Senin, 17 Juli 2017

PACARAN DAN PERNIKAHAN

Dewasa ini, hampir semua orang yang menikah pernah menjalani hidup pacaran. Hanya segelintir orang saja yang membangun hidup rumah tangga tanpa melalui proses pacaran. Kenal sebentar, sama-sama suka, langsung nikah. Tidak jarang usia pernikahannya hanya seumur jagung, meski ada juga yang langgeng.
Pacaran bisa menjadi tahap awal bagi pernikahan. Melalui pacaran, orang bisa saling mengenal satu sama lain. Memang harus diakui, selama masa pacaran ada saja yang disembunyikan, entah itu keburukan, kelemahan atau juga kekurangan. Orang selalu menampilkan yang terbaik pada masa pacaran, sekalipun itu palsu. Karena itu, janganlah terlampau kelewat batas dalam berpacaran. Harus diingat, pada pacaran tidak ada ikatan, tidak seperti pada pernikahan.
Pacaran sangat jauh berbeda dengan pernikahan, justru pada pembatasannya. Salah satu batasannya adalah hubungan seks. Hubungan seks hanya diperkenankan pada pernikahan, pada orang yang berstatus suami dan isteri (makanya disebut juga hubungan suami isteri). Selagi pacaran, hubungan ini terlarang. Jadi, jangan berpacaran sampai melampaui batas.
Apa efek seks pra-nikah bagi kehidupan rumah tangga? Karena pada pacaran tak ada ikatan yang kuat antara cowok dan cewek, maka cowok bisa meninggalkan cewek kapan saja dia mau. Bila sudah terlanjur melakukan hubungan seks, maka umumnya cewek dikenal sebagai barang bekas, sedangkan cowok tidak. Sebuah penelitian mengungkapkan beberapa efek lain, yaitu berpotensi untuk menciptakan konflik dalam keluarga, menimbulkan kecemburuan, salah pengertian antar pasangan, konflik soal anak, dll.
by: adrian

Jumat, 14 Juli 2017

MENGUBAH KEKOSONGAN IMAMAT MENJADI BERLIMPAH

Kehidupan manusia tak pernah berjalan mulus; pasti selalu ada gelombang dalam hidup. Misalnya dalam dunia perdagangan. Kadang situasi dagang sedang bagus sehingga mendatangkan keuntungan yang banyak; dan hal ini tentu membawa sukaacita dan kebahagiaan. Namun kadang situasi dagang sedang sepi dan lesu sehingga keuntungan sedikit, malah justru rugi; dan hal ini akan membawa kedukaan dan stres.
Fenomena ini tak jauh beda dengan diri Petrus dan kawan-kawannya sebagaimana dikisahkan dalam Lukas 5: 1 – 11. Dalam teks tersebut digambarkan bahwa Petrus, Yohanes dan Yakobus adalah orang dengan profesi nelayan. Dikatakan bahwa saat itu perahu mereka kosong. Mereka sudah bekerja semalam-malaman, tapi tak mendapatkan ikan. Tentulah hal ini mendatangkan kelesuan, kedukaan dan frustasi.
Akan tetapi, akhir cerita kisah Petrus dan kawan-kawannya adalah sukacita. Perahu mereka yang awalnya kosong, kini penuh berlimpah, bahkan perahu mereka nyaris tenggelam (ay. 7). Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Memang hal tersebut tak bisa dilepaskan dari mukjizat. Namun ada beberapa faktor yang menunjang terjadinya mukjizat tersebut.
Pertama, membiarkan Yesus masuk ke dalam perahu kosong. Dan Yesus tetap berada di dalam perahu itu hingga perahu itu penuh dengan ikan. Kedua, melakukan sesuatu yang baru. Setelah selesai mengajar, Yesus meminta Petrus untuk bertolak ke tempat yang dalam. “Bertolaklah ke tempat yang dalam, dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” (ay. 4). Semalaman Petrus dan kawan-kawannya sudah mencari ikan, namun tidak mendapatkan hasil. Mereka pulang dengan perahu kosong. Mungkin karena mereka tidak bergerak ke tempat yang dalam, atau mereka hanya berdasarkan kebiasaan saja. Ketiga, melakukan sesuai dengan kehendak Yesus. Petrus adalah seorang nelayan. Sudah bertahun-tahun ia menggeluti profesi itu. Jadi, dari segi pengalaman, Petrus jauh lebih tahu soal danau dan ikan daripada Yesus. Namun, karena Yesus memintanya, Petrus mengikuti saja. “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” (ay. 5).

Rabu, 12 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: KEMUNAFIKAN HANCURKAN KOMUNITAS KRISTEN

Bahasa kemunafikan, yang menjerat orang lain melalui pujian, memiliki kekuatan untuk menghancurkan komunitas-komunitas kristen. Demikian ungkap Paus Fransiskus dalam misa pagi 6 Juni 2017. Seperti orang-orang farisi yang berbicara kepada Yesus dengan kata-kata pujian yang menenangkan, demikian pula orang-orang kristen yang terlbat dalam kemunafikan berbicara dengan lembut namun “secara brutal menghakimi seseorang,” kata Paus Fransiskus.
“Kemunafikan bukanlah bahasa Yesus. Kemunafikan bukanlah bahasa orang kristen. Orang kristen tidak bisa menjadi orang munafik dan orang munafik tidak bisa menjadi orang orang kristen. Ini sangat jelas,” papar Paus Fransiskus. “Orang-orang munafik bisa membunuh sebuah komunitas.”
Orang munafik selalu mulai dengan adulasi atau pujian yang berlebihan, tidak mengatakan kebenaran, melebih-lebihkan, bahkan menumbuhkan kesia-siaan. Paus Fransiskus bahkan menegaskan bahwa kemunafikan adalah cara iblis untuk berbicara dan iblislah yang menempatkan “lidah bercabang” ke dalam sebuah komunitas untuk menghancurkannya.
Karena itu Paus Fransiskus meminta orang-orang kristen untuk berdoa agar mereka tidak jatuh ke dalam kemunafikan ini, memoles dengan pujian untuk menutupi niat buruk.
Orang kristen harus berdoa begini: “Tuhan, semoga saya tidak pernah menjadi orang munafik. Mampukan saya agar mengatakan yang sebenarnya dan jika saya tidak dapat mengatakannya, agar berdiam diri. Tapi jangan pernah membiarkan saya menjadi seorang munafik.”
sumber:UCAN Indonesia