Tentu kita ingat akan kisah “pertikaian” Daud dan Saul (1Sam
18 – 24). Pasca kemenangan Daud atas Goaliat, pahlawan perang bangsa Filistin,
Saul merasa cemburu akan popularitas Daud. Saul merasa dirinya disaingi; dan
dalam pemikiran Saul hal ini dapat mengancam kedudukannya. Karena itu, ia
berencana untuk melenyapkan Daud. Untuk mewujudkan niatnya ini Saul menyebarkan
isu bahwa Daud berikhtiar membunuh dirinya.
Isu bahwa Daud berencana membunuh raja dilakukan Saul untuk
dua hal. Pertama, ia ingin menarik simpati rakyat. Tentu rakyat
akan membelanya dan mulai membenci Daud. Secara tidak langsung isu ini membuat
Daud tersingkir dari rakyat. Hal ini tentunya akan memuluskan hal yang kedua, yaitu rencana membunuh Daud. Rencana
ini seakan sudah mendapat legalitasnya. Seandainya ia membunuh Daud, rakyat
tidak akan marah kepadanya.
Maka dimulailah usaha pengejaran Daud untuk membunuhnya. Dalam
pengejaran ini, orang-orang yang membela Daud dihabisi oleh pedang raja (bab
22).
Ada yang menarik dari kisah ini. Daud tidak sibuk membela
diri dan menuduh Saul telah berbohong. Yang dilakukan Daud hanyalah menghindari
dari pertikaian. Pada akhir cerita, ditampilkan bagaimana sikap bijak Daud
dalam menghadapi tuduhan Saul itu (bab 24).
Ketika Saul sedang buang hajat, diam-diam Daul memotong punca
jubah Saul. Sebenarnya Daud punya kesempatan untuk melenyapkan Saul. Itulah yang
dikatakan orang-orangnya (ay. 4). Akan tetapi Daud tidak melakukan hal itu. Jika
Daud melakukannya, pastilah tuduhan Saul menjadi benar. Daud hanya ingin
membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar; bahwa dia tidak bermaksud jahat
terhadap raja.
Karena itu, setelah Saul selesai buang hajat, Daud muncul di
belakangnya. Dia berkata bahwa dia tidak ada niat untuk membunuh raja. Seandainya
memang ada, maka sudah dari tadi dia melakukannya, di saat raja sedang membuang
hajat. Lantas Daud menunjukkan bukti potongan punca jubah Saul. Tentu hal ini
merupakan pukulan telak bagi Saul dan para prajuritnya.
***
Kisah di atas memberikan banyak pelajaran berharga bagi
kehidupan kita saat ini. Sekalipun kisah tersebut sudah berlangsung ribuan
tahun, namun pesannya masih relevan hingga kini. Salah satu pesan yang dapat
dipetik adalah bagaimana Daud membuktikan bahwa tuduhan terhadap dirinya tidak
benar. Daud tidak sibuk memberikan bantahan, melainkan sebuah bukti nyata.
Setiap kita tentulah pernah mengalami nasib seperti Daud,
yaitu dituduh atau difitnah. Banyak politikus dituding korupsi bahkan sudah
dikenakan status tersangka. Seorang bawahan dituduh iri hati dengan bossnya. Suami
dituduh selingkuh; dan istri dituding punya pria idaman lain. Seorang siswa
dituduh menyontek atau ada main dengan guru sehingga mendapat nilai ujian
bagus. Dan masih banyak contoh lainnya.
Memang banyak di antara kita mengalami nasib yang sama dengan
Daud. Namun sedikit dari kita yang bersikap seperti Daud, tidak membantah namun
memberi bukti nyata. Lihatlah para politikus. Sekalipun sudah berstatus
tersangka, masih saja membantah bahkan sibuk membuat pengalihan isu. Suami yang
dituduh selingkuh justru malah sering menyalahkan istri yang tak bisa melayani.
Intinya, kita hanya bisa membantah dan membantah. Bantahan demi bantahan itu
hanyalah kedok untuk menutupi kesalahan kita.
Karena itu, kiranya kisah pertikaian Daud dan Saul ini
menginspirasikan kita untuk bersikap ksatria seperti Daud.
Jakarta, 24 Januari 2014
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar