Pada
dasarnya, keluarga berencana (KB) adalah keluarga yang mempunyai rencana dalam
segala sendi kehidupannya. Tetapi, KB lebih difokuskan pada perencanaan
kelahiran dan jumlah anak. Alasannya adalah adanya kecemasan bahkan ketakutan
akan tantangan hidup yang semakin berat dan kesejahteraan keluarga yang
terancam suram karena banyaknya jumlah penduduk yang tak sebanding dengan
pertambahan luas tanah; pertambahan jumlah penduduk tak sebanding dengan
tersedianya lapangan kerja sehingga pengangguran semakin menumpuk. Untuk
pembatasan kelahiran dipakailah alat-alat kontrasepsi, seperti pil/injeksi,
alat (kondom, diafragma, IUD), susuk dan pemandulan (vasektomi atau tubektomi)
Selain
karena penggunaan alat-alat kontrasepsi juga mempunyai efek samping, seperti
darah tinggi dan darah rendah, jantung berdebar-debar, kegemukan, siklus
kewanitaan berubah, dan lain sebagainya, Gereja Katolik menolak penerapan KB di
atas dengan alasan:
a) Hubungan
seks hanya sebatas pemenuhan hawa nafsu
b) Istri
hanya dilihat sebagai alat pemuas hasrat seksual
c) Korban
dari KB di atas hanya sepihak, yaitu istri
d) Bisa
terjadi eksploitasi seks secara tak terkendali
e) IUD
bersifat abortif.
Sebagai
solusinya Gereja menawarkan Keluarga Berencana Alamiah (KBA), yaitu suatu
metode pengaturan kelahiran dengan memanfaatkan keadaan biologis, yaitu masa
subur dan tidak subur. Di sini pasangan suami istri (pasutri) lebih menghargai
kesempurnaan ciptaan Tuhan yang ada dalam dirinya dengan tidak mengubah atau
mengacaukannya karena suatu alat. Dengan kata lain, pasutri mau mensyukuri
karunia dan anugerah Tuhan pada diri mereka dan pasangannya.