MARI MEMBUAT TANDA SALIB
Tentu
kita pernah melihat aksi para pesepak bola yang beragama katolik ketika
memasuki lapangan. Mereka menyentuh rumput lapangan dengan ujung tangannya lalu
membuat tanda salib. Hal yang sama dapat kita saksikan pada diri petinju kita
Chris “Dragon” John. Sebelum memasuki ring dan setelah bertarung, ia selalu
membuat tanda salib. Atau mungkin sebagian kita masih ingat aksi Susi Susanti,
ketika memastikan emas di Olimpiade Barcelona untuk cabang olah raga Badminton.
Susi membuat tanda salib.
Kebiasaan
membuat tanda salib sangat populer dalam kehidupan orang-orang Flores. Dalam
setiap aktivitas, orang selalu membuat tanda salib. Saat mau mandi, orang
membasahi terlebih dahulu ujung jarinya lalu membuat tanda salib. Bahkan ada
lelucon pencuri kelapa. Sebelum memanjat kelapa, ia membuat tanda salib dahulu.
Tanda
salib merupakan ciri khas orang katolik. Ketika ada orang membuat tanda salib,
pasti orang lain tahu bahwa pembuat tanda salib itu adalah katolik. Ada sebuah
cerita. Seorang frater hendak liburan ke kampung. Ia naik bus lintas. Pada
suatu perhentian ia turun makan. Setelah pesanan terhidang di atas meja, frater
itu membuat tanda salib dan berdoa sejenak. Aksinya diperhatikan oleh seorang
bapak keluarga di meja sebelah. Bapak ini, yang ternyata juga katolik, merasa
kagum dengan tindakan frater itu mengingat tempat mereka makan merupakan daerah
muslim. Akhir cerita, bapak itu membayar makanan frater itu.
Ada
orang merasa malu dan takut membuat tanda salib. Mungkin mereka masih terbawa
alam pikiran orang-orang Yahudi dan Yunani pada jaman dulu, karena salib
merupakan suatu aib dan kebodohan. Orang-orang katolik jaman sekarang yang malu
membuat tanda salib tak jauh beda dengan kebanyakan jemaat perdana. Karena itu,
St. Sirilus dari Yerusalem (313 – 387) pernah berkata, “Jangan malu mengakui
Sang Tersalib. Marilah dengan penuh keyakinan kita ‘memeterai’ dahi kita dengan
jari-jari. Marilah membuat tanda salib pada setiap benda, pada roti yang kita
makan dan pada cangkir tempat kita minum. Marilah membuat tanda salib ketika
beranjak pergi dan pulang, sebelum tidur, ketika berbaring, ketika bangun,
ketika menempuh perjalanan atau beristirahat.”
Jadi,
ternyata nasehat untuk selalu membuat tanda salib dalam setiap aktivitas kita
sudah disuarakan oleh orang kudus dari abad IV. Membuat tanda salib memiliki
banyak makna. Yang utama adalah kita menempatkan diri kita dalam perlindungan
Allah Tritunggal. Inilah yang diharapkan oleh para pemain sepak bola ketika
memasuki lapangan, atau Chris John ketika memasuki ring tinju. Mereka
menyerahkan diri mereka kepada perlindungan Allah Tritunggal: Bapa, Putra dan
Roh Kudus.
Membuat
tanda salib dapat juga dilihat sebagai ungkapan syukur. Inilah yang ditampilkan
Susi Susanti setelah mengakhiri permainan dengan kemenangan. Susi mengangkat
kedua tangannya ke atas dan kemudian ia membuat tanda salib. Salib bagi orang
Kristen adalah tanda kemenangan, dan Susi memperoleh kemenangannya. Karena itu,
ia mempersembahkan kemenangannya itu kepada Sang Pemberi Kemenangan, yaitu Yang
Tersalib. Itulah ungkapan syukurnya.
Dengan
membuat tanda salib, secara tidak langsung kita sudah membuat pewartaan.
Pewartaan sederhana yang ditampilkan adalah bahwa kita orang katolik, pengikut
Kristus. Tentu diharapkan bukan diri kita yang menjadi pusat pewartaannya,
melainkan Kristus. Sangat diharapkan setelah orang lain tahu bahwa kita adalah
katolik, kita menampilkan kekatolikan kita dalam hidup. Misalnya seperti kasih. Dari sinilah orang
akan dapat dihantar kepada Sang Kasih itu. Jadi, jika kita melakukan kasih
tanpa tanda salib, orang tidak dapat mengenal Sang Kasih itu. Tapi, jika dengan
tanda salib, orang dapat mengenal-Nya. Itulah perwartaan kita.
Oleh
karena itu, marilah kita, dalam kehidupan sehari-hari, kita membuat tanda
salib. Dengan membuat tanda salib di awal kegiatan, kita sudah melakukan
pewartaan bahwa Yesus yang tersalib telah menyelamatkanku, dan kini Dia tetap
melindungiku. Kita dapat membuat tanda salib sambil berdoa dalam hati, “Yesus,
Kau andalanku!” atau “Yesus, jagalah aku!” Hendaklah kita juga tidak lupa
membuat tanda salib setelah melakukan kegiatan. Tanda salib yang kita buat di
akhir kegiatan merupakan bentuk syukur dan terima kasih kita.
Natal,
19 Oktober 2015
by:
adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar