Senin, 26 April 2021

MENGENAL JENIS PENDISIPLINAN ANAK


 

Memiliki anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Anak bisa menjadi jawaban atas setiap doa yang selalu dipanjatkan segera setelah menikah. Akan tetapi, perlu juga diketahui bahwa menjadi orangtua tidak hanya sebatas mendapatkan anak, tetapi juga harus ditindak-lanjutnya dengan merawat, menjaga, membesarkan dan terutama mendidik anak. Salah satu jenis pendidikan anak adalah pendisiplinan. Perlu diketahui bahwa anak sejak diri harus sudh dibiasakan dengan disiplin. Akan tetapi, pendisiplinan anak beda dengan pendisiplinan remaja.

Dilansir dari Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 122, orangtua harus mengetahui metode-metode apa saja yang cocok untuk mendisiplinkan anak. Berikut ini beberapa metode pendisiplinan pada anak.

Disiplin Otoriter

Ini merupakan bentuk disiplin tradisional dan yang berdasarkan pada ungkapan kuno yang mengatakan bahwa ‘menghemat cambukan berarti memanjakan anak.’ Dalam disiplin yang bersifat otoriter, orang tua dan pengasuh yang lain menetapkan peraturan-peraturan dan memberitahukan anak bahwa ia harus mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Tidak ada usaha untuk menjelaskan pada anak, mengapa ia harus patuh dan padanya tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat tentang adil tidaknya peraturan-peraturan atau apakah peraturan-peraturan itu masuk akal atau tidak. Kalau anak tidak mengikuti peraturan, ia akan dihukum yang seringkali kejam dan keras dan yang dianggap sebagai cara untuk mencegah pelanggaran peraturan di masa mendatang. Alasan mengapa pelanggaran peraturan oleh anak tidak pernah dipertimbangkan adalah bahwa ia mengetahui peraturan itu dan sengaja melanggarnya, juga tidak perlu diberikan hadiah karena telah mematuhi peraturan. Hal ini dianggap sebagai kewajibannya dan tiap pemberian hadiah dipandang dapat mendorong anak untuk mengharapkan sogokan agar melakukan sesuatu yang diwajibkan masyarakat.

Disiplin yang lemah

Jumat, 23 April 2021

TELAAH ATAS AYAT-AYAT MEMBUNUH DALAM AL-QUR'AN


 

Kitab suci umat islam adalah Al-Qur’an. Umat islam yakin bahwa kitab sucinya berasal langsung dari Allah, tanpa perantara. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an merupakan kata-kata Allah sendiri, bukan perkataan manusia. Oleh umat islam Al-Qur’an dijadikan pedoman yang menuntun setiap umat islam. Karena itu, tidak heran jika ada orang mengatakan bahwa radikalisme dan kekerasan yang selalu dikaitkan dengan islam mendapat pendasarannya dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, Al-Qur’an memang mengajarkan umat islam untuk bertindak keras, kejam bahkan biadab. Salah satu bentuk kekejaman itu adalah membunuh.

Berikut ini akan ditampilkan “ayat-ayat membunuh” yang ada dalam Al-Qur’an. Pertama-tama perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan “ayat-ayat membunuh” adalah ayat dalam Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata dengan kata dasar “bunuh” (membunuh, dibunuh, pembunuhan atau pembunuh). Kami mendasarkan pada Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Edisi Terkini Revisi Tahun 2006.

Ayat-ayat yang ada ini berdasarkan hasil tangkapan mata manusiawi. Sadar akan kelemahan dan keterbatasan, tentu ada ayat yang terlewatkan. Inilah “ayat-ayat membunuh” Al-Qur’an.

Kamis, 22 April 2021

MENCERMATI KASUS JOSEPH PAUL ZHANG


 

Belum lama ini publik muslim Indonesia dihebohkan dengan video seorang Youtuber bernama Joseph Paul Zhang. Sontak tema penistaan agama dan ujaran kebencian mengiringi kehebohan tersebut. Yang menjadi korban dalam kasus ini adalah umat islam; dan ini sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah. Setiap ada penodaan agama islam, kehebohan pasti mengiringinya. Salah satu pusat kehebohan itu adalah klaim Joseph Paul Zhang bahwa dirinya adalah nabi ke-26 setelah nabi Muhammad. Pernyataan ini dinilai sungguh melukai hati perasaan umat islam. Karena itulah, mereka lantas mencap Joseph Paul Zhang sebagai penoda agama.

Sebenarnya umat islam harus bangga karena dalam pernyataan tersebut secara tersirat Joseph Paul Zhang mengakui kenabian Muhammad. Dari nama, “penoda” ini bukanlah umat islam, tapi dia mengakui Muhammad sebagai nabi ke-25. Di saat umat agama lain tidak mengakui kenabian Muhammad, ini ada orang yang mengakuinya. Sudah seharusnya umat islam bangga. Tapi, yang terlihat justru tersinggung, marah dan lantas mengecam Joseph Paul Zhang. Jika umat islam sudah yakin bahwa Muhammad adalah nabi terakhir, yah anggap saja pernyataan Joseph Paul Zhang itu ngawur. Umat islam harus belajar dari pengalaman orang Yahudi dan Nasrani saat pertama kali Muhammad mengklaim dirinya nabi. Baik orang Yahudi maupun Nasrani langsung menolak kenabian Muhammad tanpa sama sekali merasa tersinggung atau marah. Mereka malah merasa lucu. Hal ini karena mereka sudah yakin dengan agamanya. Mereka punya standar atau kriteria nabi, yang bila dikenakan ke Muhammad “jauh panggang dari api”.

Dalam tulisan ini, kami sama sekali bukan hendak membela Joseph Paul Zhang. Posisi sikap kami adalah mengecam perbuatannya, sekalipun dia merasakan bahwa apa yang dilakukannya adalah sebagai pengungkapan kebenaran. Sikap kami ini sejalan dengan semangat yang diusung oleh Paus Fransiskus dan Ahmad al-Tayyeb, dalam Dokumen Abu Dhabi (4 Februari 2019). Dalam dokumen tersebut dikatakan bahwa agama tidak boleh menghasut pemeluknya untuk menebarkan kebencian dan permusuhan tetapi harus menyebarkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai. Kami juga mendukung upaya untuk menegakkan hukum untuk penangan kasus ini.