Bagi umat kristiani tentu sudah tak asing lagi dengan nama
ini: Yudas Iskariot. Tokoh ini termasuk salah satu dari kedua belas rasul
Yesus. Dia dikenal sebagai pengkhianat. Dalam Injil, khususnya Injil Sinoptik,
saat perkenalan awal kedua belas rasul Yesus, Yudas ini sudah mendapat julukan
itu: orang yang mengkhianati Yesus (Mat 10: 4; Mrk 3: 19; Luk 6: 16).
Dengan cara apa Yudas Iskariot mengkhianati Yesus? Matius
mengisahkannya dalam Injilnya. Dikatakan bahwa Yudas bertemu dengan imam-imam
kepala dan bernegoisasi soal imbalan yang akan dia dapat sekiranya ia
menyerahkan Yesus. Saat ini Yesus memang sedang diincar. Ia bertanya kepada
mereka, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia
kepadamu?” (Mat. 26: 15). Yudas mendapat 30 keping uang perak untuk usahanya
itu.
Yudas Iskariot telah menjual Yesus untuk kepentingan
pribadinya. Itulah bentuk pengkhianatan Yudas Iskariot: MENJUAL YESUS. Diri
Yesus dihargai 30 uang perak. Dan itu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Apakah pengkhianatan terhadap Yesus hanya terjadi pada jaman
Yesus hidup saja? Ternyata TIDAK. Pengkhianatan terhadap Yesus masih
berlangsung hingga kini. Masih ada Yudas Iskariot-Yudas Iskariot lain yang
rela MENJUAL YESUS demi kepentingan pribadinya. Yesus masih terus dikhianati
oleh para murid-Nya, bahkan oleh orang-orang dekat-Nya seperti Yudas Iskariot.
Seperti yang kita ketahui, Yudas Iskariot termasuk bilangan
para rasul. Mereka ini selalu mengiringi Yesus. Mereka senantiasa bersama Yesus.
Mereka sangat dekat dengan Yesus. Siapakah para rasul itu untuk masa kini?
Mereka adalah para uskup dan para imam. Para uskup merupakan pengganti para
rasul, sedangkan para imam, yang mengambil imamat dari uskup, adalah rekan
kerja uskup. Karena itu, sosok Yudas Iskariot menjelma dalam diri para uskup
dan para imam. Memang tidak semua uskup dan imam, sebagaimana tidak semua rasul
mengkhianati Yesus.
Yang dilakukan oleh uskup dan imam yang mengkhianati Yesus
ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Yudas Iskariot. Mereka menjual
Yesus demi mendapatkan uang dan kekayaan. Memang adalah tugas uskup dan imam
untuk “menjual” Yesus agar orang lain dapat mengenal kasih dan
penyelamatan-Nya. Namun yang dilakukan uskup dan imam ini adalah menjual Yesus
demi kepentingan pribadinya. Lewat pewartaannya, lewat karyanya dan tindakan
lainnya, mereka menjual Yesus; dan hasil penjualan itu terlihat dalam gaya
hidup mewah mereka.
Apa yang membedakan orang yang mewartakan Yesus dengan yang
menjual Yesus, sekalipun kesannya sama-sama terlihat menjual? Kalau yang
mewartakan Yesus, mereka tidak mendapatkan apa-apa, selain kemuliaan Yesus. Hal
ini dicontohkan oleh Paulus. “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan
Injil tanpa upah.” (1Kor 9: 18). Sedangkan menjual, seperti Yudas Iskariot,
mereka mendapatkan sesuatu yang bertentangan dengan hakikat jabatan mereka.
Bukankah uskup dan imam terikat dengan kaul kemiskinan? Namun dewasa ini jamak
kita lihat uskup dan imam yang kaya dan hidup mewah, bertentangan dengan kaul
kemiskinannya, yang semuanya itu didapat dari menjual Yesus.
Akan tetapi, sekalipun Yudas Iskariot digambarkan sebagai
pengkhianat, yang dengan demikian membuat ia memiliki citra buruk, Yudas
menunjukkan penyesalannya. Di akhir cerita kita tahu bahwa ia menyesali
perbuatannya. Matius mencatat “Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat
bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah dia. Lalu ia mengembalikan
uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua.” (Mat 27:
3). Yudas menyesal dan ia mengembalikan uang hasil penjualannya itu. Yudas sama
sekali tidak menggunakan uang itu.
Bagaimana dengan para uskup dan imam yang telah menjual Yesus
dan mendapatkan uang dan kekayaan dari hasil penjualan itu? Adakah penyesalan
dalam diri mereka? Adakah pertobatan?
Jakarta, 18 April 2014
refleksi yg bagus buat para gembala.
BalasHapusbagus sih bagus. Persoalannya, apakah mereka baca gak? Sadar gak?
BalasHapus