hijrah usianya 27
tahun. Jadi, usia Aisyah sekitar 17 tahun saat dinikahkan dengan Muhammad.
Terhadap aspek terakhir ini,
kita bisa memberikan beberapa catatan:
Ø Dalam
HS Bukhari Vol 7, Bk 62, no 16 dan 17 ada nasehat Muhammad kepada Jabir bin
Abdulah untuk menikahi anak gadis muda, bukannya ibu rumah tangga. “Mengapa
kamu tidak menikahi seorang gadis muda agar kamu kalian bisa bermain bersama.”
Memang tidak dijelaskan kriteria usia “gadis muda” itu, akan tetapi
membandingkan kebiasaan jaman dahulu menikah diusia muda, bukan tidak mustahil
yang dimaksud Muhammad itu adalah gadis usia 6 tahun.
Ø Ada
hadis yang menceritakan keberatan Abu Bakar atas permintaan Muhammad
mempersunting Aisyah. Akar keberatan Abu Bakar adalah usia Aisyah yang masih
muda. Jika benar usianya 17 tahun, tentulah tidak ada alasan bagi Abu Bakar
merasa berat atas permintaan itu; justru dia akan segera menyetujuinya. Rasa
berat Abu Bakar ini tentulah mengindikasikan usia Aisyah saat itu sungguh 6
tahun.
Dari pemaparan atas pembelaan
tindakan Muhammad menikah dengan Aisyah yang berusia 6 tahun di atas, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
[1]
pembelaan yang dilakukan sama sekali tidak membuktikan bahwa tindakan Muhammad
dapat dibenarkan. Karena itu, tuduhan sebagai pelaku pedofil atau maniak seks
atau perilaku seksual yang menyimpang pada diri Muhammad tidak terbantahkan.
[2]
pembelaan yang dilakukan sama sekali tidak membuktikan bahwa usia Aisyah saat
dinikahi Muhammad bukan 6 tahun. Karena itu, fakta bahwa Muhammad menikah
dengan Aisyah yang sedang berusia 6 tahun sama sekali tidak terbantahkan.
Batam, 4 September 2023
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar