Selasa, 18 Agustus 2020

MEMAHAMI ARTI KEHILANGAN


Ada seorang perempuan yang merasa sangat kehilangan saat ditinggal mati suami yang sangat dicintainya.
Demikian besar rasa cintanya, sehingga ia memutuskan untuk mengawetkan mayat suaminya dan meletakkannya di dalam kamar.
Setiap hari, dia menangisi suaminya yang telah menemaninya bertahun-tahun. Wanita itu merasa dengan kematian suaminya, maka tidak ada lagi makna dari hidup yang dijalaninya.
Cerita tentang wanita itu terdengar oleh seorang pria bijak yang juga terkenal memiliki kesaktian yang tinggi. Didatanginya wanita tersebut, dan dia mengatakan bisa menghidupkan kembali suaminya. Dengan syarat dia meminta disediakan beberapa bumbu dapur yang mana hampir setiap rumah memilikinya.
Namun, ada syarat lain, bumbu dapur tersebut harus diminta dari rumah yang anggota keluarganya belum pernah ada yang meninggal dunia sama sekali.
Mendengar hal itu, muncul semangat di hati sang wanita tersebut. Dia berkeliling ke semua tetangga dan berbagai penjuru tempat. Setiap rumah memiliki bumbu dapur yang diminta oleh si orang bijak, tapi setiap rumah mengaku pernah mengalami musibah ditinggal mati oleh kerabatnya. Entah itu orangtua, suami, nenek, kakek, adik, bahkan ada yang anaknya sudah meninggal.
Waktu berjalan dan tidak ada satu pun rumah yang didatanginya bisa memenuhi syarat yang dibutuhkan. Hal ini menjadikan wanita tersebut sadar, bahwa bukan hanya dirinya yang ditinggal mati oleh orang yang disayanginya.
Akhirnya, dia kembali mendatangi si orang bijak dan menyatakan pasrah akan kematian suaminya. Hingga kemudian dia menguburkan mayat suaminya, dan menyadari bahwa semua orang pasti pernah mengalami masalah sebagaimana yang dihadapinya.

Senin, 17 Agustus 2020

MENEMUKAN KEBENARAN SABDA YESUS


Yesus pernah berkata bahwa Dia datang untuk membawa pertentangan. “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai melainkan pedang.” (Mat 10: 34). Pedang di sini bukanlah simbol dari kekerasan, melainkan pemisahan.
Apa yang dikatakan Yesus ini sudah banyak terbukti kebenarannya. Salah satunya adalah pengalaman Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Al-Azhar, Mesir. Berikut ini kisah pengalaman hidupnya.
Latar Belakang
Sejak umur 5 tahun saya sudah belajar menghafal Al-Qur’an. Paman saya yang mengajar dan membimbing saya hampir setiap hari. Ia menjadi penasihat saya. Ketika saya berumur enam tahun, ia memasukkan saya ke sekolah dasar Al-Azhar. Sekolah bergengsi ini difokuskan pada pendidikan agama Islam.
Hampir setiap pagi, saya pergi bersama ayah dan paman ke mesjid untuk shalat subuh, yang dimulai sekitar pukul 03.30 pagi dan berakhir sekitar pukul 04.30. Setelah sembahyang, saya biasanya menunggu di mesjid dengan salinan Al-Qur’an saya. Sebelum saya mulai menghafal ayat-ayat baru, saya menguji diri saya sendiri akan ayat-ayat yang telah saya hafalkan dua hari sebelumnya. Setelah saya yakin bahwa hafalan saya benar, saya mulai dengan materi yang baru.
Saya sangat berhati-hati mempertahankan apa yang telah saya pelajari, jadi saya menghabiskan waktu dua atau tiga hari dalam sebulan untuk meninjau ulang. Jika Anda bertanya kepada saya tentang sebuah ayat yang telah saya hafalkan beberapa bulan sebelumnya, ayat itu telah ada di dalam pikiran saya.

Minggu, 16 Agustus 2020

HUT PROKMALASI RI DALAM LITURGI KATOLIK


Merayakan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, sama artinya merayakan proklamasi bangsa Indonesia yang dikumandangkan oleh Bung Karno. Alasannya karena kemerdekaan bangsa Indonesia dimulai saat Bung Karno, atas nama bangsa Indonesia, membacakan teks proklamasi kemerdekaan, yang diketik Sayuti Melik. Kemerdekaan itu adalah kemerdekaan seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Karena itu juga, kegembiraan atas ulang tahun kemerdekaan RI ini adalah kegembiraan semua rakyat Indonesia.
Atas kegembiraan itu, rakyat Indonesia diajak untuk menghaturkan syukur. Semua rakyat Indonesia bergembira merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka merayakan dengan berbagai macam kegiatan. Umat Katolik di seluruh Indonesia merayakannya dengan perayaan ekaristi. Ulang tahun proklamasi dalam liturgi orang Katolik termasuk Hari Raya. Karena itu, perayaan ekaristinya meriah.
Dalam perayaan ekaristi itu, umat Katolik diajak untuk menghaturkan syukur kepada Tuhan karena anugerah kemerdekaan yang diberikan-Nya. Bagi umat Katolik, kemerdekaan yang didapat bangsa Indonesia bukan semata-mata perjuangan anak bangsa, melainkan juga anugerah, rahmat dan berkat Tuhan. Hal ini senada dengan bunyi alinea ketiga mukadimah UUD’45, “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Umat Katolik juga diajak untuk mengenangkan jasa para pahlawan serta mendoakan mereka. Perjuangan merekalah (dan dengan karunia Allah) yang menghasilkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Selain itu, dalam perayaan ekaristi itu juga umat Katolik berdoa untuk bangsa Indonesia, seluruh rakyat Indonesia agar terhindar dari mala petaka dan dapat mencapai kesejahteraan serta hidup damai. Umat berdoa bukan hanya untuk umat Katolik atau Kristen saja, melainkan untuk semua rakyat Indonesia, tanpa melihat suku, ras, agama, golongan dan aliran ideologinya.