Kamis, 01 Maret 2018
Rabu, 28 Februari 2018
PEMILU 2018 - 2019: PERTARUNGAN ANTARA ISLAM DAN NASIONALIS
Tahun
2018 dan tahun 2019 merupakan tahun politik bagi bangsa Indonesia, karena pada
tahun tersebut akan dilangsungkan pesta demokrasi: Pemilihan Umum (Pemiliu).
Ada dua Pemilu yang akan diselenggarakan, yaitu Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada), yang akan diadakan serentak di 171 propinsi dan kabupaten/kota pada
Juni 2018, dan Pemilihan Presiden di tahun 2019.
Nuansa
politik pertarungan sudah mulai terasa saat ini. Akan tetapi, jika dicermati,
pertarungan ini bukan terjadi antar partai-partai politik yang ada, melainkan
pertarungan antara islam dan nasionalis. Ada dua kelompok yang bertarung, yaitu
kelompok islam, yang diwakili oleh islam garis keras, dan kelompok nasionalis,
yang diwakili oleh partai-partai yang memperjuangkan kesatuan dan kesejahteraan bangsa.
Melihat
peta pertarungan ini, dapatlah disimpulkan dua kepentingan di balik pertarungan
tersebut. Kelompok islam ingin supaya kepentingan islam diakomodasi di negeri
ini, seperti penerapan syariah islam. Bukan tidak mungkin dasar negara pun akan
diubah. Sementara partai-partai nasionalis berjuang untuk kepentingan rakyat Indonesia, menjaga keutuhan bangsa yang berdasarkan pada Pancasila, UUD 1945
dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kelompok
islam garis keras berjanji akan melakukan kampanye melawan sejumlah partai
politik nasionalis menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan
berlangsung secara serentak di beberapa wilayah Indonesia tahun 2018 dan
Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019. Salah satu target utama mereka adalah
Presiden Joko Widodo dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Kelompok
islam ini akan menggunakan cara seperti yang mereka lakukan ketika mengalahkan
Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 lalu. Hal ini ditegaskan oleh Ansufri Idrus
Sambo, seorang tokoh muslim. Dia mengatakan bahwa taktik yang dipakai untuk
melawan Ahok dengan mengerahkan aksi massa akan dilakukan lagi. “Kami akan
memonitor setiap wilayah untuk memastikan bahwa umat islam memilih kandidat
yang sejalan dengan misi kami,” ujar Idrus. Kata "kami" di sini sudah bisa dipastikan merujuk pada umat islam. Dengan kata lain, perjuangan mereka hanya ditujukan untuk kepentingan islam, sementara umat lain, sebagaimana perintah dalam Al-Qur'an, bila perlu dimusnahkan.
Senin, 26 Februari 2018
TUJUAN PERNIKAHAN KATOLIK: KETURUNAN & PENDIDIKAN ANAK
Minggu lalu sudah dibahas tujuan
perkawinan katolik yang pertama. Tujuan perkawinan katolik yang lain adalah
mewujudkan kelahiran
serta pendidikan anak (Kan. 1055 §1). Ada dua hal
penting yang perlu diketahui. Pertama,
dari kodratnya pernikahan terarah kepada kelahiran anak. Anak
diperoleh melalui hubungan suami istri secara manusiawi. Gereja menolak cara
lain seperti bayi tabung. Kedua,
pernikahan tidak hanya berhenti pada kelahiran anak, tapi berlanjut pada
pendidikannya. Harapan Gereja adalah dari keluarga hadir generasi yang lebih
baik dari sebelumnya.
Terkait dengan pendidikan anak, ada dua tempat
terjadinya proses pendidikan, yaitu di rumah dan di sekolah. Di rumah, orangtua adalah pendidik pertama dan utama (Gravissium Educationis no. 3).
Pendidikan sudah dimulai sejak dini, bahkan bisa dimulai sejak anak masih
janin. Menciptakan suasana positif bisa mempengaruhi pertumbuhan moral dan
kepribadian anak. Orangtua harus mengajari anak bagaimana bersikap dalam
kehidupan: hormat kepada yang lebih tua, mau berbagi, memaafkan, jujur, dll.
Di sekolah proses pendidikan ada di tangan
guru, meski peran orangtua tidak lantas hilang. Untuk menunjang proses ini,
adalah kewajiban orangtua untuk menyekolahkan anak hingga ke jenjang tertinggi.
Orangtua harus punya prinsip anak harus lebih dari dirinya. Kalau dia hanya
tamat SMP, maka anak harus tamat SMA atau bila perlu kuliah. Untuk itu dibutuhkan biaya. Maka tugas dan
tanggung jawab orangtua mengusahakan biaya sekolah bagi anaknya.
Sangat penting juga agar orangtua
memotivasi anaknya untuk terus sekolah, bukan mengikuti kemauan anak ketika
anak berhenti sekolah. Orangtua juga harus tahu perkembangan anaknya di
sekolah: tahu jam sekolah, kapan libur, pelajaran-pelajaran sekolah,
nilai-nilai pelajaran, dll. Komunikasi dengan anak tentang sekolah sangat
diperlukan, apalagi bila orangtua mau merasakan suka duka anak di sekolah.
by: adrian
Langganan:
Postingan (Atom)