Selasa, 13 Juni 2017

PAUS FRANSISKUS: TUHAN BUKAN PANGLIMA PERANG YANG HAUS KEMENANGAN

Jika sulit menemukan Tuhan di dunia ini, itu disebabkan karena Dia memilih untuk bersekutu dengan yang lemah, yang ditolak, dan di tempat yang menjijikkan bagi kebanyakan orang, ungkap Paus Fransiskus. “Tuhan tidak suka dicintai sama seperti seorang panglima perang yang memaksa orang untuk meraih kemenangan, melemparkan mereka ke kolam darah para musuh,” kata Paus Fransiskus dalam audensi di Basilika St. Petrus pada 24 Mei 2017.
Audensi itu dimulai segera setelah Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Melania Trump di Vatikan. “Tuhan kita seperti lampu yang menyala suram di cuaca dingin dan berangin, dan sama seperti kehadiran-Nya yang tidak diduga, Dia memilih tinggal di tempat yang dianggap hina oleh semua orang,” tegas Paus Fransiskus kepada kerumunan massa di basilika.
“Yesus berjalan bersama mereka yang dilecehkan, yang berjalan dengan kepala tertunduk lesu, sehingga Ia bisa memberikan mereka harapan baru,” kata Paus Fransiskus. Bagi yang sering membaca Kitab Suci, mereka tidak akan menemukan kisah tentang kepahlawanan yang mudah, kampanye kemenangan yang luar biasa. Harapan yang sesungguhnya tidak didapatkan dengan mudah, selalu didapatkan melalui kekalahan.
Paus Fransiskus juga menambahkan bahwa harapan yang dirasakan oleh mereka yang tidak pernah mengalami penderitaan barangkali bukan harapan sama sekali. Gereja perlu seperti Yesus, tidak tinggal di dalam benteng yang megah, tapi di tempat-tempat dimana semuanya hidup dan bergerak, seperti di jalanan.
“Di situlah [Gereja] bertemu dengan orang-orang, dengan harapan dan kekecewaan mereka, mendengar dengan penuh kesabaran akan apa yang muncul dari kesalahan dan hati nurani mereka, dan memberikan sabda yang menghidupkan dan menjadi saksi cinta Tuhan,” papar Paus Fransiskus. Demikianlah cara untuk menghidupkan kembali orang-orang dengan harapan sesungguhnya.
sumber: UCAN Indonesia

Sabtu, 10 Juni 2017

KETIKA IMAN DIJUAL DEMI LEMBARAN RUPIAH

Tulisan ini jauh dari niat untuk menjelek-jelekkan agama tertentu. Ini hanyalah ungkapan keprihatinan pada suatu peristiwa. Dari keprihatinan ini lahirlah sebuah refleksi. Refleksi adalah ibarat bercermin. Siapa saja bisa bercermin pada kaca yang sama, karena yang dilihat adalah diri sendiri.
Berawal dari Cerita
Minggu, 19 Maret 2017, pukul 17.45 WIB. Baru beberapa detik meninggalkan rumah umat menuju mobil, yang diparkir di pinggir jalan depan rumah, saya kembali dipanggil. Kebetulan ada seorang ibu, tetangga depan rumah, datang. Setelah tiba di hadapan mereka, mulailah mereka bercerita. Ada kemarahan, kejengkelan dan juga kecemasan dalam cerita mereka.
Inti dari cerita mereka adalah: tentang satu keluarga yang belum lama ini masuk islam. Isterinya orang Maumere dan suaminya dari Kupang. Dua-duanya awalnya katolik. Mereka menikah sekitar bulan Oktober lalu, diberkati oleh pastor paroki. Namun kini mereka sekeluarga (dua anak) sudah masuk islam. Karena menjadi mualaf, mereka selalu mendapat uang (entah dari mana dan dari siapa). Kepada salah satu ibu, yang bercerita itu, dikatakan oleh isteri mualaf itu, bahwa enak jadi islam karena dapat duit gratis.
Mendengar cerita tersebut, saya langsung teringat akan rumor tentang dana mualaf dari Pemda Kabupaten Bangka Tengah. Dana mualaf adalah dana yang diperuntukkan bagi orang-orang kafir yang memutuskan menjadi islam. Konon katanya, setelah selesai masa kampanye pilkada lalu, di akhir Januari, Bupati Bangka Tengah, yang adalah juga kandidat Gubernur Babel waktu itu, akhirnya mengesahkan dana mualaf itu. Artinya, dana mualaf itu memang ada. Cerita dua ibu di atas seakan membenarkan keberadaan dana mualaf itu.

Rabu, 07 Juni 2017

SEKS DI USIA MUDA BERESIKO PADA KANKER SERVIKS

Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak nomor 2 yang diderita kaum perempuan di Indonesia, setelah kanker payudara. Penyabab utama kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papilloma Virus). Umumnya penyakit kanker serviks ini sedikit sulit dideteksi, karena tidak ada gejala pada pra-kanker serviks.
Pada umumnya perempuan yang terkena kanker serviks menunjukkan sejumlah tanda seperti berdarah saat berhubungan seks dan keputihan yang tidak sembuh-sembuh. Jika dua tanda ini sudah ada, atau setidaknya bila penyakit keputihan sudah mengeluarkan bau tak sedap, adalah sangat baik segera dilakukan screening.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam British Journal of Cancer menyatakan perempuan yang melakukan hubungan seks di usia muda beresiko dua kali lebih besar terserang penyakit kanker serviks. Hubungan seksual pada usia di bawah 17 tahun merangsang tumbuhnya sel kanker pada alat kandungan perempuan, karena pada rentang usia 12 hingga 17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali. Saat sel sedang membelah secra aktif (metaplasi) idealnya tidak terjadi kontaks atau rangsangan apa pun dari luar, termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan. Adanya benda asing, termasuk penis dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah abnormal. Apalagi kalau sampai terjadi luka yang mengakibatkan kanker mulut rahim (serviks). Kanker serviks menyerang alat kandungan perempuan, berawal dari mulut rahim dan beresiko menyebar ke vagina hingga keluar di permukaan.
Dr. Silvia Francheschi, orang yang memimpin studi tersebut, mengatakan perempuan yang melakukan hubungan seks di awal usia 20 tahun beresiko terserang kanker serviks dibanding dengan mereka yang melakukannya di usia 25 tahun.
Di Inggris, perempuan berusia 25 tahun hingga 40 tahun melakukan sedikitnya 3 kali pengecekan untuk mengetahui ada tidaknya kanker atau virus lain yang hinggap di tubuhnya. Sementara perempuan berusia 50 hingga 64 tahun melakukan pengecekan sebanyak 5 kali dalam satu tahun.
Di sisi lain, Dr.Lesley Walker mengatakan bahwa hasil penelitian Dr. Francheschi itu seharusnya menyadarkan banyak pihak akan pentingnya vaksinasi. Vaksinasi untuk mencegah HPV itu seharusnya diberikan sejak usia dini. “Bahkan jauh sebelum para perempuan melakukan hubungan seks, terutama bagi perempuan yang tinggal di daerah rawan,” ungkap Lesley. Ini tentu saja untuk mencegah munculnya kanker serviks.

Akan tetapi, vaksinasi akan berdampak pada persoalan moralitas. Vaksinasi seakan melegalkan anak-anak muda untuk tetap melakukan hubungan seks pra-nikah. Seharusnya, hasil penelitian ini menumbuhkan kesadaran di kalangan kaum muda, khususnya perempuan, untuk tidak melakukan hubungan seks di usia muda serta tidak menikah di usia muda.
baca juga tulisan lain: