Minggu, 06 September 2020

JANGAN KALAH PADA KELEMAHAN

Ada sebagian manusia yang kerap  berlaku “tidak ramah” terhadap dirinya. Ketika melihat diri sendiri di depan cermin, ketika merenungkan kembali hidupnya, mereka merasa kecewa dengan apa yang mereka miliki. Mereka tidak puas dengan realita hidup mereka. Segudang kelemahan seakan terpapar di hadapan mereka.
Psikoanalis Maxwell Maltz dalam bukunya Psycho-Cybernetics menandaskan, “jangan pernah menyerah pada kelemahan-kelemahan Anda.” Kekuatan manusia sesungguhnya terletak pada penerimaannya terhadap kelemahan-kelemahannya dan berusaha bangkit menuju keberhasilan. “Sukses merupakan sebuah proses mengatasi kelemahan-kelemahan yang kita miliki, menembus padang gurun menuju padang hijau,” ujar Maltz.

Dengan berani menerima kelemahan-kelemahannya, seseorang telah menerima dirinya secara total. Bagaimanapun, manusia selalu punya kelemahan. Kelemahan seseorang berbeda dengan kelemahan orang lain. Tuhan tidak menciptakan manusia secara massal. Tuhan telah membuat setiap manusia menjadi individu yang unik.
Keunikan setiap manusia sebenarnya merupakan daya hidup yang positif. Tetapi, sebagian manusia telah merusak hidupnya dengan perasaan rendah diri karena keadaannya. Mereka telah membuat rintangan yang menghambat mereka menjadi pribadi yang bahagia. Sebagai insan yang unik, manusia tidak luput dari kelemahan. Bisa jadi kelemahan itu tampak pada penampilan fisik, bisa jadi pada kepribadian. Di manapun  letaknya, setiap manusia pasti punya kelemahan.
Namun, yang passti, setiap manusia memiliki kualitas positif tersendiri. “Jika kualitas itu masih merupakan harta terpendam, ambillah sekop dan tembilang. Galilah semua keluar. Perlihatkan semua kepada diri sendiri sehingga Anda bisa menghargainya dan menggunakannya sebagai kekuatan,” pesan Maltz.
Erich Fromm dalam bukunya “The Art of Loving” mengingatkan bahwa manusia dianugerahi pertimbangan akal. “Dia bertahan hidup karena menyadari dirinya sendiri, dia memiliki kesadaran akan dirinya sendiri, sesamananya, masa lalunya dan kemungkinan masa depannya.”
diambil dari tulisan 8 tahun lalu

Jumat, 04 September 2020

MENGKRITISI SURAH AL-MA’ARIJ AYAT 29 – 30

Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas islam. Umat islam menyakini Al-Qur’an langsung berasal dari Allah SWT. Ada dua versi pemaknaan dari kata “langsung” ini. Versi pertama memahami Al-Qur’an, sebagai sebuah kitab yang utuh diberikan langsung kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini didasarkan pada kisah turunnya wahyu pertama, saat Muhammad bersemedi di gua Hira. Saat itu suatu malaikat menampakkan diri kepada Muhammad dan memberi perintah singkat: Bacalah! Dari kisah ini orang mengartikan bahwa pada waktu itu sudah ada kitab, yang belakangan dikenal dengan nama Al-Qur’an, sehingga malaikat menyuruh Muhammad untuk membacanya.
Versi lain memahami bahwa wahyu Allah SWT diturunkan secara bertahap dalam kurun waktu 23 tahun. Ada dua lokasi besar turunnya wahyu, yaitu Mekkah dan Madinah (jaraknya kurang lebih 450 km). Makna “langsung” di sini Allah menyampaikan wahyu-Nya kepada Muhammad, dan kemudian ditulis. Kumpulan tulisan wahyu Allah ini kemudian dikumpulkan, dan jadilah Al-Qur’an.
Keyakinan bahwa Al-Qur’an sungguh wahyu Allah diperkuat dengan pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam surah as-Sajdah: 2 dan surah az-Zumar: 1 – 2, 41. Jadi, ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya dinilai sebagai suci oleh umat islam, tetapi juga benar, karena Allah, yang mewahyukannya, adalah mahabenar. Karena itu, dalam surah al-Haqqah: 51 dikatakan bahwa “Al-Qur’an itu kebenaran yang meyakinkan.”

Kamis, 03 September 2020

NASEHAT KEBAJIKAN DARI PAULUS

Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik. Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.

Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.

Bantulah dalam kekurangan orang-orang kudus dan usahakanlah dirimu untuk selalu memberikan tumpangan.

Berkatilah siapa yang menganiaya kamu, berkatilah dan jangan mengutuk.

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.

Janganlah menganggap dirimu pandai.

Surat Paulus kepada Jemaat di Roma 12: 9 - 16