MARIA BUNDA BERDUKACITA
“Aku ini Bundamu yang
berdukacita. Milikkulah semua dukacitamu. Juga bagimu, pada masa ini
penderitaan dan penindasan semakin bertambah. Sebab kamu hidup di masa hati
manusia telah menjadi beku, tertutup oleh egoisme yang picik.
Umat manusia terus
bergegas di jalan penolakan keras kepala terhadap Allah, kendati segala nasehat
keibuanku dan tanda-tandaku terus dilimpahkan oleh Kerahiman Tuhan. Demikianlah
wabah dosa, kebencian dan kekerasan semakin merajalela. Dan kurban yang paling
rentan adalah anak-anakku, yang tidak punya pembela dan mereka yang tidak
memiliki perlindungan.
Saat ini betapa
banyak orang miskin, yang tidak punya apa-apa, dan yang hidup dalam keadaan
yang memprihatinkan dan tidak manusiawi, tanpa pekerjaan yang tetap, tanpa
sarana hidup yang layak. Dan betapa banyak orang yang menyimpang jauh dari
Allah serta Hukum Kasih-Nya, yang direngut oleh pasukan tangguh orang-orang
yang mengajarkan ateisme.
Umat manusia hidup
di padang gurun, yang tandus dan dingin; belum pernah seperti sekarang mereka
begitu terancam. Penderitaan umat manusia terangkum di dalam Hatiku yang Tak
Bernoda. Saat ini, lebih dari kapan pun, aku adalah Bunda yang berdukacita, dan
air mata berjatuhan dari mataku yang rahim. Dengarkanlah Ibumu dan jangan
menjauh dari kasih Bundamu yang berdukacita, yang ingin menuntun kamu semua
kepada keselamatan.
Putra-putraku
terkasih, pada saat ini kamu harus menjadi tanda dukacitaku yang mendalam. Di
dalam hatimu, bersamaku tanggunglah penderitaan dunia dan Gereja, yang sedang
menghadapi sakratulmaut dan sengsaranya yang menyelamatkan. Kiranya hanya dari
penderitaan kita inilah suatu era damai yang baru akan bersemi bagi semua
orang.”
Ponta Grossa, 15 September 1981
diedit dari: Marian Centre Indonesia,
Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih
Bunda Maria. (hlm 511 – 512)
Kutipan di atas merupakan pernyataan Bunda Maria, yang disampaikannya dalam komunikasi batin dengan Rm. Gobbi
BalasHapusperkataan Bunda Maria senada dengan puisi "Ketika Suara Hati Mati", dan itu masih terjadi hingga kini. Banyak orang, apapun jabatan dan perannya, sudah kehilangan nurani sehingga kejahatan semakin menjadi.
BalasHapus