Novel
“Ayat-ayat Setan” atau dalam edisi bahasa Inggrisnya: The Satanis Verses, merupakan novel keempat karya Salman Rushdie,
yang pertama kali terbit pada 1988. Novel yang mendapat apresiasi dari kalangan
kritikus sastra, justru malah ditentang, ditolak dan dikecam oleh komunitas
islam. Ada banyak aksi demonstrasi di belahan dunia menentang novel tersebut. Malah
penguasa Iran sudah memfatwakan darah Salman Rushdie adalah halal, alias boleh
dibunuh. Karena fatwa itulah, Salman sekarang berada dalam persembunyian.
Inspirasi
dari novel ini didapat Salman dari kisah hidup Muhammad, yang terdapat dalam literatur
islam, yang dikenal sebagai Qissaf
al-Gharaniq (Kisah Burung Bangau). Literatur tersebut bercerita tentang
nabi Muhammad yang telah keliru mengira ayat-ayat yang dibisikkan setan sebagai
wahyu dari Allah. Artinya, peristiwa nabi Muhammad menerima ayat-ayat setan itu
adalah benar. Hal ini dapat ditemukan dalam beberapa sumber islam, seperti Sirah nabawiyah, yang ditulis oleh al-Waqidi, dan juga tafsir yang dibuat oleh al-Tabari.
Jika
memang inspirasi dari novelnya adalah sebuah kisah yang benar, menjadi
pertanyaan adalah kenapa umat islam marah. Kenapa syah Iran mengeluarkan fatwa
mati bagi Salman Rushdie? Bukan tidak mungkin umat islam, baik yang awam maupun
kalangan terdidik, sama-sama tidak dapat membedakan mana fiksi dan mana fakta. Mungkin
mereka tidak tahu bahwa novel adalah sebuah karya fiksi. Kesulitan membedakan
karya fiksi dan fakta terlihat juga dalam kasus-kasus lain yang kurang lebih
serupa.
Novel
“Ayat-ayat Setan” dikemas dalam 506 halaman, dan dibagi ke dalam 8 bab. Membaca
novel ini kita sama sekali tidak menangkap dimana letak “heboh”-nya sehingga
penulisnya harus difatwa mati. Isi ceritanya terbilang biasa-biasa saja, dan terjemahan
bahasa Indonesianya kurang bagus. Karena itu, dapatlah dikatakan bahwa reaksi lebay dari umat islam dan fatwa mati
dari syah Iran justru membuat novel ini, yang sebenarnya biasa-biasa saja bahkan cenderung buruk, menjadi popular.
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar