Senin, 05 Juli 2021

AL-QUR'AN ASLI, INJIL PALSU. INI PENJELASANNYA

 


Umat islam umumnya percaya kalau Injil (kitab suci orang kristen) tidak asli lagi, alias telah dipalsukan. Salah satu alasan atau dasar dari tudingan mereka ini adalah keyakinan bahwa Injil dapat dengan mudah diubah-ubah. Dasar ini dipakai umat islam dengan mengacu pada Al-Qur’an. Mereka mengatakan bahwa keaslian Al-Qur’an terjaga sehingga tak mungkin dipalsukan. Pernah seorang muslim, dengan gagahnya membuat perbandingan antara Al-Qur’an dan Injil dengan mengaitkan aksi demo mana yang terbesar sebagai reaksi dari pemalsuan. Artinya, silahkan memalsukan Al-Qur’an dan Injil, lalu lihat reaksi mana yang paling heboh. Kehebohan paling besar menunjukkan keaslian kitab suci tersebut.

Namun sayang, link tulisan tersebut sekarang sudah diblokir. Kurang lebih isinya sebagai berikut:

Al-Qur’an terjaga keasliannya, sebagaimana janji Allah. Kalau tidak percaya, coba kalian:

1. Palsukan Al-qur’an dan kalian terbitkan Al-Qur’an itu ke seluruh Indonesia dan semua toko buku.

2. Kalian palsukan Injil dan kalian terbitkan Injil itu ke seluruh Indonesia dan semua toko buku.

Dan kalian bakal mendapatkan efek yang teramat sangat jauh berbeda dari kedua hal yang kalian lakukan, yaitu:

1. Kalau kalian palsukan Al-Qur’an, kalian pasti akan diprotes besar-besaran, didemo, diburu polisi dan masuk tv…..masuk penjara

2. Kalau kalian palsukan Injil, kalian pasti tidak kenapa-napa, tak ada protes besar-besaran,  karena Injil sekarang memang sudah dipalsui…. Injil sekarang berbeda dengan jamannya nabi Isa a.s…. masih original.

Sepertinya demikianlah umumnya cara pandang umat islam. Sungguh amat menyedihkan.

BERLAKU ADIL

 


Kata adil merupakan kata yang kerap kita dengar namun sekaligus juga merupakan situasi yang sangat menyedihkan. Mengapa? Karena setiap membuka mata, kita menemukan peristiwa ketidakadilan. Ketidakadilan terjadi dalam aneka kehidupan kita, baik dalam dunia pendidikan, kehidupan beragama maupun juga dalam bidang ekonomi dan politik serta kehidupan sosial masyarakat. Misalnya, kita mendengar ada perkampungan yang tidak mau menerima keluarga yang beriman lain untuk tinggal di kampung atau RT mereka.

Keadilan Tak Terpisahkan dari Belas Kasih

Sesungguhnya kasih melampaui keadilan, sebab mengasihi adalah memberi, menawarkan apa yang menjadi “milik saya” kepada orang lain. Sedangkan berlaku adil merupakan sikap hidup yang mendorong kita untuk memberi kepada orang lain, apa yang menjadi “miliknya”, apa yang menjadi haknya karena alasan keberadaannya atau perbuatannya (bdk. CV no. 6). Berlaku adil atau menjadi adil dalam kehidupan kristiani tidak berdiri sendiri, melainkan jalan menuju cinta kasih sebagai puncak spiritualitas kristiani. Dengan demikian, berlaku adil merupakan jalan untuk mencapai belas kasih. Sebagaimana doa Yesus dalam Injil Yohanes sangat jelas, “Ya Bapa yang adil, memang dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku mengenal Engkau, dan mereka ini tahu bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” (Yoh 17: 25). Karena itu, menjadi diri yang berlaku adil berarti menjadi diri yang paham akan relasi dengan Allah dalam doa keseharian kita. Bagaimana mungkin kita bisa berbangga diri mengatakan bahwa saya saleh, saya selalu berdoa, saya mengenal Allah tetapi tidak bisa mewujudkan belas kasih Allah dalam berlaku adil? Bagaimana mungkin kita mampu berbagi dan berbelas kasih ketika rasa keadilan dan memberikan hak kepada orang yang berhak tidak kita lakukan? Misalnya, dalam soal pemberian upah yang adil.

Berbicara soal berlaku adil tidak lain adalah berbicara soal pengalaman spiritualitas, pengalaman doa dan bukan persoalan kegiatan. Maka benar apa yang menjadi kegelisahan Nabi Yesaya sampai ia menuliskan dalam loh batu bahwa Allah tidak suka kepada umat yang melakukan tindakan yang berlawanan dengan Allah (memberontak). Salah satu bentuk pemberontakan kepada Allah ketika kita melakukan ketidak-adilan dengan menolak ajaran Allah. ajaran Allah sangat jelas yaitu melakukan kebenaran dalam keadilan.

Coba kita renungan betapa indahnya ketika kita menangkap kehendak Allah dalam doa kita. Pasti wujud dari doa adalah menghayati hidup dalam belas kasih Allah dalam keadilan yang benar. Sangat jelas bahwa ketika kita melihat orang yang tidak bisa berbuat adil sebagai wujud belas kasih Allah, kita bertanya sejauh mana hidup doanya. Jangan-jangan dia hanya sampai pada mengupacarakan doa.

Jumat, 02 Juli 2021

INILAH SEHARUSNYA SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP ORANG KAFIR MENURUT SURAH AN-NISA

 


Al-Qur’an merupakan pusat iman dan spiritualitas islam. Al-Qur’an diyakini langsung berasal dari Allah, tanpa sentuhan tangan-tangan manusia. Apa yang tertulis di dalamnya, termasuk titik koma, adalah perkataan Allah sendiri. Umat islam dikatakan beriman bila ia menghidupi dan mengamalkan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Sikap dan spirit hidup umat islam mengalir dari sana.

Wahyu Allah yang terangkum dalam kitab yang bernama Al-Qur’an ini tidak turun sekaligus, melainkan berangsur-angsur dengan rentang waktu kurang lebih 23 tahun. Ada dua lokasi besar turunnya wahyu, yaitu Mekkah dan Madinah, yang kemudian melahirkan istilah Surah Makkiyyah dan Surah Madaniyyah. Surah Makkiyyah adalah surah-surah yang merupakan kumpulan wahyu Allah, yang turun ketika Muhammad masih berada di Mekkah (sebelum hijrah). Sedangkan Surah Madaniyyah adalah wahyu-wahyu Allah yang turun ketika Muhammad berada di Madinah (setelah hijrah), yaitu sejak Juni 622 M. Surah an-Nisa, biasa disebut juga sebagai surah keempat berdasarkan urutannya dalam Al-Qur’an, merupakan wahyu Allah yang turun di Madinah.

Sebagai pusat iman dan spiritualitas islam, Al-Qur’an dilihat juga sebagai pedoman yang menuntun langkah umat islam. Allah telah mewahyukan kehendak-Nya sebagai petunjuk bagi umat muslim. Karena itu, banyak dijumpai di dalam Al-Qur’an pedoman hidup bagi umat islam, termasuk bagaimana bersikap terhadap orang kafir. Dalam Al-Qur’an, yang dimaksud dengan orang kafir adalah orang kristen, baik itu katolik, ortodoks maupun protestan, dan juga orang yang bukan islam. Mereka ini dilabeli “kafir” karena tidak menerima Al-Qur’an sebagai kitab suci dan Muhammad sebagai nabi. Orang kristen disebut kafir karena iman mereka akan keallahan Yesus dan juga karena iman mereka akan tritunggal mahakudus.

Bagaimana sikap dan tindakan umat islam terhadap orang kafir? Petunjuk apa yang diminta Allah untuk dilakukan oleh umat-Nya ini?