Kamis, 03 Agustus 2017

PAUS FRANSISKUS: ORANG KRISTEN TIDAK PERGI KE PERAMAL

Kehidupan kristen adalah jalan yang dilalui pria dan wanita, dipanggil untuk dipimpin oleh Tuhan, bukan beralih ke paranormal dan horoskop dengan harapan bisa mengetahui apa yang ada di depan. Demikian ungkap Paus Fransiskus dalam misa pagi di Domus Sanctae Marthae, 26 Juni.
Seperti Yesus, yang dilucuti dari segala sesuatu dan dipaku di kayu salib, orang-orang kristiani dipanggil untuk ‘melucuti’ rasa nyaman dan mengikuti panggilan Tuhan, meskipun mereka tidak tahu ke mana arahnya. “Seorang kristen tidak memiliki horoskop untuk melihat masa depan,” kata Paus Fransiskus. “Dia tidak pergi ke peramal dengan bola kristal atau membaca telapak tangannya. Tidak, tidak. Dia tidak tahu kemana dia pergi. Dia dibimbing.”
Dari nabi-nabi Perjanjian Lama hingga murid-murid Perjanjian Baru, mengikuti Tuhan selalu menyiratkan sebuah panggilan untuk memulai dan percaya pada rencana Allah. Gaya hidup orang Kristen adalah perjalanan menuju Tanah Perjanjian.
“Kita adalah pria dan wanita yang berjalan menuju sebuah janji, menuju suatu perjumpaan, menuju suatu – sebuah negeri yang Tuhan sampaikan kepada Abraham – yang kita terima sebagai warisan,” ujar Paus Fransiskus.
Percaya pada Tuhan berarti bersikap terbuka terhadap “kejutan dari Tuhan” bahkan hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti penyakit atau kematian orang yang dicinai. Akan tetapi, orang Kristen juga harus hidup dengan percaya diri bahwa apa pun yang terjadi sepanjang perjalanan, Tuhan akan membawa mereka “ke tempat yang aman.”
Paus Fransiskus mengatakan bahwa dalam mengikuti teladan Abraham, orang kristen dapat berjalan di sepanjang jalan hidup untuk memuji Tuhan dan memberkati mereka yang dijumpai di sepanjang jalan. “Kehidupan Kristen sesederhana itu,” pungkas Paus Fransiskus..
sumber: UCAN Indonesia

Selasa, 01 Agustus 2017

MENIKAH ITU = BERSEKOLAH

Orang selalu bilang bahwa tidak ada sekolah khusus yang mengajar atau mendidik orang untuk menjadi suami istri atau ayah ibu. Hal ini disebabkan karena orang melihat sekolah secara harafia, yaitu adanya gedung, kurikulum, guru dan proses belajar mengajar. Akan tetapi, dalam pengertian umum, sebenarnya menikah itu sama artinya dengan bersekolah. Keluarga adalah sekolahnya.
Memang pada sekolah khusus ada guru yang mengajar, dan murid belajar. Namun ada kesamaan mendasar, yaitu setiap pesertanya (murid di sekolah, dan suami istri di keluarga) dituntut untuk BELAJAR. Dengan belajar orang akan mendapatkan tujuannya. Seorang murid menjadi pintar dengan mendapat nilai bagus atau lulus ujian; suami istri mendapatkan kesejahteraan bersama.
Proses belajar dalam pernikahan dilakukan sendiri. Ini bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu membaca, baik buku-buku tentang kehidupan keluarga, yang bisa ditemukan di toko buku, maupun kitab suci. Ada banyak buku yang akan menuntun pada terciptanya kebahagiaan rumah tangga, bagaimana merawat dan mendidik anak, bagaimana mengatur ekonomi rumah tangga, dan masih banyak lainnya. Kitab suci juga memuat pedoman bagi suami istri. Semuanya tergantung pada kemauan untuk membaca.
Bisa juga ditempuh dengan bertanya kepada mereka yang sudah berpengalaman. Pepatah mengatakan, ‘malu bertanya sesat di jalan’. Ketika menikah orang hanya diliputi oleh romantisme pacaran dan idealisme. Masih ada banyak hal yang belum diketahui. Karena itu, tidak salah jika bertanya kepada yang berpengalaman. Hal ini bisa dilakukan secara gratis, bisa juga berbayar (misalnya, konsultasi pada ahli keluarga).

Cara ketiga adalah refleksi diri. Refleksi itu ibarat bercermin. Ketika menemukan ada kekurangan dalam diri kita di cermin, kita segera membenahinya. Kita sendirilah yang membenahinya. Demikian pula dalam hidup keluarga. Jika ada yang kurang, langsung diberesi.
by: adrian

SEMINAR KELUARGA: MENGOLAH KONFLIK JADI BERKAT

BANYAK YANG DIUNDANG, SEDIKIT YANG DATANG