Sabtu, 30 Juli 2016

Orang Kudus 30 Juli: St. Yulita Kaesarea

SANTA YULITA KAESAREA, PENGAKU IMAN
Tidak diketahui kapan dan dimana orang kudus ini dilahirkan. Namun yang pasti Yulita berasal dari Kapadokia dan hidup pada sekitar awal abad IV. Ia memiliki ladang dan ternak, harta kekayaan lainnya dan banyak budak belian. Di antara penduduk setempat, Yulita tergolong wanita kaya raya. Banyak orang mengadakan hubungan dagang dengannya. Pada suatu ketika, Yulita terlibat dalam suatu pertikaian bisnis dengan seorang pemuka masyarakat. Yulita dihadapkan ke pengadilan umum, namun berhasil mengalahkan orang itu. Hal ini membuat Yulita menjadi musuh bebuyutan orang itu.
Untuk membalas kekalahannya di depan pengadilan, pemuka masyarakat itu melaporkan Yulita kepada penguasa setempat bahwa Yulita adalah seorang penganut agama kristen. Oleh laporan tersebut, hakim segera memanggil Yulita dan memaksanya untuk mempersembahkan korban bakaran kepada Dewa Zeus. Dengan berani Yulita menantang para hakim. Ia berkata dengan tegas, “Ladangku dan kekayaanku boleh diambil dan dirusakkan. Tetapi sekali-kali aku tidak akan meninggalkan imanku. Aku tidak akan pernah menghina Tuhanku yang telah menciptakan aku. Aku tahu bahwa aku akan memperoleh semuanya itu kembali di sorga.”
Mendengar pernyataan Yulita itu, tanpa banyak berpikir para hakim menyuruh para algojo membakar hidup-hidup Yulita di depan umum. Peristiwa tragis itu terjadi kira-kira pada tahun 303.
sumber: Iman Katolik
Baca juga orang kudus hari ini:


Kamis, 28 Juli 2016

Mari Berefleksi dari Pertarungan Yesus vs Iblis

Kisah Yesus dicobai iblis bukanlah merupakan cerita baru bagi umat kristiani. Kisah tersebut dapat dibaca dalam Matius 4: 1 – 11. Peristiwa ini terjadi tak lama setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis di sungai Yordan. Namun sebelum dicobai iblis, Yesus menjalani puasa selama 40 hari. Semua rangkaian peristiwa ini terjadi sebelum Dia melaksanakan tugas perutusan-Nya.
Umumnya umat tahu bahwa Yesus mengalami tiga kali pencobaan, yaitu mengubah batu menjadi roti untuk dimakan, menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah, dan kerajaan dunia dengan segala kemegahannya. Tiga godaan ini sering dijadikan tiga godaan hidup manusia dewasa kini, sehingga bisa dikatakan bahwa pencobaab Yesus adalah juga pencobaan kita.
Tulisan berikut merupakan buah-buah kontemplasi atas kisah pencobaan yang dialami Yesus. Dalam tulisannya, wujud godaan itu sudah dimodifikasi dengan situasi dewasa kini sehingga kita dapat secara langsung melihat konteksnya. Namun tetaplah perlu disadari bahwa tulisan ini merupakan refleksi bagi kita, bukan sekedar melihat peristiwa atau ceritanya saja. Artinya, jangan hanya berhenti pada cerita, melainkan kenakan pada diri sendiri. Karena cobaan Yesus adalah cobaan kita juga. Menjadi pertanyaannya: apakah kita siap dan berani mengalahkan godaan iblis?
Lebih lanjut silahkan baca di Budak Bangka: (Pencerahan) Yesus vs Iblis

Selasa, 26 Juli 2016

PENGALAMAN MAYORITAS HIDUP MENJADI MINORITAS

Tahun 2003 adalah tahun dimana saya harus meninggalkan masa belajar di SMA dan beralih menjadi mahasiswa. Ada satu pilihan, yaitu menjadi mahasiswa arsitektur. Sebagai salah seorang dengan pengetahuan terbatas, maka hanya Universitas Gajah Mada yang menjadi pilihan satu-satunya. Tapi, singkat cerita SAYA GAGAL.
Teman saya menyarankan agar saya mempertimbangkan masuk jurusan Teknik Arsitektur di universitas swasta seperti Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), dan juga Universitas Islam Indonesia (UII). Sebagai seorang mantan anak TPA (Taman Pendidikan Alquran) dengan predikat lulus terbaik, tentulah UKDW dan UAJY sama sekali tidak masuk dalam kriteria, karena mereka berada di bawah yayasan Kristen dan Katolik. Selain itu keluarga saya, yang berada dalam lingkungan Muhammadiyah kental, pasti tidak setuju jika saya sampai masuk ke universitas Kristen atau Katolik.
Sholat Istikharah (sholat minta petunjuk) adalah jalan satu-satunya bagi umat muslim ketika ia bingung menentukan pilihan. Dan itulah yang saya lakukan. Sebuah petunjuk dari Atas datang dan sungguh mengagetkan. Di pagi hari yang cerah di bulan Juli, saya mantab memilih Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Satu tahun pertama di kampus sungguh menyiksa perasaan saya. Namun bukan dari teman-teman kampus, melainkan dari saudara dan teman sekolah saya yang notabene adalah seorang muslim. Saya merasa berat untuk menunaikan sholat di sela-sela waktu kuliah dengan cara sembunyi-sembunyi. Saya juga takut melakukan gerakan sujud sementara di depan saya terpasang salib Tuhan Yesus.
Sejak kerusuhan 1998, saya sudah muak dengan yang namanya diskriminasi dalam bentuk agama maupun ras. Inilah salah satu alasan saya memilih kampus yang bernaun di bawah yayasan Katolik. Di sini saya punya teman dari berbagai kalangan agama, mulai Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, bahkan sampai yang atheis sekalipun. Saya juga punya teman dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
Awalnya yang namanya jadi anak kuliahan, saya berharap sekali bisa ikut demonstrasi jalanan, tapi sayang sekali kampus ini “terlalu damai” untuk disulut sebuah permasalahan yang bernuansa agama atau suku. Baru di sini saya bisa bercanda tanpa ada batasan dengan teman-teman saya yang berasal dari aneka suku bangsa. Hingga saat ini saya memiliki 4 orang sahabat, dua di antaranya beragama katolik. Persahabatan kami membuat kami merasa seperti keluarga saja. Dari persahabatan kecil ini kami bahkan pernah mendesain sebuah masjid cantik dan sebuah gereja yang sungguh menawan secara bersama-sama.