Rabu, 26 April 2017

KETIKA ANAK MELAWAN ORANGTUA

Banyak orangtua mengeluh soal anak yang tidak patuh, bahkan melawan. Masalahnya, keluhan itu jarang menyentuh pada detail substansi masalah. Para orangtua umumnya hanya melihat masalahnya dari satu sisi, yaitu anak tidak patuh. Kenapa anak tidak patuh dan dalam hal apa anak tidak patuh, adalah bagian yang sangat jarang dieksplorasi. Selain itu juga, banyak orangtua tidak mau koreksi atau refleksi diri.
Anak-anak yang patuh adalah harapan orangtua. Sebab utamanya adalah hal itu membuat nyaman. Orangtua cukup mengatakan satu hal sekali, anak menurut. Tidak diperlukan banyak energi untuk melaksanakan sesuatu. Tapi ingat, ada sisi lain. Anak adalah suatu individu juga, yang secara alami memiliki kehendak dan inisiatif sendiri. Bila anak hanya patuh saja, boleh jadi ia akan tumbuh jadi anak yang tak punya inisiatif dan kemauan.
Peran orangtua dalam pendidikan anak persis sama seperti saat ia mengajari anaknya naik sepeda. Di saat awal, orangtua harus memegangi sepeda anak agar ia tak jatuh. Tapi pada saat yang sama orangtua harus mendorong inisiatif dan keberanian anak. Bahkan anak harus didorong untuk mengambil resiko, mencoba sendiri meski akibatnya ia jatuh dan terluka. Yang terpenting adalah pada akhirnya anak harus dilepas untuk mengayuh sepedanya sendiri, menentukan arah jalannya.
Banyak orangtua yang gagal memahami soal yang paling fundamental dalam pendidikan anak itu. Mereka bersikap seperti komandan yang ingin semua perintahnya dipatuhi. Bahkan saat anak memilih jodoh, sebuah pilihan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa, orangtua masih ingin bertengger di pundak anaknya, memegang kendali. Orangtua seperti inilah yang banyak mengeluh soal anaknya yang tidak patuh.
Tak selamanya orangtua harus dipatuhi. Yang patut dipatuhi adalah nilai-nilai yang mengatur tata cara hidup. Nilai itu berupa nilai agama, aturan hukum, tata krama sosial dan nalar. Bahkan orangtua terikat dan wajib juga mematuhi nilai-nilai itu. Mendidik anak pada dasarnya adalah mengajak anak untuk patuh pada nilai itu. Ketika anak patuh pada orangtua, pada dasarnya itu adalah bagian dari kepatuhan pada nilai-nilai tadi.

Senin, 24 April 2017

PASKAH JANGAN HANYA DIRAYAKAN, TAPI ......

Paskah merupakan salah satu tradisi iman, baik bagi orang Yahudi maupun orang kristiani. Inti dari paskah adalah Allah menyelamatkan umat-Nya. Orang islam, sekalipun tergabung dalam agama samawi dengan Yahudi dan Kristen, tidak mempunyai tradisi paskah.
Bagi orang Yahudi, paskah itu terlihat dari pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Allah menyelamatkan umat-Nya. Ini dapat dibaca dalam Kitab Keluaran, dimana dikisahkan bahwa orang Israel melaksanakan perjamuan paskah. Darah anak domba membebaskan mereka dari tulah, yang kemudian menghantar mereka ke Laut Merah.
Bagi orang kristen, paskah itu terlihat dari pembebasan umat manusia dari perbudakan dosa. Hal ini terlihat dala peristiwa salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Yesus-lah Anak Domba Allah yang dikorbankan, yang darah-Nya membawa penebusan. Pengorbanan Yesus berpuncak di kayu salib.
Sangat menarik jika diperhatikan pergeseran arah keselamatan pada paskah orang Yahudi ke paskah orang Kristen. Kalau paskah Yahudi pembebasan hanya terjadi pada orang Israel saja, sedangkan paskah Kristen terjadi pada semua umat manusia; bukan hanya umat kristiani saja. Bagi orang kristen tentu sudah tak asing lagi makna penebusan itu. orang kristen sudah tahu bahwa dirinya sudah ditebus lewat kematian dan kebangkitan Kristus. Namun tidaklah dengan orang-orang non kristinai. Mereka sama sekali belum tahu, bahwa dirinya sudah ditebus. Oleh karena itu, tugas orang kristen untuk menyampaikannya. Yesus sudah berkata, “Kamu adalah saksi dari semuanya ini.” (Lukas 24: 48).
Karena paskah identik dengan Allah menyelamatkan umat-Nya, tentulah hal ini mendatangkan sukacita. Umat pantas bergenbira dan merayakannya. Karena itu, tak heran di gereja-gereja, usai kebaktian paskah diadakan perayaan.
Patut disayangkan bahwa paskah hanya sebatas perayaan saja. Umat kristen disibukkan dengan bagaimana merayakan paskah. Mulai acara liturgi hingga rekreasi. Hal ini membuat orang kristen jatuh ke dalam seremonial-ritualistik. Dan setelah pesta atau perayaan, umat masuk ke dalam situasi biasa. Tidak ada sesuatu yang baru
Paskah hendaknya tidak hanya sekedar dirayakan, melainkan juga dialami dan dimaknai. Dengan mengalami paskah, orang dapat memaknai paskah tersebut. Pusat pemaknaan paskah adalah Yesus yang bangkit. Bagaimana memaknai paskah?
Pertama-tama kita perlu menyadari bahwa kebangkitan Yesus adalah juga kebangkitan kita. Paskah Yesus adalah paskah kita juga. Umat harus juga mengalami kebangkitan. Paskah, secara sederhana, dapat dipahami sebagai perubahan. Rasul Petrus, dalam kotbahnya di hari turunnya Roh Kudus (Pentakosta), mengatakan bahwa dengan paskah kemanusiaan Yesus berubah “menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis 2: 36).
Jadi, sama seperti Yesus yang berubah, hendaklah umat kristiani juga berubah. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, mencoba memberi pendasaran paskah kita (Roma: 6: 1 – 14). Bagi Paulus, dengan paskah kita menjadi manusia baru. Manusia lama kita sudah disalibkan bersama Kristus. Manusia lama itu adalah dosa-dosa kita, kebiasaan-kebiasaan buruk, sikap, mental dan cara pikir yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Semua ini sudah dipaku pada kayu salib lewat baptisan yang kita terima. Dengan menyalibkan manusia lama kita, itu berarti kita haruslah juga bangkit bersama Yesus. Bangkit bersama Yesus berarti kita menjadi manusia baru.
“Baru” di sini dapat dimengerti dengan hidup baik atau lebih baik lagi. Hidup lama yang tidak baik diubah menjadi baik; hidup yang sudah baik diubah menjadi lebih baik. Dalam bahasa iman, hidup baik atau lebih baik di sini berarti hidup tanpa dosa. Paulus berkata, “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana.” (Roma 6: 12).
Toboali, 24 April 2017

by: adrian, disampaikan dalam kotbah paskah bersama gereja-gereja kristen se-Bangka Selatan di Gereja GPDI El Sadai, Pasir Putih

Sabtu, 22 April 2017

PAUS FRANSISKUS: CINTAILAH YESUS YANG HADIR DALAM DIRI ORANG MENDERITA

Yesus tidak meminta manusia untuk hanya merenung tentang gambaran-Nya, tapi juga mengenal dan mencintai Dia secara nyata dalam diri orang-orang yang menderita seperti Dia, kata Paus Fransiskus. Yesus hadir dalam diri saudara dan saudari kita yang mengalami penderitaan seperti yang Dia alami, yakni menderita karena kerja paksa, menderita karena masalah keluarga, karena penyakit, karena perang dan terorisme, karena senjata yang siap untuk menyerang, ungkap Paus Fransiskus dalam misa Minggu Palma (9 April 2017).
Paus, yang getol menyuarakan perlawanan terhadap korupsi, juga mengungkapkan kesedihannya atas serangan teroris di Swedia dan Mesir, dan menyerukan agar mereka yang menabur ketakutan, kekerasan dan kematian, termasuk juga pembuat dan pedagang senjata, agar bertobat. Dalam doanya bagi mereka yang menderita karena serangan-serangan tersebut, Paus menyampaikan ucapan turut berdukacita kepada Yang Mulia Paus Tawadros, Gereja Koptik dan seluruh warga Mesir.
Sedikitnya 44 orang tewas dan puluhan lainnya terluka dalam serangan bom pada 9 April terhadap dua Gereja Ortodox di Mesir ketika umat Kristen Koptik berkumpul untuk merayakan Minggu Palma. Serangan di Swedia terjadi dua hari sebelumnya dimana sebuah truk menabrak kerumunan warga di luar toko swalayan di pusat ibukota Stockholm, dan menewaskan 4 orang serta melukai 15 orang.
Paus Fransiskus mendoakan semua korban, termasuk mereka yang terkena dampak perang. Puluhan ribu orang membawa daun palem dan zaitun mengikuti perarakan bersama Paus di Basilika St. Petrus yang menandai awal Pekan Suci.