Rabu, 24 Mei 2017

PAUS FRANSISKUS: MARIA MENGAJARKAN KITA UNTUK TIDAK KEHILANGAN HARAPAN

Bunda Maria, sebagaimana kebanyakan ibu di seluruh dunia, menjadi contoh kekuatan dan keberanian dalam menerima kehidupan baru dan merasakan penderitaan anak-anak mereka, ungkap Paus Fransiskus. Meskipun dia tidak tahu apa yang menanti di hadapannya ketika menerima tawaran untuk mengandung dan melahirkan Putera Allah, Maria dalam hal ini tampak seperti salah satu dari ibu-ibu di dunia ini, sangat berani. Demikian ujar Paus Fransiskus dalam audensi mingguan.
Kasih sayang dan keberanian sebagai seorang ibu sekali lagi menjadi nyata ketika dia berdiri di kaki salib puteranya. “Dia mengajarkan kepada kita arti dari penantian, bahkan ketika segala sesuatu tampak tidak berarti apa-apa,” kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus mengangkat topik tentang Maria dan pengharapan sebelum berangkat ke Fatima, Portugal, untuk merayakan 100 tahun penampakan Maria. Sebagaimana diketahui, pada 13 Mei 1917 Bunda Maria menampakkan dirinya kepada 3 anak gembala, yaitu Lucia dos Santos, Yasinta Marto dan Fransesco Marto. Penampakan itu berlangsung sekali sebulan hingga 13 Oktober 1917.
Paus Fransiskus dijadwalkan akan memimpin misa perayaan puncak di Basilika Ratu Rosari Fatima pada 13 Mei untuk memperingati 100 tahun penampakan Bunda Maria. “Kita bukan yatim piatu. Kita punya ibu di sorga,” kata Paus Fransiskus. “Dalam momen yang sulit, semoga Maria, ibu yang diberikan Yesus kepada kita semua, selalu menuntun langkah kita.”
Bunda Maria adalah bunda pengharapan, demikian Paus Fransiskus. “Jangan lupa: selalu ada hubungan erat antara harapan dan mendengarkan. Dan Maria adalah perempuan yang mendengarkan, yang menerima keadaan yang datang kepada kita baik dalam saat senang maupun saat susah, yang selalu ingin kita hindari.”
“Seorang ibu tidak mengkhianati, dan dalam hal ini, di kaki salib, tidak ada satu pun dari kita bisa mengatakan manakah penderitaan yang lebih kejam: pria tidak bersalah yang mati dipaku di salib atau penderitaan seorang ibu yang menemani puteranya dalam momen-momen terakhir hidupnya,” tegas Paus Fransiskus.
sumber: UCAN Indonesia

Senin, 22 Mei 2017

PENODAAN AGAMA DAN PESAN TOLERANSI QS. AL KAFIRUN: 6

Indonesia pernah dihebohkan dengan berita soal penodaan agama, yang tokoh utamanya adalah Basuki Tjahaya Purnama, alias Ahok. Sungguh, ini menjadi topik pembicaraan hangat di negeri kita. Topik ini malah menutupi hangatnya berita lainnya dari belahan dunia lain, yaitu kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Penodaan agama, yang dilakukan oleh Ahok saat kunjungan dinasnya di Kepuluan Seribu, dibingkai oleh fatwa MUI, demo umat islam, safari Presiden Jokowi, aksi saling lapor antara HMI dan Partai Demokrat terkait rusuh demo damai, dan penetapan Ahok sebagai tersangka.
Terkait dengan pernyataan Ahok di hadapan warga Kepulauan Seribu tersebut, Majelis Ulama Indonesia menjatuhi fatwa bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama dan ulama.  Fatwa ini menjadi salah satu legitimasi untuk umat islam melakukan aksi unjuk rasa. Beberapa ormas islam bahkan menyatakan siap mengawal fatwa ini, pasca penetapan Ahok sebagai tersangka.
Ada dua hal yang perlu disoroti dari fatwa itu. Pertamapenodaan ulama. Terus terang saya bingung pada titik mana Ahok telah melakukan penodaan ulama. Apakah tafsiran bahwa Ahok menyatakan kalau ulama telah melakukan pembohongan dengan memakai Surat al-Maidah ayat 51? Jika memang demikian, ada banyak pernyataan serupa, tapi kenapa tidak dipersoalkan. Sebagai satu contoh, sekitar tahun 2002, dalam bukunya The Corruption of Moslem Minds, DR Nader Pourhassan dengan tegas mengatakan bahwa selama ini ulama telah melakukan pembohongan kepada umat muslim. Namun tak ada satu otoritas islam di dunia ini yang menghakimi dia.
Pada satu titik, pernyataan Denny Siregar, dalam akun facebook-nya tertanggal 14 November 2016 pukul 22.06, juga bisa dinilai melecehkan ulama. Denny menulis, “Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?” Tetapi, kenapa MUI tidak merasa tersinggung dan mengeluarkan fatwa?

Jumat, 19 Mei 2017

UMAT ISLAM HARUS LIHAT MASALAH PENODAAN AGAMA SECARA TOTAL

Penodaan agama menjadi berita panas di Indonesia jelang Pilkada serentak 2017. Aktornya adalah Basuki Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Kejadian ini terjadi pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu. Pada waktu itu, Ahok mengunjungi warga Kepulauan Seribu untuk menjelaskan program kerja sama Pemerintah Provinsi DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan. Dalam pidato penjelasannya itu, keseliplah pernyataan yang dinilai oleh MUI sebagai bentuk penodaan agama.
Bunyi pernyataannya seperti ini, “Jadi, jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.” Atas pernyataannya ini, MUI memfatwa Ahok melakukan penodaan agama dan ulama.
Untuk lebih jelasnya, kita akan kutip surat al Maidah yang dimaksud. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al Maidah: 51)
Teks Al Quran ini secara tegas melarang umat islam memilih orang non muslim sebagai pemimpin. Orang-orang yang beriman dalam teks tersebut merujuk pada umat islam, karena umat lain dilabeli sebagai kafir. Teks ini sering digunakan oleh tokoh-tokoh islam, baik tokoh politik maupun agama, untuk melawan calon pemimpin non muslim. Ahok sendiri sudah mengalaminya ketika pertama kali terjun dalam pilkada di Belitung Timur tahun 2003.
Kenapa pernyataan Ahok dinilai melecehkan agama islam dan ulama? Ketua MUI, Maruf Amin menjelaskan, penghinaan itu karena Ahok menyebut kandungan dari surah al Maidah itu sebuah kebohongan. Karena yang menyebarkan surah tersebut adalah ulama, maka dapat juga dikatakan bahwa ulama juga melakukan pembohongan. Dengan kata lain, pernyataan Ahok ditafsirkan bahwa surah al Maidah telah berbohong, atau surah tersebut adalah kebohongan.